Oleh: Guidella Arizona
Ratapan Piluh Pemberi Hidup
Padi menunduk dalam kebersahajaan
Terhampar di atas permadani kuning alam pesawahan
Gunung terlihat gagah menjulang penuh keindahan
Pepohonan hijau berbaris menanti sang matahari
Sungai yang mengalir, terlihat begitu jernih
Bertebaran, menambah indah alamku
Namun
Mengapa kini takku lihat lagi pesona nanagung itu..
Kaca jendela berdebu, tak menandakan embun tak menandakan mata rabun
Petani berangkat ke sawah membersihkan air mata, mengemas penderitaan dan pulang membawa cinta yang tersisa dari- Nya
Dusta, ketamakan rupanya telah merenggut banyak hal yang paling berharga untuknya
Ratapan tangis, derai air mata
Membuncah
Memberontak enggan..
Takut kalau-kalau suaranya dicekam habis-habisan
Lantas darimana kebebasan yang selama ini diperjuangkan
Atau sebegitu tidak pedulinya kamu terhadap pendahulumu sehingga untuk meneruskan perjuangan mereka kamu tak mau
Bahkan mematahkan cita-cita luhur mereka
Keji, menyakitkan
Ini yang mereka rasa
Manakah peran pemerintah sebenarnya?
Ketikaa gelisah tengah membuncah
Ketika rengekkan piluh terdengar begitu menyayat hati
Aku tak peduli kekuasaanmu
Aku tak peduli angkuhmu
Dustamu, gelagat pengkhianatanmu aku tak peduli
Yang kuinginkan kembalikan segalanya seperti sediakala
Manakala tak ada kekeringan panjang melanda
Manakala hasil panen melimpah
Manakala kekurangan sulit ditemukan
Tahukah kamu
Pengkhianatanmu menarikku tuk berpikir apakah kau pantas untukku patuhi
Sebab acapkali tingkahmu menyengsarakan aku
Bila syair-syair dalam setiap rintihanku tak kau indahkan
Secepat kilat
Pemberontakan bagimu telahku sediakan bahkan yang tak kau pikirkan sekalipun