Oleh: Yohanes Mau
Penulis, Warga Nusa Tenggara Timur
Kini sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika
“Tuhan sudah mati” (bahasa Jerman: “Gott ist tot”) adalah ungkapan terkenal yang banyak dikutip dari Friedrich Nietzsche. Dalam buku klasik Nietzsche Also Sprach Zarathustra, yang paling bertanggung jawab dalam memomulerkan ungkapan ini. Gagasan ini dinyatakan oleh ‘The badman’ sebagai berikut:
“Tuhan sudah mati. Tuhan
tetap mati. Dan kita telah
membunuhnya.
Bagaimanakah kita,
pembunuh dari semua
pembunuh, menghibur diri kita
sendiri? Yang paling suci dan
paling perkasa dari semua
yang pernah dimiliki dunia
telah berdarah hingga mati di
ujung pisau kita sendiri.
Siapakah yang akan menyapukan daranya dari
Kita? Dengan air apakah kita
Dapat menyucikan diri kita?Pesta-pesta penebusan
Apakah, permainan-permainan
suci apakah yang perlu kita
ciptakan? Bukankah
kebesaran dari perbuatan ini
terlalu besar bagi kita?
Tidakkah seharusnya kita
Sendiri menjadi tuhan-tuhan
Semata-mata supaya layak
akan hal itu {pembunuhan Tuhan}?Nietzsche, Die frohliche
Wisssenschaft, seksi 125
Tahun 2020 adalah tahun bersejarah di dalam buku hidup umat manusia di tengah jagad fana ini. Virus corona mewabah dan meluluhlantakan kemapanan hidup manusia dan dunianya. Bahkan mereka yang menepuk dada sebagai the people of God juga lemah dan tak berdaya di hadapan ganasnya virus corona. Padahal sebelumnya mereka menepuk dada dan mengatakan, “we are the people of God and in the name of God everything will be okay!” Namun selanjutnya mereka menutup pintu-pintu rumah ibadat dengan alasan agar luput dari virus corona. Lantas muncul pertanyaan, “di manakah the people of God sekarang?”
Mereka telah bersembunyi di dalam tembok-tembok rumah biara yang nyaman. Mereka telah dan sedang menyamankan diri. Tuhan telah mati dan dimatikan oleh orang-orang yang menamakan dirinya sebagai the people of God. Mengapa mereka? Karena mereka telah mengatasnamakan Tuhan yang telah mati. Tuhan yang telah mati itu dimatikan lagi oleh the people of God. Mereka menamakan diri sebagai the people of God tetapi ketika berhadapan dengan musibah mereka lari meninggalkan kawanan kecil yang lemah dan tak berdaya. Kawanan kecil terkapar di pinggiran jalan menjerit sendirian oleh derasnya wabah Covid-19.
Tuhan sudah mati dan tetap mati. Tuhan sudah mati karena orang-orang tidak memiliki lagi akan adanya kekuatan Tuhan yang mengalahkan segala musibah dan bencana. Tuhan sudah mati oleh hati dan pikiran.
Hati dan pikiran tak punya daya lagi merasakan dan menangkap akan adanya Tuhan. Tuhan adalah hidup dari hidup itu sendiri dan hidup dari segalanya yang mati. Tuhan tak kelihatan, dan yang terasa oleh dunia sekarang adalah kematian.
Mati dan mati. Ada aneka musibah alam, peperangan yang tanpa henti, yang paling mengerihkan sekarang adalah wabah virus corona. Segala sandiwara inilah yang mematikan Tuhan dan Tuhan dimatikan lagi.
Ketika hidup diliputi bahagia dan kegembiraan manusia tak pernah bersyukur bahwa hidup ini adalah anugerah.
Manusia hanyut di dalam nikmat duniawi dan lupa siapa sebenarnya pemilik dari segalanya ini. Ketika ada pertikaian dan peperangan di sana tidak ada nilai-nilai kebajikan.
Tuhan ditembak mati oleh rakus, tamak dan keegoismean hidup manusia. Ketika ada bencana alam yang melanda manusia maka di sana pun Tuhan turut dimatikan oleh manusia yang tidak setia menjalin relasi cinta yang harmonis dengan sesama dan alam semesta sebagai pancaran wajah Tuhan yang menyata di setiap hembusan napas hidup manusia.
Sekarang yang sedang gencar dan tak henti-hentinya lagi adalah corona. Tuhan menciptakan manusia dan manusia membiarkan Tuhan mati.
Segala kemampuan manusia adalah pemberian dari Tuhan untuk menjaga dan merawat bumi dan segala isinya dengan baik agar tetap terlestari sebagaimana adanya dulu.
Namun oleh karena kesombongan manusia untuk mencari keuntungan maka aneka macam virus diciptakan agar mulai hadir juga produk-produk baru untuk mengatasi dan menghindarinya. Maka di sini lagi-lagi Tuhan dimatikan oleh manusia.
Korban manusia berjatuhan. Banyak sudah tetes air mata yang mengalir karena hati tersayat oleh derasnya badai hidup. Air mata manusia basahi pipi. Tuhan dicari dan terus dicari, namun sayangnya Tuhan telah mati dan dimatikan lagi. Maka pertanyaannya, masihkah manusia percaya dengan orang-orang yang menamakan dirinya sebagai “the people of God?”
Sekarang Tuhan sudah mati dan dimatikan lagi. Kematian yang paling mengerihkan adalah matinya manusia bagai binatang jalanan. Tak ada yang diperhatikan.
Manusia yang dari mulanya diciptakan secitra dengan Allah namun kini tak lagi secitra dengan Allah. Manusia adalah binatang yang sama sekali tidak berakal budi. Tidak ada lagi kasih, kebaikan dan cinta yang bersemi di dalam hidup.
Hidup hanyalah kehampaan bagaikan kekosongan sebelum adanya kisah penciptaan. Hampa dari segala hampa inilah yang disebut sebagai Tuhan sudah mati dan dimatikan lagi.
Manusia saling membantai satu sama lain tanpa adanya belaskasihan sedikit pun. Tiada satu pun yang menghapus dan membersihkan darah mereka. Hati sama sekali tidak berfungsi lagi. Tuhan sudah mati dan dimatikan lagi.
Berhadapan dengan situasi Tuhan sudah mati di zaman ini maka saya mencoba menyajikan beberapa tawaran berikut; pertama, jadilah the people of God yang benar. Artinya the people of God menjadi sejuk teduh bagi orang-orang di sekitar dalam situasi apa pun. Bersedia hadapi sulit dan kerasnya dunia ini dengan semangat optimis yang besar bahwa badai itu akan berlalu. Tuhan sudah mati tetapi benih-benih kebajikan itu telah hidup dan berbuah limpah hingga keabadian.
Kedua, Selalu bersyukur. Bersyukur artinya sungguh-sungguh menyadari bahwa Tuhan yang sudah mati itu tak boleh dimatikan lagi.
Menyapa dan menjalin relasi yang harmonis dengan sesama dan alam sekitar. Tuhan mati namun matinya adalahh idup yang menghidupkan kematian menjadi hidup yang menghidupkan.
Tuhan sudah mati namun matinya adalah mengadakan dari yang tiada menjadi ada yang mengadakan agar hidup ini tak lenyap dan selesai di tengah derasnya badai gejolak.
Ketiga, Tenangkanlah hati dan bersahabatlah dengan diri. Ketenangan hati menjadi inti dari hidup manusia. Hati yang tenang dapat menghantar seseorang kepada kedamaian batin. Dan damai adalah dambaan dari semua orang.
Manusia berjuang agar hidup damai dengan diri. Hidup sulit berdamai dengan diri itu susah untuk menggapai bahagia, karena damai tanpa bahagia itu adalah kehampaan. Maka berikanlah ruang untuk damai berlabuh di hati dan bersahabatlah dengan diri agar tahu tentang siapakah aku ini?
Di mana ada kedamaian di sana Tuhan hadir. Tuhan sudah mati namun Ia hadir di dalam situasi hidup yang damai. Hembusan napas kedamaian itu masih berhembus dari abadi hingga keabadian.
Tuhan sudah mati dan dimatikan lagi. Kita semua adalah pembunuh dan membunuh Tuhan yang sudah mati menjadi mati lagi. Semoga saja beberapa tawaran tips sederhana ini menjadi bekal sejuk untuk melewati ziarah-ziarah hidup yang masih panjang.
Tuhan sudah mati tapi jangan matikan lagi karena matiNya adalah hidup yang menghidupkan hidup ini menjadi hidup yang tidak mati lagi.
Gumtree-Zimbabwe, 16/01/2022.