Ruteng, Vox NTT- Tanah milik Keuskupan Denpasar yang berlokasi di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, kini tengah disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang atas dugaan pelanggaran administrasi.
Dugaan pelanggaran administrasi ini terbuka, menyusul adanya 4 sertifikat milik orang lain yang diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat di atas tanah tersebut. Padahal, tanah dengan sertifikat Nomor 532 itu milik Keuskupan Denpasar.
Untuk merespons masalah tersebut, Keuskupan Denpasar pada tahun 2017 lalu, tepatnya saat masalah tanah tersebut mencuat kepermukaan, memberi kuasa kepada RD. Marthen L.P. Jenarut, S.Fil, SH, MH., untuk melakukan pengukuran kembali batas tanah tersebut.
Pastor Marthen kemudian menemukan fakta keanehan yang di luar akal sehat. Pasalnya, di atas tanah milik Keuskupan Denpasar tersebut telah disertifikatkan lagi oleh orang lain. Tidak tanggung-tanggung, ada 4 sertifikat yang diterbitkan oleh BPN Manggarai Barat.
“Saat itu saya menerima kuasa dari Keuskupan Denpasar untuk melakukan pengembalian tapal batas atau yang disebut dengan rekonstruksi. Hasilnya, kami sangat terkejut, di mana di atas objek yang sama itu terbit lagi 4 sertifikat atas nama orang lain di atas sertifikat nomor 532 milik Keuskupan Denpasar,” ujar Pastor Marthen saat dikonfirmasi wartawan, Senin (20/12/2021).
Setelah mengetahui kasus tersebut, pihaknya terus berkoordinasi dengan Keuskupan Denpasar dan BPN Kabupaten Manggarai Barat.
Diketahui, tanah tersebut diperoleh dari hasil jual beli antara Keuskupan Denpasar dengan pihak pertama atau pemilik tanah yang asli.
Sejak diterbitkan sertifikat kepemilikan atas nama Keuskupan Denpasar tahun 1994, tanah itu memang dikuasai oleh Keuskupan Denpasar.
Buktinya, sejak itu Keuskupan Denpasar menempatkan penjaga untuk menguasai tanahnya.
Dan, sejauh rentang waktu tersebut, tidak ada satu pun pemilik tanah yang mencegah, melarang, atau memprotes terhadap upaya Keuskupan Denpasar untuk menguasai tanah tersebut.
Setelah 18 tahun kemudian, BPN Kabupaten Manggarai Barat ternyata telah menerbitkan 4 sertifikat baru atas nama orang lain di atas objek yang sama.
Menurut Pastor Marthen, setelah mengetahui kasus tersebut, pihaknya melakukan komunikasi secara lisan dengan BPN Kabupaten Manggarai Barat.
Komunikasi terutama agar kasus tersebut diselesaikan dengan baik-baik secara kekeluargaan. Intinya, tanah itu tetap menjadi milik Keuskupan Denpasar.
Ia mengaku komunikasi lisan itu tidak ditanggapi. Itu sebabnya, pihak Marthen melakukan somasi secara resmi kepada BPN Kabupaten Manggarai Barat dan para pihak sesuai sertifikat tanah.
Somasi ini juga tidak ditanggapi. Pihak Mathen selanjutnya melakukan somasi ke Kantor Wilayah BPN Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ada di Kupang. Namun hasilnya nihil, sebab somasi juga tidak ditanggapi.
“Karena koordinasi tidak bisa dibangun, somasi tidak ditanggapi maka Keuskupan Denpasar menempuh jalur hukum dengan membawa kasus ini ke PTUN,” ujarnya.
Menurut dia, menempuh jalur hukum di PTUN merupakan langkah yang tepat. Sebab dalam Berita Acara Pengukuran Pengembalian Batas (Rekonstruksi) yang dilakukan pada tanggal 14 Agustus tahun 2017 lalu, BPN sendiri mengakui dalam poin 4, bahwa di atas Sertifikat M.532 telah terjadi kesalahan administrasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, sehingga menerbitkan 4 (empat) sertifikat atas nama pihak lain .
“BPN Manggarai Barat sudah mengaku ada kesalahan administrasi. Tetapi komunikasi lisan dan somasi tidak pernah ditanggapi. Maka jalur PTUN ditempuh,” ujarnya.
Kepala BPN Manggarai Barat Budi Hartanto saat dikonfirmasi wartawan membenarkan data sesuai Berita Acara Pengukuran Pengembalian Batas (Rekonstruksi) yang dilakukan pada tanggal 14 Agustus tahun 2017.
“Sesuai data itu mas,” kata Budi saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Penulis: Ardy Abba