Labuan Bajo, Vox NTT- Direktur Stefanus Gandi Institut, Stefanus Gandi, hadir sebagai salah satu narasumber dalam dialog kebangsaan yang berlangsung di Aula Setda Manggarai Barat, Sabtu (09/04/2022).
Dialog tersebut mengusung tema “Bersama Menangkal Intoleran, Radikalisme dan Terorisme”.
Dalam kesempatan tersebut, Stefanus mengajak untuk menghargai multikultural. Indonesia, kata dia, memiliki potensi keragaman budaya yang tentu saja harus terus dijaga dan dilestarikan.
Menurut Stefanus, multikulturalisme sudah dicanangkan sebagai etika global. Konsep etika global secara logis dapat dipertimbangkan pada lokal tertentu sebagai dasar-dasar kehidupan etis bersama.
Dikatakan, etika global bukanlah etika pengganti terhadap etika agama-agama yang ada. Namun etika tambahan bagi orang beragama yang berbeda tanpa diskriminasi.
“Jadi, kalau kita tidak mengusung multikulturalisme, maka kita tidak menjadi bagian dari civil society. Multikulturalisme selalu bagian dari prioritas pada manusia dan kemanusiaan,” katanya.
“Kalau menurut Gusdur, manusia di Indonesia tidak boleh hanya beragama tetapi juga harus beriman, agar kita bisa berdialog antara satu dengan yang lain,” imbuh Stefanus.
Semua agama menurut dia, harus masuk dalam proses pemurnian (purifikasi) diri. Agama mesti secara serentak melakukan pemurnian kenangan akar relasi dengan agama lain.
Stefanus menambahkan, multikulturalisme erat kaitannya dengan sikap toleransi dan relasi antarumat beragama yang mengusung secara sadar dan penuh rasa tanggung jawab.
“Kita juga harus memaknai toleransi belas kasih dan pragmatis,” katanya.
Ia menjelaskan, toleransi belas kasih sebenarnya sikap kepedulian manusia yang muncul akibat penderitaan orang lain. Lebih kuat daripada empati, perasaan ini biasanya memunculkan usaha mengurangi penderitaan orang lain.
Sedangkan, toleransi pragmatisme lebih mengutamakan cara atau jalur yang bersifat jangka pendek yaitu melakukan hal-hal yang bersifat praktis dan mengesampingkan sisi ketidakbergunaan. [*]