Bajawa, Vox NTT- Ketua Sekolah Tinggi Pertanian Flores-Bajawa (STIPER-FB) Nikolaus Noiwuli, S.Pt, M.Si menyebut, saat ini pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang literasi masih sangat minim.
“Adakah mahasiswa di sini yang bisa membantah saya bahwa budaya baca kita rendah?” kelakar Nikolaus dalam sambutannya saat seminar bertajuk ‘Memperkuat Basis Literasi Digital bidang Media, Kewirausahaan Pertanian’ di Kampus STIPER-RB, Jumat (21/01/2022) pagi.
Ia kemudian mengangkat anekdot bahwa orang Jepang tidur sambil berpikir hasil membaca. Namun di Indonesia membaca sambil tidur. Artinya, bahasa itu untuk obat tidur.
“Ini bedanya kita dengan orang luar yang kemudian orang yang kita sedang-sedang saja,” katanya.
Nikolaus menjelaskan, era globalisasi sangat berpengaruh terhadap perilaku milenial yang kini lebih terpaku pada gadget . Perilaku ini kemudian menjadikan sosial media sebagai wahana untuk bersenang-senang.
Parahnya, di era globalisasi ini justru membuat kaum muda kurang produktif. Hal itu disebabkan oleh karena SDM literasi masih minim. Budaya membaca pun masih sangat rendah.
Digitalisasi Mengacu pada Teknologi dan Data Digital
Sementara itu, Direktur Stefanus Gandi (SG) Institut, Stefanus Gandi, yang juga sebagai salah satu pemateri dalam seminari tersebut menjelaskan, digitalisasi mengacu pada pembangunan berbagai teknologi dan data digital untuk meningkatkan proses kegiatan secara efektif dan efisien.
Jika menilik lebih jauh, jelas Stefan, digitalisasi hadir atau diawali dengan revolusi digital sejak tahun 1980. Revolusi digital ini mengubah penggunaan teknologi mekanik dan elektronik analog menuju teknologi digital.
“Lantas bagaimanakah digital itu jika dikaitkan dengan pertanian?” tukas Stefan di hadapan ratusan mahasiswa STIPER-FB dan para dosen.
Ia menjelaskan, digitalisasi pertanian secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan metode dalam segala aspek di bidang pertanian. Itu seperti pengolahan hingga pemasarannya.
Perubahan yang dimaksud ialah perubahan konsep dengan memanfaatkan teknologi terkini yang relevan dengan era industri 4.0. Sehingga berbagai aktivitas di bagian pertanian dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
“Jadi, pada dasarnya secara praktis dapat dipahami bahwa digitalisasi ini hadir karena analisis kebutuhan dari manusia yang menginginkan kemudahan dalam proses hidupnya,” jelas Direktur PT Indojet Aviasi di Bali itu.
Ia menambahkan, perubahan metode dan konsep dalam pertanian telah terjadi sejak lama. Pertanian mengalami proses digitalisasi ke era industri 4.0 dimulai pada abad ke-18, di mana terjadi perubahan besar-besaran dalam pertanian dengan adanya berbagai penemuan.
Penemuan tersebut seperti mesin uap dan bertenaga air. Kemudian era industri mulai hadir pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, ditandai dengan adanya tenaga listrik.
Lalu, di era industri yang ditandai dengan perkembangan semikonduktor dan proses otomatisasi industri komputer dan robot menjadi aktor utama.
“Di era inilah yang menandai masuknya berbagai sektor ke dalam era digitalisasi, yang sekarang kita sebut 4.0. Tentu dalam banyak hal yang didapat ada sisi positif dan negatif,” jelas Stefan.
Tak terkecuali dengan hadirnya digitalisasi pertanian. Saat ini sebagai contoh dari sisi positifnya digitalisasi pertanian bisa memudahkan proses pengolahan pertanian dengan bantuan berbagai teknologi.
Digitalisasi sangat membantu, misalnya dengan hadirnya berbagai platform online dan mendapatkan kemudahan dalam memasarkan roduk pertanian.
Di hadapan ratusan mahasiswa, Stefan mengangkat contoh sebuah aplikasi bernama ‘Sayurbox’ sebagai sebuah inovasi untuk memasarkan hasil para petani.
Sayurbox merupakan platform aplikasi distribusi produk-produk segar seperti sayur, buah dan kebutuhan pokok lain.
Sayurbox memiliki metode penjualan secara daring, yakni melalui aplikasi yang bisa di-download gratis melalui Google Play.
Melalui Sayurbox pelanggannya dapat memesan produk segar organik, hidroponik, dan konvensional yang bersumber langsung dari petani dan produsen serta pemasok.
Pembayaran untuk pembelanjaan di Sayurbox bisa dilakukan dengan digital wallet (GoPay dan OVO). Syaurbox juga menyediakan sistem COD, bank transfer dan kartu kreditberlogo VISA atau Master Card.
Stefan menjelaskan, aplikasi Sayurbox mengemas sayur-mayur dalam sistem delivery order dan dijual secara online selayaknya GO-JEK. Sayur-mayur ini tentu saja disuplai dari petani.
Penulis: Ardy Abba