Kupang, Vox NTT- Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Nusa Tenggara Timur (Araksi NTT) Alfred Baun menyebut telah melaporkan sejumlah kasus di NTT ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Araksi telah melaporkan tiga kasus di KPK pada tanggal 8 September di Jakarta,” kata Alfred di Kantor Araksi NTT, Senin (06/12/2021).
Alfred merincikan kasus-kasus yang sudah dilaporkan itu yakni; Pertama, kasus dugaan korupsi pengadaan ikan kerapu di Wae Kelambu, Semau dan Pulau Seribu.
Kedua, kasus dugaan korupsi pengadaan beras premium senilai Rp21 miliar. Itu ada dalam temuan BPK yang dikelola oleh Dinas Sosial dan PT Flobamor,” jelas Alfred.
Ketiga, lanjut dia, kasus dugaan korupsi pada Bank NTT dan Bank Arta Graha atas dugaan pengelolaan keuangan negara dengan PT Budimas Pundinusa.
“Kita laporkan karena ada dugaan pidana korupsi,” katanya.
Menurut Alfred, sebulan terakhir KPK sementara menangani dugaan korupsi kredit fiktif pada takeover dana dari Bank NTT ke Bank Artha Graha. Kata dia, meski tiga kasus yang sudah dilaporkan, KPK lebih menindaklanjuti kasus itu.
“KPK sudah memeriksa sejumlah saksi untuk kasus Bank NTT dan Artha Graha. KPK sudah periksa Araksi sebagai terlapor. KPK sudah bocorkan ke kita bahwa mantan direktur Bank NTT juga sudah diperiksa. Jurnalis menyangkut dengan pemberitaan juga telah diperiksa,” katanya.
Sebagai informasi, kredit PT Budimas Pundinusa senilai Rp130 miliar di Bank NTT merupakan hasil takeover kredit (pengambilalihan kredit) dari Bank Artha Graha untuk membiayai usaha penggemukan ternak sapi di Oesao, serta budi daya rumput laut yang diduga fiktif.
Dilansir dari berbagai media lokal, terdapat dokumen kontrak pengerjaan proyek yang sedang dikerjakan PT Budimas Pundinusa pada tahun 2019, khususnya terkait Fire Protection & Emergency Response Services dengan beberapa pelanggan/rekanan yakni PT Chevron Pasific Indonesia dan PT Sucofindo.
Sertifikat Hak Pakai (SHM) atas lokasi penggemukan sapi tersebut tidak dibaliknama atas nama PT Budimas Pundinusa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Divisi Pengawasan dan SKAI yang ditandatangani oleh Kadiv Christofel M. Adoe Nomor: 540/PDs/XII/2019 tertanggal 2 Desember 2019 yang ditujukan kepada Kepala Divisi Pemasaran Kredit Kecil dan Menengah, perihal Pemberian Kredit atas nama PT Budimas Pundinusa, menyampaikan tentang hasil pemeriksaan pemberian dan pengelolaan kredit kepada debitur atas nama PT Budimas Pundinusa atau Ir.Arudji Wahyono. Plafon kreditnya sebesar Rp100 miliar dengan rincian 11 masalah sebagai berikut:
Pertama, pemberian kredit kepada debitur dengan skim kredit KMK RC Proyek yang tidak sesuai dengan karakteristik usaha debitur.
Saat ini debitur masih dalam proses perampungan sarana dan fasilitas penggemukan dan pembibitan sapi, sehingga cash flow belum tampak dan berdampak pada kemampuan membayar debitur.
Kedua, tidak terdapat dokumen kontrak pengerjaan proyek yang sedang dikerjakan debitur pada tahun 2019, khususnya terkait Fire Protection & Emergency Response Services dengan beberapa pelanggan/rekanan yakni PT Chevron Pasific Indonesia dan PT Sucofindo sebagai dasar analisa pengembalian/pembayaran angsuran kredit.
Ketiga, lokasi usaha pembibitan dan penggemukan sapi yang berada di Desa Oesao belum di-cover asuransi kebakaran sehingga dapat meminimalisasi kerugian jika terjadi musibah kebakaran di kemudian hari.
Keempat, lokasi usaha pembibitan dan penggemukan sapi yang berada di Desa Oesao tidak dijadikan sebagai agunan tambahan. Sedangkan lokasi usaha tersebut yang menjamin kelangsungan usaha debitur terkait penggemukan dan pembibitan sapi.
Kelima, tidak terdapat studi kelayakan dari 2 (dua) jenis usaha yang dibiayai oleh bank, sesuai Manual Kredit Buku I Bab II Hal 7 poin 2.9.3.
Padahal, untuk permohonan kredit investasi yang pembiayaannya bersifat spesifik dalam hal teknis aplikasinya maka untuk mitigasi risiko dapat disampaikan “feasibility study”
Keenam, penarikan fasilitas KMK RC proyek sebesar Rp48.000.000.000, tidak disertai kontrak kerja antara debitur dan pihak pemberi kerja. Hal ini untuk memastikan tujuan penggunaan kredit digunakan sesuai yang tercantum dalam LAK, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan tujuan kredit (side streaming).
Ketujuh, tidak terdapat laporan keuangan audited akuntan publik yang terdaftar pada Kementerian Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI) yang digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kemampuan finansial debitur terkait kemampuan membayar debitur.
Kedelapan, tidak terdapat laporan analisa 3 pilar yang menganalisis kelayakan usaha debitur yang dibiayai dari sisi prospek usaha, kinerja keuangan debitur dan ketepatan membayar sesuai SK Direksi No.106 Tahun 2016 tanggal 30 September 2016 tentang Penentuan Kualitas Kredit Berdasarkan 3 Pilar Penilaian Kualitas Kredit PT BPD NTT.
Kesembilan, tidak terdapat penjelasan yang memadai terkait hubungan antara pemilik agunan berupa 6 (enam) SHM No. 456,457, 695, 351, 352, 378 seluruhnya atas nama GE. Anawati Budianto dengan Direktur Utama PT Budimas Pundinusa selaku debitur dan dituangkan dalam LAK.
Kesepuluh, perjanjian kerja sama antara PD Dharma Jaya dan PT Flobamor tentang pengadaan dan jual beli sapi nomor 36 SP.I1.2019 hanya berlaku selama 1 (satu) tahun yaitu 1 Maret 2019 sampai dengan 1 Maret 2020.
Sedangkan perjanjian kerja sama antar PT Budimas Pundinusa dan PT Flobamor berlaku selama 5 (lima) tahun yaitu dari 4 April 2019 sampai dengan 4 April 2024.
Apabila perpanjangan kerja sama antara PT Flobamor dan PD Dharma Jaya tidak dilanjutkan, maka akan berdampak pada kemampuan membayar debitur.
Kesebelas, telah terjadi perubahan AD/ART pada PT Budimas Pundinusa karena ada penambahan kegiatan usaha baru. Tetapi perubahan akta perusahaan tidak dilampirkan.
Selain itu tidak terdapat izin-izin usaha debitur yang berkaitan dengan peternakan/perdagangan sapi.
Yang terlampir adalah surat keterangan dari Dirut pada tanggal 2 April 2019, bukan surat keterangan masih dalam proses pengurusan oleh notaris/dinas/instansi terkait yang membuat izin atau akta dimaksud.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba