Oleh: Yohanes Mau
Kamis (5/5/2022), pemerintah mengumumkan resmi secara serentak kelulusan SMA/SMK seluruh Indonesia.
Senyum tertawa, bahagia dan gembira dari raut wajah para siswa, tenaga pendidikan dan orangtua begitu indah memesona di tengah gencarnya pandemi Covid-19 yang secara perlahan hengkang dari bumi ini.
Luapan bahagia dan gembira itu adalah ungkapan kebebasan atas prestasi luar biasa yang telah digapainya selama tiga tahun.
Bahagia itu adalah kebebasan yang memerdekakan. Tiada lagi tugas dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan lagi di jenjang ini.
Ungkapan bahagia itu juga sebagai rasa bebas yang membebaskan untuk lebih berkualitas di hari-hari mendatang di tengah derasnya tawaran dunia yang kian hari semakin menggiurkan dengan segala sajiannya.
Tiada bahagia tanpa derita. Lulus yang dirayakan para lulusan bersama pendidik, dan orangtua adalah ungkapan syukur atas jerih lelah yang selama ini tertabur dengan tetes keringat dan air mata.
Segala kesulitan dan tantangan selama tiga tahun berlalu dan menghasilkan panenan yang membahagiakan.
Sehingga benarlah kata pepatah klasik, “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Senang karena sakit, dan perjuangan selama tiga tahun tidak sia-sia.
Perjuangan yang sungguh dengan segala dedikasinya adalah perjuangan hati untuk hari esok yang lebih baik dari kemarin-kemarin yang telah pergi.
Membiarkan kemarin pergi tanpa digoreskan sedikit dengan perjuangan maka esok hanyalah penyesalan yang setia menanti.
Maka hal terbaik adalah jangan membiarkan hari berlalu tanpa jejak. Berjejaklah selagi masih ada kesempatan.
Yang terpampang di depan adalah bahagia dan penyesalan. Pilihlah yang terbaik yang membuat hati berbunga dan menjadi aroma sejuk bagi dunia sekitar.
Lulusan SMA/SMK tahun ini akan melanjutkan studi di jenjang Universitas. Universitas menjadi ladang ilmu yang setia menanti generasi-generasi muda untuk menabur benih dan kelak akan memanen pula tepat pada waktunya.
Untuk menginjakkan kaki di jenjang dunia kampus tidaklah gampang.
Dikatakan demikian karena setiap lulusan SMA/SMK berasal dari latar belakang keluarga yang ekonomi hidupnya berbeda.
Bagi lulusan yang bernasib baik dan berasal dari keluarga mampu akan melanjutkan ke jenjang bangku kuliah namun bagi keluarga yang berasal dari keluarga ekonomi lemah pasti tidak akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Ini adalah persoalan yang lazim terjadi di tengah masyarakat.
Berhadapan dengan persoalan ini maka ada beberapa tawaran yang mesti dilakukan oleh para lulusan SMA/SMK yang berlatar belakang keluarga ekonomi lemah.
Pertama, Tidak perlu putus asa. Berita kelulusan di jenjang SMA/SMK adalah saat yang membanggakan karena perjuangan selama tiga tahun penuh melegahkan hati dan membuka jalan untuk terus berjalan melanjutkan studi ke jenjang berikut.
Namun oleh karena ekonomi keluarga langkah selanjutnya mesti terhenti.
Itu artinya memberi jedah untuk sejenak berhenti dan kreatip. Kreatif artinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bisa mendatangkan penghasilan pribadi untuk ditabung dan setelah beberapa tahun bisa digunakan biaya studi selanjutnya.
Kalau hanya berdiam dan putus asa maka itu bukan menyelesaikan persoalan tetapi menambah persoalan hidup menjadi rumit.
Sehingga hal terbaik adalah; jangan putus asa, tetapi berjuanglah dengan kreatip untuk mendiri dalam hal financial demi menggapai masa depan hidup yang lebih baik dari hari ini.
Kedua, Selalu optimis bahwa hari ini bukanlah hari terakhir. Melanjutkan pendidikan di jenjang berikut tidak selamanya serentak bersamaan dengan teman-teman seangkatan yang memiliki latar belakang ekonomi mampu tetapi bertahan dan jedah beberapa tahun untuk memantapkan financial agar bisa membiayai secara mandiri.
Soal sukses itu hanyalah waktu saja. Siapa cepat tangkap waktu secara baik dan benar maka ia akan sukses.
Siapa tidak cerdas tangkap waktu maka yang ada adalah penyesalan.
Hidup mesti dilakonkan dengan penuh optimis karena matahari esok masih akan terbit.
Matahari terbit menyapa semua makluk dan segalanya berlakon sesuai dengan kemampuan demi menggapai bahagianya masing-masing.
Optimistis bahwa hal yang sulit hari ini tak akan selamanya mendung bersama kabut hari ini tetapi esok pagi matahari masih terbit dan menyapa dengan penuh kehangatan.
Di dalam hangat mentari pagi terselubung misteri yang mesti dipecahkan oleh manusia sesuai dengan talenta yang Tuhan berikan.
Ketiga, Sukses adalah bahagia. Para lulusan SMA/SMK merayakan lulus karena sukses melewati masa-masa perjuangan selama masa sekolah.
Di sisi lain para lulusan yang berasal dari latar belakang keluarga tidak mampu secara ekonomi punya mimpi melangit untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi namun apalah daya situasi tidak mendukung.
Bila berhadapan dengan persoalan klasik demikian maka hal yang mesti dilakukan adalah berusaha melakonkan hidup ini dengan penuh bahagia.
Mengapa bahagia? Karena sejati dari sukses itu adalah hidup bahagia dengan segala yang ada pada kita. Mensyukurinya itu sebagai anugerah terindah.
Menerima diri dengan segala totalitas serta masa lalu, dan masa kini adalah ungkapan syukur serentak mengalami bahagia secara natural karena segala yang ada kini dan sekarang adalah anugerah terindah dari Tuhan.
Berjuang sekuat tenaga dengan talenta yang telah Tuhan titipkan dan selalu yang terbaik dalam menyalurkan berkat sejuk bagi sesama.
Sukses tidak selamanya digapai dengan pendidikan tinggi tapi sukses yang sebenarnya adalah ketiga hidup sederhana menjadi bermakna bagi yang lain.
Meneropong realitas terkini, begitu banyak para elite politik yang berpendidikan tingggi namun tidak bahagia karena mesti menjalankan hidup di dalam jeruji besi oleh karena rakus dan tamak.
Mereka mengambil barang-barang milik umum untuk kesejahteraan publik dengan merekayasa laporan. Misalkan, Setya Novanto yang hingga kini masih bergulat di dalam bui.
Berpendidikan tinggi namun tidak bahagia dengan apa yang ada padanya. Output pendidikan seperti ini disebut gagal berpendidikan.
Maka hal yang mesti diperhatikan di sini adalah berusaha mencukupkan diri dengan apa yang ada, nikmati dan bahagia.
Demikian beberapa tips sederhana untuk sukses dalam berpendidikan.
Sukses tidak mestinya diukur dengan seberapa gelar dan status yang ada tetapi lebih dari itu sejauh mana nilai-nilai kebajikan yang ada pada kita itu membumi di dalam realitas sosial hidup manusia.
Jika waktu masih memungkinkan untuk berpendidikan, teruslah maju dan jadilah pribadi yang baik dan berguna.
Bila situasi tak memungkinkan, tetaplah setia melakonkan hidup dengan penuh syukur dan menjadi berkat sejuk bagi sesama di sekitar.
Tawaran zaman datang silih berganti tanpa henti.
Namun pihak-pihak tak boleh hanya diam melihat situasi-situasi yang tidak memungkinkan generasi untuk berpendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kerja sama dan kaloborasi antara pihak sekolah dan pemerintah, orangtua terus dimantapkan lewat diskusi dan komunikasi yang efektif agar darinya bisa membentuk jalinan kerja sama yang harmonis demi membantu generasi muda untuk berpendidikan secara utuh.
Penulis adalah warga Belu Utara, NTT, Indonesia. Kini tinggal di Zimbabwe-Afrika. Bisa dihubungi via email: johanesmaubere@gmail.com