Oleh: Yohanes Mau
Penulis buku, Ibu, Aku Rindu
Manusia adalah makhluk yang terbatas dan Tuhan adalah yang tak terbatas. Manusia sebagai makluk tak terbatas tak boleh merasa cukup dengan apa yang ada tetapi mesti berusaha untuk menggapai yang terkagapai.
Manusia tidak boleh merasa puas dengan jabatan dan kedudukan. Karena itu hanya sementara dan tidak abadi. Yang abadi adalah yang tak terbatas.
Realitas kini sedang gencar melakonkan aktivitas untuk menjadi orang yang baik. Orang yang baik adalah orang yang kaya akan nilai-nilai kebajikan dan setia membagikannya kepada sesama manusia tanpa hitung untung dan rugi. Tetapi ia memberinya dengan sepenuh hati sampai sehabis-habisnya.
Dalam proses untuk menjadi orang baik itu aneka cara telah ditempuh untuk menggapainya. Dan akhir dari semua itu adalah mengabdi secara baik dan benar dalam menginternalisasikan ilmu dan keahlian kepada sesama dan alam semesta demi hidup yang lebih baik dari hari kemarin dan hari ini.
Setiap tahun pemerintah daerah selalu menetapkan adanya test (CPNS) Calon Pegawi Negeri sipil untuk seluruh warga negara. Ada begitu persyaratan yang mesti dipenuhi oleh para calon CPNS.
Setelah memenuhi persyaratan itu maka akan dilakukan test atau ujian kelayakan kompetensi keahlian. Dari jumlah ribuan dan ratusan peserta yang ikut test kelayakan itu. Padahal yang dibutuhkan hanya sedikit saja.
Katakanlah 1000 peserta yang ikut test dan tenaga yang dibutuhkan untuk menjadi PNS hanyalah 500 orang. Maka di sini bisa diketahui kalau lulus lebih dari 500 peserta maka akan jadi masalah.
Atau bisa saja tim penguji bersama penentu nasib anak negeri melakukan negosiasi dengan peserta ujian untuk melihat daerah mana dan lembaga publik mana yang sangat urgen membutuhkan tenaga pelayan ahli profesional.
Maka dari segi inilah mereka memutuskan dan mengumumkan nama-nama peserta yang dinyatakan lulus ikut test CPNS. Ada juga yang diluluskan mungkin karena ada faktor relasi keluarga, sahabat dan lain sebagainya.
Ada juga CPNS yang berpuluh-puluh tahun ikut ujian kelayakan kompetensi keahlian tapi belum lulus-lulus juga.
Hal ini dikarenakan oleh dua faktor saja, pertama, mungkin saja dia belum menguasai materi secara baik dan benar. Kedua, karena juga dia tidak memiliki orang-orang dalam untuk meloloskan dia menjadi abdi negara yang terdaftar dan terjamin hidupnya berdasarkan upah standar nasional dan aneka prestasi lainnya.
Gejala test CPNS adalah harapan dan kerinduan terdalam dari seluruh anak negeri. Bersekolah tinggi-tinggi dan selanjutnya mengikuti ujian kompetensi keahlian untuk layak menjadi pekerja yang dilindungi dan dijamin penuh oleh negara.
Inilah fenomena Indonesia dari dulu hingga kini dan masa yang akan datang.
Dari uraian ide akan persoalan ini ada satu hal yang saya mau angkat dan tawarkan kepada seluruh anak negeri. Bukan berarti saya mencap atau menganggap bekerja sebagai PNS itu tidak mulia.
Semua pekerjaan itu mulia dan berharga kalau dikerjakan dengan hati yang besar demi kepentingan umum orang banyak dan kemuliaan Tuhan.
Setelah tamat kuliah dan mengabdi satu dua tahun di lembaga pemerintah atau swasta anda bisa melamar dan melakukan test CPNS.
Kalau anda nasib baik maka anda lulus dan masuk menjadi pekerja hitungan di dalam buku hidup negara. Kalau anda gagal, mungkin sukses anda masih tertunda.
Artinya masih ada waktu untuk anda mencoba lagi pada tahun berikutnya. Jadi test CPNS adalah momok yang sedang dinantikan oleh seluruh anak negeri. Bahkan yang bukan PNS itu kadang dipandang sebagai kaum kelas bawahan karena tidak resmi dibayar oleh negara.
Okaylah. Menjadi PNS itu baik karena negara bayar setiap tetes keringat dan jerih lelah para pekerja setimpal atau selaras. Itulah mulia. Dan sebagai abdi negara para PNS siap bekerja kapan saja, di mana saja dan dalam situasi apa pun. Ini menyangkut ketaatan.
PNS sebagai abdi negara mesti taat secara mutlak tanpa adanya perlawanan sedikit pun. Kalau lawan perintah negara maka nasib anda terancam. Bisa saja dipecat dari abdi negara. Di sini PNS sebagai abdi negara harus tunduk atas perintah negara.
Sebenarnya inilah realitas yang menunjukkan bahwa warga negara yang bekerja dan terikat dengan jaminan negara adalah mereka yang dengan tahu dan mau untuk mengabdi kepada negara dengan taat hingga napas selesai.
Dalam situasi-situasi tertentu mereka bisa mendukung ketidakadilan yang sedang dilakonkan oleh negara.
Fenomena lumrah ini yang mendesak sebagian kecil warga Indonesia untuk lebih memilih menjadi pekerja di lahannya sendiri.
Ada mahasiswa, mahasiswi yang setelah menyelesaikan studi di Universitas dan sekolah-sekolah tinggi memilih untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.
Misalnya, menjadi petani yang kreatif di lahannya sendiri dengan cara yang modern. Ada yang menjadi pebisnis melalui media online, ada yang memberdayakan orang-orang kecil dengan segala talenta dan ilmunya yang dimiliki.
Kelompok ini disebut sebagai kelompok yang merdeka. Artinya mereka study dan menawarkan sesuatu yang baru bagi masyarakat sekitarnya.
Mereka mengabdi masyarakat tanpa ada ikatan dari negara yang harus atur ini dan itu. Dobrakan baru macam ini disebut sebagai kebebasan kreatif yang memerdekakan.
Lamanya menempuh pendidikan di bangku kuliah hingga bertahun-tahun itu adalah proses panjang menuju kebebasan. Kebebasan itu adalah sesuatu hal kreatip yang bisa membuat bahagia dan orang lain yang dilayani pun turut merasakan bahagia itu.
Berlamaan kuliah dan hanya untuk bahagia menjadi PNS itu pun kebebasan. Tetapi merasa nyaman dengan situasi seperti itu juga secara tidak sadar menyamankan diri di dalam suatu struktural yang utuh.
Sesewatu bisa bertindak dan melayani secara adil dan kapan-kapan juga bisa melayani secara tidak adil karena atas desakan dari atasan. Mau tidak mau masuk di dalam kelompok pelaku ketidakadilan. Padahal sejati dari hidup manusia itu adalah hidup adil dan makmur yang berlandaskan pada cinta yang membebaskan.
Memang benar, manusia itu adalah makluk yang terbatas dan cepat puas dengan apa saja yang dimilikinya. Yang tak terbatas adalah Tuhan. Segala sesuatu yang dilakonkannya di bumi ini hanya jalan pulang menuju yang terbatas itu.
Di jalan menuju itu ada saja onak dan duri yang selalu merintangi namun segalanya akan bermuara pada satu tujuan yang bernama bahagia. Bahagia itu adalah puncak hidup dari setiap manusia. Entah apa pun status jabatan, dan latar belakang karya hidup. Tanpa bahagia maka hampalah semuanya.
Selamat berlakon sebagai manusia yang bebas dan bahagia di tengah derasnya aneka tawaran zaman. Yang terbatas adalah manusia dan yang tak terbatas adalah Tuhan. Gapailah yang tak terbatas itu dengan nilai-nilai kebajikan yang ada.