Labuan Bajo, Vox NTT- Jelajah Bike, pengelola event olahraga menggelar touring sepeda di wilayah barat Pulau Flores pada 24-28 November 2021.
Kegiatan dengan nama ‘Jelajah Komodo’ tersebut dilakukan untuk menjawab kerinduan para pesepeda dalam menyisir Labuan Bajo dan sekitarnya dengan sepeda.
Kegiatannya meliputi bersepeda, jalan (trakking) dan berenang (snorkeling).
Selama lima hari tersebut, peserta tidak hanya beraktivitas di Labuan Bajo, tetapi juga akan mengunjungi kampung adat Waerebo di Kabupaten Manggarai, Pulau Padar, Pulau Komodo, dan Pulau Kanawa. Tempat-tempat ini merupakan lokasi wisata favorit di kawasan Labuan Bajo, sebab memiliki panorama yang indah, menawan dan unik.
Wisata olahraga ini digelar oleh Jelajah Bike, sebuah lembaga berkedudukan di Jakarta yang khusus menangani dan mengelola event-event olahraga.
Para pengelolanya berpengalaman selama kurang lebih 10 tahun terakhir menangani touring sepeda harian Kompas.
Koordinator Jelajah Komodo Jannes Eudes Wawa dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (25/11/2021), touring sepeda ini dilakukan selama lima hari.
Hari pertama bersepeda dari Labuan Bajo menuju Lembor sejauh 68 kilometer, yang mana sebagian besar berupa jalan tanjakan tetapi beraspal mulus.
Hari kedua, dilanjutkan bersepeda lagi menuju Denge, kampung terakhir sebelum menuju Wae Rebo.
Lalu dilanjutkan berjalan kaki melewati hutan lebat sejauh kurang lebih lima kilometer. Jalur yang dipilih melalui Nangalili, pantai selatan Flores.
Di Wae Rebo, kata Jannes, peserta akan menginap semalam di rumah adat setempat. Di sana, para pesepeda bisa menikmati udara yang sejuk, bersih dan dingin sekaligus panorama yang unik pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Termasuk menikmati kopi Arabica. Kopi Arabica Wae Rebo termasuk salah satu yang terbaik di dunia.
“Kampung adat Wae Rebo memiliki tujuh rumah adat (Mbaru Niang) berbentuk kerucut. Ketujuh rumah itu letaknya berdekatan. Salah satu unit di antaranya dijadikan sebagai tempat inap para tamu,” jelas Jannes.
Menurut dia, sebelum dunia dilanda wabah Covid-19, hampir setiap hari, wisatawan asing dan domestik mengunjungi Wae Rebo. Mereka umumnya menginap minimal semalam.
“Kampung adat Wae Rebo memang unik dan sangat memikat. Saya sudah pernah ke sana tahun 2017 bersama rombongan sepeda Jelajah Sepeda Kompas. Kami merayakan HUT Kemerdekaan RI, melakukan upacara bendera di Wae Rebo. Sungguh menarik dan unik. Itu menjadi pengalaman hidup yang sulit terlupakan. Itu yang memaksa saya untuk datang lagi dengan ikut touring sepeda Jelajah Komodo,” ujar Yoke Haulani Latif, pesepeda asal Kelapa Gading, yang juga salah satu direktur perusahaan multinasional di Jakarta.
Setiap bulan November masyarakat adat Wae Rebo selalu menggelar upacara Penti. Ini adalah perayaan tahun baru dalam perhitungan masyarakat adat setempat.
Penti adalah upacara adat untuk mengungkapkan rasa syukur atas panen yang telah diperoleh dan kehidupan yang telah dilalui selama setahun terakhir.
Bulan November disebut juga bulan awal bertanam, sebab warga setempat yang mayoritas petani sehingga awal tanam dijadikan sebagai pertanda untuk memulai yang baru. Itulah disebut sebagai tahun baru.
Dalam ritual itu juga mereka memohon perlindungan dan keharmonisan kepada para leluhur dan Tuhan Yang Maha Kuasa selama setahun ke depan.
Ritual Penti berpusat di Mbaru Gendang, satu dari tujuh rumah adat yang ada. Ritus bermula dari tembang yang didendangkan oleh tertua adat dengan diiringi gendang, berlanjut dengan prosesi menuju lingko, sumber air dan makam leluhur. Selepas itu, mereka kembali lagi ke Mbaru Gendang.
Dalam ritual itu, mereka juga mengundang arwah leluhur untuk mengikuti upacara Penti.
Saat perayaan tarian Caci, tarian khas Manggarai, juga ditampilkan di halaman rumat adat.
Sore harinya, di compang atau altar panembahan, digelar upacara Boa oleh tetua adat dengan mempersembahkan ayam untuk menghormati para leluhur.
Malam harinya dilakukan lagi upacara pemberkatan dibarengi dengan mempersembahkan hewan seperti ayam dan babi. Saat puncaknya dilantunkan syair-syair adat yang menggema saat malam perayaan Penti.
“Tahun ini (2021), upacara Penti akan dilakukan pada 16 November 2021,” jelas Blasius, tokok masyarakat Wae Rebo.
Pada hari ketiga, setelah dari Wae Rebo, peserta akan kembali ke Labuan Bajo. Sore harinya langsung naik kapal phinisi menuju Pulau Kalong untuk menyaksikan matahari terbenam sekaligus menyaksikan burung kalong berterbangan sekitar pukul 18.10 Wita.
Setelah itu, beristirahat sejenak dan makan malam di atas kapal, kemudian berlayar lagi menuju Pulau Padar.
Keesokan harinya sekitar pukul 04.30 Wita, peserta mulai berjalan menuju ke puncak Pulau Padar untuk menyaksikan matahari terbit. Sebuah pengalaman yang menarik dan takkan terlupakan.
Dari Padar, pelayaran selanjutnya menuju ke Pulau Komodo. Di sana, peserta akan diantar para pawang untuk melihat langsung hewan purba yang hanya ada satu-satunya di dunia tersebut.
Selepas itu menuju ke pantai pink dan Pulau Kanawa untuk melepaskan kepenatan dengan mandi di laut. Menjelang sore, kembali ke Labuan Bajo. Lalu pada Senin, 29 November 2021, peserta pun pulang ke kota masing-masing.
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat memberikan dukungan untuk penyelenggaraan Jelajah Komodo.
“Kegiatan olahraga seperti touring sepeda dalam Jelajah Komodo ini sangat bagus. Kami senang wilayah Labuan Bajo menjadi pilihan untuk para pesepeda melakukan touring. Kegiatan semacam ini ikut menggerakkan ekonomi warga. Kami beri dukungan sepenuhnya,” kata Bupati Manggarai Barat Edistansius Endi kepada panitia Jelajah Komodo beberapa waktu lalu di Labuan Bajo.
Selama touring sepeda berlangsung, Jelajah Bike juga akan menyerahkan bantuan 300 pasang sepatu untuk anak sekolah dasar dari keluarga kurang mampu di Lembor (Manggarai Barat) dan Denge (Manggarai).
Sepatu-sepatu itu merupakan sumbangan dari perusahaan sepatu Fladeo.
Selain itu, sejumlah peserta Jelajah Komodo juga menitipkan bantuan bola kaki untuk siswa SD di kedua lokasi tersebut.
“Kami sudah melakukan koordinasi dengan kepala sekolah SD di Lembor dan Denge terkait rencana penyerahan bantuan sepatu dan bola kaki. Mereka sangat senang, sebab kedua barang itu termasuk yang paling dibutuhkan siswa SD setempat,” jelas Jannes.
Jelajah Komodo 2021 ini diikuti 62 pesepeda. Mereka berasal dari berbagai kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Klaten, Bandung, Malang, dan Gorontalo.
Mereka bukan atlet, melainkan orang yang memiliki hobi bersepeda. Secara ekonomis, mereka boleh dibilang sebagai kelompok kelas menengah ke atas.
Jelajah Komodo ini juga bukan lomba. Ini adalah perjalanan berwisata yang menggunakan sepeda. Pesertanya bersepeda sambil berwisata.
Mereka ingin menikmati keindahan alam, tradisi dan keunikan masyarakat dari atas sadel sepeda.
Kelompok ini jumlahnya terus meningkat seiring meroketnya permintaan sepeda selama dunia dilanda wabah Covid-19.
Itu sebabnya, wisata minat khusus ini perlu dipupuk dan dirawat. Semakin banyak kegiatan wisata minat khusus, terutama melalui event olaharga, maka ekonomi pun menggeliat.
Penulis: Ardy Abba
Dapur Tara, Restoran dengan Konsep Alam Bertarung di Tengah Gemuruhnya Super Premium