Mbay, Vox NTT- Mbulang Lukas, Pengacara Peradi pada Kantor Advokat LBH Nurani Nagekeo mendukung polisi untuk segera menuntaskan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Desa Wuliwalo.
Menurut Lukas, kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak bisa ditempuh dengan jalan damai dan wajib diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Untuk menghukum pelaku, kata dia, polisi dapat menggunakan Pasal 82 ayat (1) junto Pasal 76 E Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar.
Polsek Mauponggo, Polres Nagekeo, memastikan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Desa Wuliwalo, Kecamatan Mauponggo, akan tetap diproses. Bahkan, status kasus ini akan ditingkatkan di awal tahun 2022.
“Usai Natal dan Tahun Baru ini, kita akan tingkatkan status kasus ini dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan,” kata Kapolsek Mauponggo, Jack Sanam, Kamis (23/12/2021).
Dugaan kasus pemerkosaan di Kecamatan Mauponggo yang telah ditangani pihak kepolisian ini memang sungguh memilukan.
Korban kepada VoxNtt.com, Rabu (22/12/2021), mengaku telah diperkosa oleh pamannya sendiri secara berulang kali sejak dia duduk di bangku kelas III SMP.
Korban terpaksa melayani nafsu bejat pamannya itu karena diancam akan dibunuh jika dia menceritakan kejadian itu kepada siapapun.
Kejadian pemerkosaan terhadap korban bermula ketika pamannya itu kerap datang ke pondok milik korban.
Korban sendiri merupakan anak yatim tanpa ayah dan hanya tinggal berdua dengan ibunya di salah satu pondok di pinggiran kampung, di Kecamatan Mauponggo.
Saat masih duduk di bangku kelas III SMP, korban didiagnosis dokter terkena kanker payudara.
Karena itu, pamannya kemudian mulai peduli terhadap korban dengan melakukan upaya pengobatan alternatif melalui bantuan dukun di Kecamatan Baoawe.
Namun, sekembalinya dari Boawae, saat hendak berjalan menuju pondok korban, pelaku yang saat itu memegang handphone korban tiba-tiba mematikan cahaya senter dengan alasan yang tidak jelas.
Belum sempat menjawab pertanyaan korban tentang alasan itu, pelaku tiba-tiba menarik korban ke dalam hutan, membekap mulutnya lalu memperkosanya.
Korban sempat melawan namun karena diancam akan dibunuh dia akhirnya pasrah.
Sejak kejadian itu, pelaku mulai sering mendatangi pondok korban. Bila ibu korban tidak ada di tempat, pamannya itu pasti akan memperkosanya lagi.
Setelah tamat SMP, korban yang jenuh dengan perlakukan pelaku kemudian memilih untuk melanjutkan pendidikan ke SMA Swasta di Kecamatan Boawae. Namun, oleh pamannya, korban dilarang menetap di Boawae.
Pamannya bersedia untuk mengantarjemput korban dari Mauponggo ke Boawae dengan menggunakan sepeda motor.
Karena sering diperkosa, pada Juni 2021, korban pun hamil. Kabar tentang kehamilannya pun tersebar di seluruh kampung hingga sampai di telinga pelaku.
Tidak mau aibnya terbongkar, pelaku lantas meminta korban untuk segera menggugurkan anak di dalam kandungannya.
Permintaan pelaku agar menggugurkan kandungan direkam oleh korban sebagai bukti.
Korban mengaku pernah disuruh makan nanas muda dan meminum obat sakit kepala dicampur minuman bersoda. Namun upaya itu gagal.
Tidak kehilangan akal, pelaku lantas meminta HP korban untuk mencari referensi tentang ramuan tradisional penggugur kandungan di internet.
Setelah diracik pelaku, korban sempat meneguk beberapa kali ramuan itu. Karena tidak kuat, korban pun memuntahkannya kembali.
Karena perutnya terus membesar, korban akhirnya berani menyampaikan kepada keluarga bahwa janin dalam perutnya adalah perbuatan dari pamannya sendiri.
Kasus pemerkosaan ini telah dilaporkan oleh keluarga korban ke Polsek Mauponggo. Kasus ini sedang dalam pengembangan penyelidikan kepolisian setempat.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Ardy Abba