Mbay, Vox NTT- Meskipun belum setahun berjalan, Komnas HAM menyebut NTT menempati peringkat I jumlah pengaduan dugaan pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat.
“Dalam waktu 6 bulan ini kami menerima 31 pengaduan terkait masyarakat adat. NTT ada 4 pengaduan, NTT peringat satu, kedua Sumatera Utara,” terang Wakil Ketua Komnas HAM, Munafrizal Manan seperti dilansir dalam press release yang diterima VoxNtt.com pada Sabtu (18/6/2022).
Fakta ini diungkap Munafrizal dalam diskusi publik bertajuk ‘Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Bagi Masyarakat Adat’ yang digelar PPMAN dan PB AMAN pada Senin (13/6/2022) lalu di Rendu Butowe, Nagekeo.
Dari 31 aduan tersebut, ada 11 aduan yang didistribusikan tindaklanjutnya melalui fungsi pengaduan. Ada 6 yang ditindaklanjuti melalui fungsi mediasi. Namun, ada juga pengaduan yang tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak bisa memenuhi syarat formal sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain itu, dari jumlah tersebut paling dominan berkaitan dengan sengketa lahan.
Hak berkaitan dengan lingkungan hidup, kesewanang-wenangan proses hukum oleh aparat, hak kepemilikan atas tanah.
“Masyarakat adat sudah memiliki tanah itu tetapi sewenang-wenang dirampas,” ungkapnya.
Yang paling banyak diadukan adalah korporasi, pemerintah daerah termasuk di Nagekeo NTT dan Polri.
Ini menunjukkan masyarakat adat rentan menjadi korban dalam proyek pembangunan baik yang berskala nasional maupun daerah.
Munafrizal menambahkan ada 5 pola pelanggaran terhadap masyarakat adat di Indonesia.
Pertama, minimnya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat.
Kedua, konflik agraria struktural.
Ketiga, minimnya perlindungan terhadap para pembela hak-hak masyarakat adat.
Keempat, pengabaian batas teritorial.
Kelima, kecenderungan menyederhanakan hak-hak masyarakat adat pada sisi ekonomi semata.
“Dalam kaitannya dengan pembangunan infrastuktur hak masyarakat adat hanya dilihat aspek ekonomi semata, lalu diberi ganti rugi dan kompensasi Sebetuknya masyarakat adat dilihat secara lebih utuh dengan kekhasan dan keunikan, relasi sosial mereka yang unik, termasuk aspek religio magis dan spiritual,” tegas Munafrizal.
Terkait proyek Pembangunan Waduk Lambo/Bendungan Mbay sendiri, Komnas HAM juga pernah menerima pengaduan pada tahun sebelumnya dari masyarakat adat.
“Komnas HAM tak lelah-lelahnya senantiasa mendorong para pihak agar berdialog mencari jalan penyelesaian bersama,” tandasnya.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba