Kupang, VoxNtt.com-Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, DR. Benny K Harman, SH menilai gugatan Moeldoko dkk melalui Yusril Ihza Mahendra terkait AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung (MA), bagai teror di siang bolong.
Menurut Benny, tidak masuk akal keempat penggugat yang ikut hadir pada kongres partai pada 2020 saat AD/ART disetujui, tapi kini baru mengajukan gugatan.
“Bayangkan, 4 orang eks ketua DPC yang ikut hadiri kongres PD V tahun 2020, tiba-tiba sekarang tampil menjadi Pemohon judicial review (JR) di MA dengan tuntutan tunggal: perintahkan Menkumham cabut pengesahan AD dan ART PD tahun 2020,” tulis Benny dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin 27 September 2021.
Eks Ketua Komisi III DPR RI ini menilai, jika permohonan ini dikabulkan MA, maka jelas melabrak aturan hukum yang selama ini berlaku karena menyamakan begitu saja AD dan ART Parpol dengan peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Benny menjelaskan, Perma No. 01/2011 tentang Hak Uji Materil dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi Termohon dalam permohonan keberatan hak uji materil ialah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan. Parpol dalam sistem ketatanegaraan kita jelas terang benderang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 24A UUD NRI 1945, UU MA, dan Perma No.01/2011, MA hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU yang bertentangan dengan peraturan yang hirarkinya lebih tinggi.
“AD dan ART Parpol tidak tergolong dalam jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi obyek pengujian di MA,” tegas Benny.
Gugatan Salah Alamat
Menurut Benny, apabila ada anggota Parpol atau pengurus Parpol yang dirugikan akibat berlakunya AD dan ART parpol yang telah diputuskan dalam Kongres atau Muktamar sebagai forum pengambilan keutusan tertinggi, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Partai atau menggugat Menkumham ke pengadilan TUN.
“Tidak ada dasar legal bagi yang bersangkutan unutk mengajukan permohonan judicial review ke MA apalagi kalau yang bersangkutan ikut dalam Kongres partai yang telah menyetujui perubahan AD dan ART tersebut. Pihak yang kalah voting dalam pengambilan keputusan termasuk keutusan tentang perubahan AD dan ART partai di Kongres tidak punya legal standing apapun untuk menjadi pemohon dalam menguji AD dan ART tersebut dengan UU Parpol ke MA” jelas Benny.
Karena itu, lanjut Benny, pengujian AD dan ART Partai Demokrat yang diajukan eks 4 ketua DPC jika diterima MA, tentu akan menjadi preseden buruk untuk kehidupan kepartaian di tanah air.
“Bukan hanya menerobos jalan baru untuk intervensi kekuasaan dalam urusan internal Parpol tapi akan mengganggu otonomi Parpol untuk mengurus dirinya sendiri. Semua Parpol akan dipaksa merombak aturan internalnya jika permohonan JR tehadap AD dn ART PD tahun 2020 dikabullan MA,” ungkapnya.
Meksi demikian, pakar hukum tata negara ini tetap menaruh kepercayaan penuh kepada MA untuk tetap menjaga independensinya dengan berani menolak segala upaya intervensi baik langsung maupun tidak langsung dari pihak eksternal yang akan mempengaruhi putusannya.
“Politik boleh runtuh, ekonomi bisa saja morat marit, tapi keadilan di negeri ini harus tetap tegak berdiri di pundak MA,” kata Benny. (VoN).