Oleh: Ardy Abba
Baru-baru ini Bawaslu mendapatkan penghargaan ‘Lembaga Paling Informatif’ tahun 2021 berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring oleh Komisi Informasi Pusat.
Penghargaan ini langsung diberikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin kepada Sekretaris Jenderal Bawaslu di Jakarta, Selasa (26/10/2021), melalui acara dalam jaringan (daring).
Bawaslu menjadi lembaga non-struktural paling informatif tahun 2021 dan berada di peringkat pertama berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring Komisi Informasi Pusat.
Penghargaan ini sebenarnya buah dari komitmen Bawaslu dalam menjalankan salah satu misinya, yakni mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat. Dengan keterbukaan informasi, masyarakat umum diharapkan bisa berpartisipasi aktif dalam mengontrol, baik Bawaslu secara kelembagaan maupun pemilu.
Untuk menuju ke pengawasan pemilu, Bawaslu tentu saja memandang pentingnya menapaki proses sosialisasi dan transfer pengetahuan, serta keterampilan pengawas.
Salah satu bentuk ajakan pelibatan khalayak lewat transfer pengetahuan dan keterampilan itu, Bawaslu menjalankan program Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP).
SKPP adalah program prioritas nasional. Ada dambaan besar di baliknya, yakni para lulusan SKPP bisa membantu menguatkan kolaborasi masyarakat dengan Bawaslu.
SKPP sebenarnya tidak hanya sebatas perluasan jaringan kesempatan dan transfer ilmu pengawasan, namun terdapat nilai cinta tanah air yang hendak diperjuangkan.
Bawaslu tentu cukup terbuka sembari mengajak masyarakat umum untuk ikut mengawasi jalannya pesta demokrasi. Maka, SKPP merupakan salah satu wadah lalu lintas distribusi informasi tentang kepemiluan dan kepengawasan pemilu.
Lewat SKPP yang digagas sejak 2018 ini, Bawaslu ingin menghasilkan kader yang bisa menajamkan pengawasan partisipatif dan mampu memecahkan beragam masalah pemilu di lapangan.
Sekolah kader ini juga bertujuan untuk menyebarkan dan mendorong semangat dan inisiatif masyarakat dalam mengawal agenda demokrasi. Itu sebabnya, sebelum turun ke lapangan para kader diberi pengetahuan, pengalaman dan keterampilan teknis terkait pengawasan pemilu
Bagi Bawaslu, kesuksesan penyelenggaraan pemilu atau pilkada tidak hanya untuk monopoli atau otoritas penyelenggara saja, tetapi banyak pihak yang berperan besar, yang mana salah satunya adalah masyarakat.
Itu sebabnya, sekolah kader tidak hanya menyediakan arena partisipasi pengawasan, melainkan menyiapkan dan memastikan output pengawas yang bisa membantu Bawaslu.
Partisipasi pengawasan dari masyarakat harus terus dikelola agar semakin efektif untuk mendorong tujuan utama pemilu berkualitas. Ini juga penting untuk mengimbangi keterbatasan personel Bawaslu dalam menjalankan tanggung jawab dan kewenangannya yang sedemikian besar.
Bisa dipastikan beragam persoalan bakal meliliti lembaga Bawaslu, jika memang masyarakat apatis terhadap pengawasan pemilu. Makanya, penyediaan ruang pelibatan masyarakat lewat SKPP adalah opsi yang tepat dalam menjalankan pesta demokrasi.
Bawaslu sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu tentu akan berhubungan dengan sejumlah aspek krusial. Di satu sisi, kebutuhan untuk mematangkan agenda pengawasan pemilu sebagai bentuk dedikasinya terhadap negara dan masyarakat luas. Di sisi yang lain, usaha memastikan efektivitas pengawasan dalam mendorong pemilu berkualitas.
Dua aspek krusial ini menjadi persoalan yang kompleks di tengah keragaman pilihan politik dalam suasana demokrasi. Karena itu, SKPP dipandang sebagai salah satu batu loncatan untuk memecahkan kebuntuhan jalan yang terjebak dalam perspektif antidemokrasi.
Mengapa Kaum Muda?
Salah satu persyaratan menjadi peserta SKPP adalah usia minimal 20 tahun dan maksimal 30 tahun. Rentangan usia ini tentu saja kaum muda yang masih energik dan kental dengan spirit idealismenya. Lantas mengapa?
Semua pihak tentu saja tahu tentang sejarah kaum muda. Sebelum negara Indonesia merdeka, ada peristiwa Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Sejarah tersebut menjadi bukti bahwa peran generasi muda tidak bisa dianggap sebelah mata.
Kaum muda memiliki kobaran semangat, rasa perjuangan, rasa saling memiliki, dan rasa cinta tanah air yang tinggi. Kaum muda sudah memainkan peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Benar kata Pendiri bangsa ini, Ir. Soekarno, “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, tapi seorang pemuda mampu mengubah dunia!”. Apalagi di balik SKPP, terdapat nilai cinta tanah air yang hendak diperjuangkan.
Bawaslu tentu memandang keterlibatan kaum muda yang punya kobaran semangat cinta tanah air dalam pengawasan pemilu sangatlah dibutuhkan. Dengan begitu, mereka bisa mencapai pola kerja yang memiliki tingkat efektif tinggi.
Partisipasi kaum muda akan mengimplikasikan secara langsung tumbuhnya pemilu berkualitas. Kaum muda tentu memiliki kebebasan sekaligus tanggung jawab yang lebih besar dalam memajukan sistem demokrasi Indonesia, sebab mereka sedang memikul beban sejarah.
Selain itu, alasan SKPP memilih kaum muda tentu saja melihat konteks kekinian bahwa kaum milenial punya kans besar bisa akses ke informasi sosial lewat platform digital. Mereka bisa melipatgandakan kinerja untuk pengawasan partisipatif dalam pemilu.
Dalam ruang atmosfer demokrasi terkini sudah mewajibkan kita untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang kian pesat.
Kita sudah masuk era digital, masa di mana informasi akan mudah dan cepat diperoleh serta disebarluaskan menggunakan teknologi digital. Teknologi ini menggunakan sistem komputerisasi yang terhubung internet. Kaum milenial sendiri adalah pihak sudah dikategorikan melek digital.
Harapan
Kaum muda yang sudah dididik dan ditempa dengan segudang ilmu lewat SKPP harus bisa menjadi pioner pengawasan pesta demokrasi. Karakter pengawasan partisipatif kaum muda hendaknya progresif.
Para kader juga hendaknya memiliki jaringan keprihatinan fenomena persoalan pemilu seperti politik uang, politik transaksional, ujaran kebecian, hoaks, politisasi SARA, dan lain-lain. Dengan begitu, kobaran semangat spirit cinta tanah air lewat jalur pemilu berkualitas terus bertumbuh.
Harapan lain, yakni para lulusan SKPP harus mampu menjadi mata dan telinga Bawaslu untuk dengan lantang berteriak melawan berbagai pelanggaran pemilu.
Lewat ilmu yang didapatkan, mereka diharapkan mampu memetakan berbagai potensi pelanggaran atau kerawanan, bentuk pelanggaran dan dampaknya terhadap kualitas hasil pemilihan, serta mekanisme penanganan pelanggaran dan sengketa penyelenggara pemilu.
Kemudian harus bisa melaporkan pelanggaran pemilu atau pemilihan dan tentu saja pada lembaga yang tepat sesuai dengan ciri dan jenis pelanggaran. Yang terpenting, para kader harus bisa mencegah diri sendiri untuk ikut melanggar aturan dulu, baru kemudian berpartisipasi untuk mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran.
Tidak hanya itu, para kader SKPP yang merupakan generasi muda harus mampu berperan sebagai promotor pengawasan pemilu, serta menjembatani masyarakat yang belum melek digital terutama dalam pesta demokrasi.
Berbekal pengetahuan yang telah diperoleh, para lulusan SKPP harus bisa menggunakan semua platform media sosial agar bermanfaat dalam pengawasan.
Media sosial seperti Facebook, Twitter, Telegram, dan Instagram sebagai wadah komunikasi harus disulap menjadi alat untuk menyebarkan informasi tentang ilmu kepemiluan dan beragam potensi pelanggaran dalam pesta demokrasi.