(Oleh: Akri Suhardi, Mahasiswa STFK Ledalero)
Baru-baru ini pada tanggal 23 November 2021, kebupaten Manggarai Timur merayakan ulang tahun yang ke-14. Usia 14 tahun untuk manusia sudah memasuki usia anak remaja.
Usia remaja untuk manusia masuk dalam fase masa pertumbuhan dan perkembangan secara biologis dan psikologis. Pada masa remaja juga dikenal dengan masa pencarian jati diri atau identitas diri.
Oleh karena itu, sikap ingin tahu dengan cara mencoba dalam diri masing-masing individu sangatlah besar. Sedangkan untuk konteks Manggarai Timur, hemat penulis lebih kurang sama seperti masa remaja pada manusia yakni berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan.
Namun pertumbuhan dan perkembangan antara membangun kebupaten dan manusia pada dasarnya berbeda. Manusia bertumbuh dan berkembangan secara alamiah secara biologis sesuai kodaratnya, sedangkan sebuah kebupaten bertumbuh dan berkembang secara nonalamiah, artinya bergantung pada kinerja kerja manusia.
Euforia perayaan ulang tahun Manggari Timur menjadi sukacita seluruh masyarakat Manggarai Timur. Akan tetapi apakah hanya sekadar merayakan angka ulang tahun? Atau barangkali juga merayakan keberhasilan pembangunan?
Tentu harapannya adalah perayaan ulang tahun Manggarai Timur bukan sekedar merayakan angka tetapi juga perayaan akan kinerja kemajuan pembanguan Manggarai Timur. Lantas, sudahkah Manggarai Timur mengalami kemajuan dalam pembanguan?
Sebagai kebupaten dengan luas wilayah 2.642,93 km2 Manggrai timur memiliki Sembilan (9) kecamatan; kecamatan Borong, Lamba Leda, Poco Ranaka, Poco Ranaka Timur, Sambi Rampas, Elar, Elar Selatan, Rana Mese dan Kota Komba(Https://www.maggaraitimurkab.go.id, diakses 1 November 2021).
Setiap kecamatan memiliki kategori kemajuan pembangunanya masing-masing. Dalam kajian penulis kecamatan Elar Selatan-Wukir memiliki indeks pembangunan yang kurang maju. Untuk itu fokus tulisan penulis adalah membongkar kegagalan pembanguan di kecamatan Elar Selatan.
Menyadari Manggarai Timur telah berusia 14 tahun, penulis melihat jika sejauh ini presentasi kemajuan pembanguan di Manggarai Timur belum merata. Salah satu dampak pembangunan yang tidak merata ini terjadi di wilayah kecamatan Elar Selatan-Wukir.
Dasar penilaian penulis dilihat dari situasi kecamatan Elar Selatan yang sungguh sangat memperihatikan. Kondisi yang memperihatikan ini terletak pada kemandekan dalam bidang pembangunan infrastrukutur jalan raya, penyediaan jarigan telkomsel/4G dan Penyediaan PLN (Perusahan listrik negara). Sehingga hemat penulis eksistensi kecamatan Elar-Selatan terkategori sebagai kecamatan yang belum merdeka.
Pembangunan Infrastruktur Jalan Raya
Berada di wilayah perbatasan dengan kebupaten Ngada seyogyanya menjadi tempat strategis yang diistimewakan dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan wilayah perbatasan merupakan wilayah potensial dalam membangaun kerja sama antara kebupaten. Semisal kerja sama dalam bidang perdagangan dan lainnya.
Namun potensi wilayah perbatasan Elar Selatan tidak dimanfatkan secara baik.
Situasi wilayah Elar Selatan semakin tidak maju karena akses jalan raya yang sangat rusak. Keadaan ini menyebabkan waktu perjalanan dari Elar Selatan ke Ruteng dan Borong dapat memakan waktu satu hari full. Syukur jika musim kering, tetapi jika musim hujan tiba, penderitaan warga Elar Selatan dalam mengaruni jalan penuh lumpur menjadi luka dan duka yang tak berakhir.
Kerinduan warga Elar Selatan untuk memiliki akses jalan yang baik sering berujung pada mimipi belaka. Kalaupun jalan dibangun, paling ratio kualitas jalan hanya bertahan satu atau dua bulan, kemudian jalan kembali seperti semula.
Sejauh ini ideal jalan menuju Elar Selatan adalah jalan sekam padi. Tentu ini agak aneh. Tetapi harus diakui bahwa sekam padi menjadi aspal baru bagi masyarakat Elar Selatan. Biasanya sekam padi yang diisi dalam karung diletakan di atas begasi mobil. Lalu ketika terjadi kemacetan akibat jalan berlumpur maka sekam padi diteberkan pada jalan berlumpur.
Adapun alternatif yang dipilih oleh warga Elar Selatan ketika tidak dapat melintasi jalan Elar Selatan-Ruteng, maka mereka memilih rute perjalanan dari Wukir-Bejawa-Borong-Ruteng. Dapat dibayangkan jarak tempuh yang jauh yang dilalui warga Wukir. Demi ke ibu kota kebupaten sendiri harus melewati kebupaten lain.
Situasi ini menggambarkan warga Elar selatan seperti “dianaktirikan.” Padahal jika jalan raya Elar Selatan-Ruteng-Borong baik, maka waktu jarak tempuh warga Elar Selatan semakin sedikit dan tragedi sekam padi sebagai aspal baru tidak terjadi. Tetapi itu hanyalah sekedar utopia, bukitnya sudah selama 14 tahun wajah jalan raya Elar selatan masih pada wajah yang sama; sekam padi, lumpur dan sisa aspal.
Anehnya di tengah penderitaan warga Elar Selatan dalam meratapi jalan yang rusak, justru nama Elar Selatan dimanfaatkan oleh beberapa oknum DPR Manggarai Timur untuk dibelikan mobil dinas baru. Peristiwa ini terjadi pada momen hari ulang tahun ke-14 kebupaten Manggarai Timur.
Salah satu anggota DPR bernama Herimias Dupa mengatakan “kalau kami ke Elar dan Elar Selatan, itu pasti masuk bengkel pasti biaya oprasionalnya lebih besar”, bahkan ia menambahkan jika pembelian mobil dinas baru ini menjadi penting lantaran mobil dinas yang saat ini digunakan seringkali keluar masuk bengkel setelah melakukan kujungan ke Elar dan Elar Selatan (FloresEditorial.com, 3 Desember 2021).
Sikap pemimpin seperti ini agak aneh, bukannya diminta diperbaiki jalan ke Elar dan Elar Selatan, malah diminta beli mobil dinas baru. Sebab persoalan utama di sini bukan mobil yang rusak tetapi jalan yang rusak. Maka dari itu memperbaiki jalan yang rusak adalah solusi agar mobil tidak rusak.
Dengan berlandas pada kasus di atas dapat disimpulkan alasan Elar selatan tidak pernah memiliki akses jalan raya yang baik. Pertama; sengaja dibiarkan oleh pemerintah demi mendapatkan keuntungan pribadi (misalkan dengan menjual nama Elar Selatan). Kedua; pemerintah tutup telinga terhadap jeritan penderitaan warga Elar Selatan.
Ketersedaian Jaringan Telkomsel/4G
Sengaja penulis mengakat jaringan telkomsel/4G, sebab namanya agak familiar. Jaringan telkomsel/4G sebagai perangakat pendukung terjadinya arus komunikasi nirkabel dan membantu warga dalam mengakses internet dan lainnya.
Apalagi zaman sekarang tuntutan akan penggunaan alat teknologi sangat tinggi sehingga mengharuskan jaringan internet harus baik. Namun sangat disayangkan jika jaringan telkomsel/4G sejauh ini di wilayah Elar Selatan seperti kunang-kunang, hilang-muncul.
Barangakali tidak salah jika penulis mengkategorikan wilayah Elar selatan sebagai wilayah susah sinyal.
Dalam kesaksian penulis ketika berada di Elar Selatan, biasanya ada tetap-tepat tertentu yang menjadi tempat favorit jaringan telkomsel/4G bercokol. Sebut saja, pada jendela rumah, di persawahan Gising, di atas gunung atau bukit dan beberapa tempat lain.
Artinya jaringan telkomsel/4G tidak sembarang bercokol. Ini agak lucu tetapi ini realitas. Maka dari itu perlu kesabaran dalam mendapatkan jaringan telkomsel/4G.
Biasanya jika tidak memiliki sinyal telkomsel/4G maka handphone digunakan untuk bermain game dan buka musik. Untuk itu, ketika isu kemunculan jaringan 5G, penulis agak pesmis, apakah jaringan ini dapat masuk ke wilayah Elar Selatan. Barangkali jaringan ini nantinya hanya sekedar nama bagi warga Elar Selatan.
Ketersediaan Perusahan Listrik Negara (PLN)
Sebagaimana diketahui bersama jika kehadiran PLN amat dibutuhkan di setiap wilayah. PLN dapat menghadirikan fasilitas penerangan yang memadai dan berpeluang untuk membuka lapangan usaha. Semisal; membuka tempat fotocopy, bengkel, salon kecantikan, tempat pembuat tahu dan tempe dan usaha lain.
Sejauh ini PLN di wilayah Elar Selatan belum masuk, sehingga warga Elar Selatan masih menggunakan generator, lampu tenga surya dan pelita kecil.
Padahal jika dipikir, pada wilayah tetangga di kebupaten Ngada PLN sudah ada, untuk itu hemat penulis amat sangat mudah jika PLN dari wilayah kebupaten Ngada diteruskan ke wilayah Elar Selatan. Pertimbangannya adalah letak wilayah yang tidak jauh sehingga mudah dijangkau.
Penulis melihat potensi yang sangat luar biasa di wilayah Elar Selatan apabila PLN dipasang di wilayah Elar Selatan.
Bisa mambuka cabang bank yang dapat mempermudah warga di wilayah perbatasan dalam mengirim uang, dan potensi lainnya. Kemudian hal yang pasti adalah wilayah Elar Selatan dapat keluar dari zona wilayah ketertinggalan dari penerangan.
Merespons ketertinggalan pembanguan wilayah Elar Selatan dalam bidang pembangunan jalan raya, ketersediaan jaringan telkomsel/4G dan ketersediaan PLN, hemat penulis perlu ditanggapi serius oleh pemerintah.
Pemerintah perlu memperhatikan pembanguan di wilayah perbatasan Manggarai Timur. Pembanguan tersebut bermaksud untuk memaksimalkan potensi daerah wilayah perbatasan dalam mempersiapkan diri untuk membangun kerja sama antara kebupaten demi meningkatkan kesejetrahan warganya.
Pemerataan dan kualitas dalam pembangunan semstinya menjadi agenda utama pemerintah setiap rancangan pembangunan Manggarai TImur.
Dengan mengadospsi strategi pembangunan Jokowi yakni pembanguan dari desa ke kota, hemat penulis juga perlu diterapkan di kebupaten Manggarai Timur dalam bentuk strategi pembangunan dari wilayah perbatasan ke wilayah ke kota.
Hal ini tidak terlepas dari banyaknya potensi dan aset-aset wilayah perbatasan yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) kebupaten Manggari Timur.
PAD tersebut diperoleh dari aktiviats penghasilan bumi dan penghasilan lainnya, dari wilayah perbatasan (Elar Selatan).
Pembangunan harus bertujuan untuk mencipatkan kebebasan yang rill bagi rakyat bukan sekedar janji manis tanpa pesimis. Hal ini mengamini ungkapan Amartya Sen bahwa Konsep kebebasan mestinya menjadi tolak ukur dari pembangunan itu sendiri.
Artinya hanya dengan rakayat dan permerintah yang bebas, pembangunan dapat terwujud. Kekebasan yang rill yakni bebas dari kepentingan pribadi dan kelompok yang rentan mengorbankan kepentingan bersama. Dengan menjadi pemerintah yang bebas dan rakyat yang bebas maka potensi diri dari keduanya untuk melaksanakan pembangunan dapat terealisasi dengan baik.
Untuk mencapai sebuah kebebasan, penting bagi pemerintah Manggarai Timur menciptakan keadilan dalam pembanguan. Keadilan untuk konteks Manggarai Timur adalah memberikan “ruang gerak atau akses” yang sama bagi masayarakat.
Dengan memberi ruang gerak/akses yang sama kepada semua masyarakat Manggarai Timur maka keadilan tercipta. Apalagi tren menggunakan “orang dalam” sejauh ini masih eksis. Nah, dengan memberi ruang gerek/akses yang sama kepada masyarakat maka tren “orang dalam” pasti hilang.
Membuka ruang gerak/akses bagi masyarakat juga dapat membuka ruang dialog bagi masyarakat manggarai Timur dalam berdiskusi tentang pembagunan dan menyampaikan penderitan yang mereka alami di daerah mereka masing-masing.
Nischaya, dengan demikian kemerdakan dalam pembangunan di Elar Selatan dan di daerah lain di Manggarai Timur akan terwujud.