Kefamenanu, Vox NTT- Pengelolaan dana desa Letneo, Kecamatan Insana Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), diduga kuat bersamalah.
Itu terutama pada tahun anggaran 2017-2021.
Dugaan mencuat setelah hasil audit Inspektorat TTU ditemukan adanya penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan nominalnya mencapai ratusan juta rupiah.
Temuan itu baik berupa selisih anggaran maupun temuan administrasi.
“Temuan itu untuk dua orang, satunya mantan kepala desa Marianus Fkun temuan tahun anggaran 2017-2019 dan penjabat kepala desa Rikardus Teti untuk tahun anggaran 2020-2021,” jelas Ketua BPD Letneo Paulus Malafu saat ditemui wartawan di kediamannya beberapa waktu lalu.
Paulus menjelaskan, sesuai rekomendasi dari Inspektorat, kedua pejabat tersebut wajib untuk segera melengkapi administrasi yang masih kurang. Baik itu untuk administrasi pengelolaan dana desa maupun LKPJ dan laporan masa akhir jabatan.
Selain itu, kata Paulus, kedua pejabat tersebut juga diminta untuk segera menyetor kembali sisa dana ratusan juta rupiah sebagaimana hasil temuan tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Namun sayangnya hingga saat ini rekomendasi Inspektorat tersebut belum juga ditindaklanjuti.
“Sampai sekarang mantan desa dan juga penjabat kepala desa belum setor kembali temuan itu ke rekening desa,” tandasnya.
Paulus mengaku laporan hasil temuan Inspektorat tersebut telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri TTU.
Ia berharap pihak kejaksaan dapat segera mengambil langkah cepat untuk menindaklanjuti hasil temuan Inspektorat atas adanya penyalahgunaan anggaran tersebut.
“Kami sudah ke kejaksaan untuk serahkan supaya jaksa bisa tindaklanjuti hasil temuan inspektorat itu,” tegasnya.
Terpisah, Rafael Leu warga setempat mengaku selama ini banyak proyek pembangunan yang tidak jelas pemanfaatannya.
Itu seperti pembangunan sumur ladang yang hingga saat ini mubazir dan sumur bor yang hingga saat ini belum dimanfaatkan.
Pelaksanaan kedua proyek itu pada masa pemerintahan kepala desa Marianus Fkun.
Sedangkan, pada masa pemerintahan penjabat Kades Rikardus Teti, terdapat dua proyek yang dilaksanakan sejak tahun 2020 namun sampai saat ini tidak kunjung diselesaikan.
Keduanya yakni pengadaan sapi bibit dan gedung posyandu.
“Kami sudah laporkan ke kepala desa untuk ditindaklanjuti tapi sampai sekarang belum juga selesai,” tuturnya.
Rafael juga mengaku laporan hasil temuan Inspektorat tersebut telah diserahkan pihaknya ke Kejari TTU.
Ia berharap kejaksaan dalam waktu dekat bisa menindaklanjuti laporan mereka.
“Kami minta Kejaksaan Negeri TTU bisa segera menindaklanjuti laporan yang kami sampaikan itu,” pinta Rafael.
Informasi yang berhasil dihimpun media ini dari LHP Inspektorat atas pengelolaan dana desa Letneo tahun 2017-2021 terdapat sejumlah temuan selisih anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, pajak yang belum disetor, serta temuan administrasi.
Untuk mantan kepala desa Letneo Marianus Fkun terdapat temuan penggunaan anggaran senilai lebih dari Rp200 juta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Juga terdapat pembelanjaan fiktif pada pengelolaan alokasi dana desa senilai Rp9 juta lebih.
Selain itu, hingga saat ini mantan kepala desa Letneo Marianus Fkun belum melakukan laporan akhir masa jabatan.
Sedangkan untuk penjabat kepala desa Rikardus Teti sesuai hasil temuan Inspektorat terdapat temuan administrasi, serta selisih anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai total Rp51 juta.
Mantan kepala desa Letneo Marianus Fkun saat dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya temuan dalam pemeriksaan Inspektorat TTU.
Marianus, saat masa akhir jabatan ia sibuk dengan berbagai kegiatan, sehingga tidak memiliki waktu luang yang tepat untuk membuat laporan masa akhir jabatan.
Namun begitu, ia mengaku saat ini dirinya sedang merampungkan seluruh berkas administrasi untuk dilakukan pertanggungjawaban masa akhir jabatan.
“Soal LPPD ini kan seharusnya saya dapat penegasan dari BPD, mereka (BPD) harus bersurat ke saya sebelum 6 bulan masa akhir jabatan sehingga saya bisa buat LPPD dan juga LKPJ masa akhir jabatan,” tandasnya.
Untuk temuan selisih anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, Marianus juga membenarkannya.
Saat ini dia sementara mengupayakan untuk menyetor kembali selisih anggaran yang ada.
“Temuan itu paling banyak di dana BUMDes dan juga ada item pekerjaan yang belum diselesaikan seperti meteran listrik untuk sumur bor dan lain-lain,” katanya.
Sementara untuk pembelanjaan fiktif dari ADD tersebut, ia mengaku dana itu merupakan biaya perjalanan dinas yang dibayarkan bendahara kepada sekretaris BPD.
Namun saat diminta bukti pertanggungjawaban, jelasnya, oleh sekretaris BPD tidak mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang bernilai total Rp9 juta lebih itu.
“Sekretaris BPD saat diminta bukti perjalanan dinas tidak mampu kasih tunjukan sehingga sesuai aturan itu termasuk dalam pembayaran fiktif,” tuturnya.
Sementara Penjabat kepala desa Rikardus Teti pada kesempatan itu mengaku hingga saat ini pihaknya belum menuntaskan pengadaan sapi bibit.
Dari total 102 ekor yang dianggarkan pada tahun anggaran 2020, Pemdes Letneo baru merealisasikan 86 ekor. Sementara 16 ekor belum dibelanjakan.
Selain itu, hingga saat ini juga gedung posyandu yang dibangun tahun anggaran 2020 juga belum diselesaikan.
Ia berkilah itu terjadi lantaran harga yang terdapat di dalam RAB jauh di bawah harga saat ini.
Namun begitu, Riardus berjanji akan tetap mengupayakan agar gedung posyandu itu bisa segera diselesaikan pembangunannya.
“Biar harga tidak sesuai tapi kami upayakan untuk segera selesai (pembangunan gedung posyandu), uangnya juga masih ada,” tuturnya.
Lebih lanjut Rikardus berjanji akan segera melengkapi temuan administrasi yang ada untuk bisa dipertanggungjawabkan.
Terpisah, Kasie Intel Kejari TTU Hendrik Tiip saat dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya mengaku pihaknya telah menerima LHP Inspektorat terkait pengelolaan dana desa Letneo.
Setelah mempelajari laporan tersebut, kata dia, memang terdapat temuan administrasi dan adanya indikasi korupsi dalam pengelolaan dana desa Letneo.
Indikasi korupsi tersebut tampak dari adanya anggaran dana desa Letneo yang penggunaannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Memang ada indikasi (korupsi) tapi tetap harus kita buktikan, mudah-mudahan setelah libur lebaran kita sudah bisa gerak,” tegasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba