Borong, Vox NTT- Seminari Pius XII Kisol secara resmi dibuka dalam keadaan fasilitas serba darurat dan belum lengkap pada 8 September 1955.
Sejak saat itu, pendirinya Pater Leo Perik SVD juga sudah memikirkan untuk menyiapkan keterampilan masyarakat dengan mendirikan Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) Seminari Pius XII Kisol, yang sebelumnya disebut bengkel.
BLKK ini sengaja dibangun sebagai sekolah pertukangan kayu atau kala itu disebut Ambak School.
“Seperti yang kita ketahui bahwa misionaris awal tidak hanya mendirikan pendidikan, tetapi sertakan juga dunia keterampilan seperti perbengkelan, kayu, mesin. Ambak School saat itu ada di Ruteng dan Mukun,” kata Kepala Perkumpulan BLKK Seminari Kisol, RD. Josi Erot, kepada sejumlah awak media, Kamis (20/01/2022).
Seiring perkembangan waktu, Ambak School termasuk yang ada di Seminari Kisol mengalami maju mundur dan agak redup, apalagi setelah muncul sekolah-sekolah modern. Itu seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Teknik Menengah (STM), dan sekolah-sekolah keterampilan lain.
Menariknya, kisah Pastor Josi, meski sekolah tidak formal namun zaman dulu karyawan BLKK Seminari Kisol diasramakan. Mereka dibina keterampilan-keterampilan, serta mendapatkan pembinaan mental dan spiritual.
Selanjutnya, sekitar tahun 1990-an BLKK Seminari Kisol sudah mulai redup. Seminari Kisol sendiri, kata dia, menginginkan agar kegiatan baik tersebut tetap dilanjutkan.
“Dan, pesan penting pesta 69 tahun Seminari Kisol itu adalah menjadikan Seminari Kisol bermanfaat untuk masyarakat banyak dan orang-orang di sekitar dan lebih terbuka. Kedua, lebih terbuka untuk orang dari luar masuk dan bengkel sebelumnya menjadi balai,” kata Pastor Josi.
Pastor Josi menambahkan, sekitar tahun 2018 pihaknya sudah mulai membangun infrastruktur BLKK Seminari Kisol. Selanjutnya, pada tahun 2019 BLKK Seminari Kisol mendapat bantuan bangunan untuk las dari Kementerian Ketenagakerjaan.
“Ini yang menjadi cikal bakal untuk balai ini. Kemudian kita berpikir bahwa kalau hanya satu mungkin tidak terlalu kuat dan efeknya tidak terlalu begitu kuat. Maka kita mulai dengan perizinan. Dan terus sampai pada mempunyai SK Kemenkumham,” katanya.
“Kita mulai pada bukan hanya las tetapi juga pertanian, peternakan, dan budi daya ikan air tawar,” imbuh Pastor Josi.
Pelatihan di BLK, lanjut dia, untuk las sudah ada empat (4) angkatan, di mana satu kelas diisi oleh 16 orang. Hingga kini, kurang lebih sudah ada 60-an orang dilatih oleh pihak BLKK untuk pekerjaan las.
Pastor Josi pun berharap orang yang dilatih di BLKK Seminari Kisol bisa mandiri, sesuai motto-nya, ‘Orang Muda yang Mandiri, Terampil dan Bermartabat’.
“Mengapa terampil? Kita latih di sini skill. Skill yang kemudian bukan bekerja pada orang, tetapi orang yang menciptakan lapangan kerja,” jelas Pastor Josi.
Menurut dia, dengan menciptakan lapangan kerja para alumnus menjadi tenaga kerja yang bermartabat, yang sekarang disebut sebagai wirausaha.
Pastor Josi hingga kini ingin BLKK Seminari Kisol berkembang dan tentu saja membutuhkan peran banyak pihak.
Ia pun mengingatkan bahwa nama balai tersebut adalah Perkumpulan Balai Latihan Kerja Komunitas Seminari Pius XII.
“Mengapa perkumpulan karena banyak orang. Mengapa pakai Seminari Pius XII Kisol karena brand-nya kuat supaya ada daya saing ketat. Supaya hal-hal baik juga sudah dimulai oleh seminaris tahun 1950 di sini akan bertumbuh dan bekembang dan menghasilkan buah,” jelas Pastor Josi.
Terpisah, Yustinus Bo’u (42) salah satu karyawan Perkumpulan BLKK Seminari Kisol mengaku pihaknya bekerja dan digaji oleh pihak sekolah untuk mencetak pastor Katolik Roma itu.
“BLK ini berdiri baru dua tahun dan karyawan yang kerja di sini sekitar 30 orang,” kata Yustinus.
Ia menambahkan, kebanyakan karyawan di BLKK Seminari Kisol adalah mereka yang baru tamat SMA.
“Dan yang kami kerja di bidang mebel ini adalah meja, kursi, tempat tidur. Barang-barang yang kami kerjakan di sini itu sistemnya pesan dulu baru kami kerjakan dan untuk selama ini, yang memesan barang kami di sini itu ada yang dari perkantoran dan juga dari masyarakat,” katanya.
Penulis: Ardy Abba