Oleh: Ardy Abba
Partai politik di Indonesia tidak hanya sekadar embel nama, tetapi punya peran strategis sebagai alat perjuangan bangsa. Boleh juga, parpol disebut sebagai pilar utama penyangga demokrasi.
Mengapa? Karena memang parpol dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Di sana, parpol didefinisikan sebagai organisasi yang sifatnya nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Indonesia secara sekarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara.
Hal lain yang penting adalah parpol sebagai wadah untuk menyerap aspirasi masyarakat, yang kemudian disalurkan oleh anggotanya di parlemen. Di sinilah, wadah strategis yang cukup jelas terlihat sebagai alat perjuangan masyarakat.
Sebagai negara yang menganut sistem presidensial, di mana kepala negara yang sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, lagi-lagi parpol di Indonesia punya posisi strategis.
Dia merupakan salah satu pilar demokrasi yang sangat menentukan maju ataupun mundurnya sebuah negara demokrasi. Dia juga bisa menentukan figur mana yang tepat untuk menjadi kepala negara atau pejabat politik lainnya.
Dalam sistem demokrasi tentu tidak dapat dilepaskan dari adanya pemilihan umum dan keterlibatan parpol. Parpol menjadi instrumen penting dalam demokrasi karena motif utama berpolitik adalah guna mendapatkan kekuasaan yang terlegislasi.
Namun demikian, hingga saat ini keberadaan parpol di Indonesia harus kita akui belum mampu mendorong terciptanya iklim demokrasi yang sehat dan lebih baik.
Sebut saja misalnya, parpol hanya berfungsi tunggal sebagai alat meraih kekuasaan. Dalam tataran praktisnya, parpol lupa untuk melakukan pendidikan politik dengan benar kepada para anggotanya.
Padahal, kalau sistem internal parpol kuat sebagai alat perjuangan bangsa, maka tentu pikiran kekuasaan hanyalah dampak dari proses politik. Perjuangan ideologis yang sesungguhnya tentu saja untuk kesejahteraan rakyat dan ini harus menjadi prioritas.
Sistem demokrasi di Indonesia memang harus jujur semacam sebuah kereta api yang masih berjalan, tetapi di luar relnya. Jika kereta berjalan di luar relnya atau pada jalur yang salah, maka nanti akan tiba di stasiun yang salah pula.
Rel yang salah, misalnya, dunia politik “disulap” menjadi panggung transaksional antara kepentingan ekonomi (bisnis) dan politik (kekuasaan). Di sini, kran politik transaksional di tubuh parpol semakin terbuka melebar dan pasti lupa dengan cita-cita membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dampak lanjutan dari politik transaksional ini adalah pola yang digunakan parpol dalam merekrut anggota, personel jabatan internal partai, dan seleksi kader partai untuk mengisi jabatan publik, jauh dari ideologi parpol.
Hanya karena punya uang, parpol bisa saja mencomot orang-orang kaya demi merebut kekuasaan. Sedangkan, walau orang sudah bertahun-tahun ditempa di parpol, namun karena tidak punya uang cukup, tidak masuk dalam radar calon pemimpin atau personel jabatan internal.
Paradigma yang terlanjur menyebar adalah puncak kesuksesan politik adalah mampu meraih kekuasaan dan meraup keuntungan ekonomi yang dapat menyejahterakan para politikus dan kelompoknya.
Bisa saja mengarah kepada antidemokrasi yang merampas kedaulatan rakyat. Contoh, kasus korupsi sudah banyak menjerat pejabat dan politisi, yang sebagian katanya sudah dikaderkan dengan baik di parpol.
Data Indonesian Coruption Watch (ICW) pada tahun 2020, misalnya, menunjukan ada 1.298 terdakwa korupsi, yang ditaksasi Negara mengalami kerugian sebesar Rp56,7 triliun (Kompas .com, 9 April 2021).
Masih banyak kasus lain yang mendera parpol saat ini. Namun kita tidak boleh terlarut dalam masalah. Masalah harus menjadi percikan semangat untuk menumbuhkan semangat tanggung jawab dalam membangun Negara.
Sudah saatnya parpol berbenah diri agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal terutama dalam proses kaderisasi, pendidikan politik, dan kontrol sosial yang sehat.
Parpol harus serius melakukan kaderisasi di internal organisasi, sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Hal ini tentu dijalankan dengan harapan agar mampu memecahkan persoalan-persoalan bangsa.
Sudah saatnya pula melakukan desentralisasi kewenangan internal parpol, sehingga partai politik lebih inovatif dan mandiri. Dengan begitu, rakyat makin punya rasa memiliki akan parpol, karena diajak untuk ikut mengambil bagian dalam memajukan bangsa.
Kemudian, harus ada usaha menghidupkan kembali pola rekruitmen dan promosi kader partai politik untuk mencapai jenjang karier politik. Harapannya juga politik transaksional di tubuh parpol mesti dimusnahkan dan energi politik tidak hanya terkuras untuk mengurus konflik sosial politik, tetapi juga harus ada sebuah dedikasi konkret untuk menyelematkan rakyat dari berbagai krisis.
Sebab, jika ini terus dibiarkan maka kita tidak pernah beralih dari urusan sekadar kekuasaan semata. Kita hanya sibuk dengan urusan perebutan kepemimpinan dan kursi dan lupa bahwa parpol adalah entitas kepentingan rakyat.