Maumere, Vox NTT– “Sumpah demi Allah, tidak ada niat sedikitpun untuk menghabisi korban. Semua terjadi karena saya kaget bangun dari tidur dan dalam keadaan setengah sadar. Saya menyesali perbuatan saya,” demikian pernyataan awal pembelaan terdakwa Daeng Lukman dalam sidang di PN Maumere, Senin (20/6/2022).
Lukman yang membacakan pembelaannya secara daring tersebut mengaku hidup sebatang kara di Maumere.
Ia meminta maaf kepada keluarganya karena sejak masuk ditahan dirinya tidak pernah melihat anaknya yang masih kecil. Ia juga menyebut ihwal seorang anaknya yang baru lahir.
Tidak hanya itu, dalam kesempatan tersebut Lukman juga mengungkapkan dirinya berniat memberikan santunan kepada korban.
Ketua Majelis Hakim, Nitaniel N. Ndaumanu mengejar Lukman dengan pertanyaan terkait rencana memberi santunan. Tidak ada pertanyaan lain selain itu.
“Makanya kami beri waktu, tidak akan menghapus luka yang ada tetapi hanya bentuk rasa kepedulian kamu. Makanya kita kasih kesempatan ke kamu kita tunggu sampai sidang berikutnya,” respons Nitaniel yang didampingi Mira Herawati dan Agung Satrio Wibowo selaku anggota majelis hakim persidangan kasus tersebut.
Sidang kasus ini berkaitan dengan aksi pemilik kios di Nangameting yang membacok pembelinya dengan pedang pada dini hari Minggu (6/2/2022) lalu.
Tindakan tersebut bermula dari korban, Ifanto Ubaldus Kono datang untuk mengambil kacang dan rokok yang lupa dimasukan ke dalam kantong oleh penjual.
Merasa dipermainkan si penjual, korban langsung merampas barang dimaksud dan hendak pergi. Penjual yang adalah adik terdakwa berteriak memanggil kakaknya yang kemudian datang membawa parang dan menebas korban beberapa kali di kaki dan punggung.
Bukan hanya itu, informasi yang diperoleh dari keluarga, melihat korban yang tak berdaya, pelaku malah membiarkan dan mengambil sapu lantas menyapu di pelataran kios. Saat ada warga yang bertanya, pelaku menjawab korban jatuh karena menabrak anjing.
Inilah yang membuat pihak keluarga membantah pernyataan terdakwa bahwa dirinya tidak berniat menghabisi nyawa korban dan dalam keadaan setengah sadar.
Keluarga Kecewa pada Jaksa
Pantauan VoxNtt.com sidang berlangsung singkat tidak lebih dari 10 menit.
Menurut pihak keluarga, JPU yang hadir tak lagi sama. Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Sikka menugaskan seorang jaksa wanita. Akan tetapi, pada sidang Senin (20/6/2022) kemarin, yang hadir sebagai JPU adalah Jubair yang ditemani seorang jaksa lainnya.
Sebelumnya, pada 14 Juni 2022 lalu, ibunda korban, Yosefina Marieta dalam postingannya di grup facebook Forum Peduli Rakyat Sikka mengaku kecewa pada dakwaan dan tuntutan JPU terhadap Lukman.
Keluarga mempertanyakan mengapa pihak Kejari Sikka mengganti JPU.
Jubair yang diwawancarai sesudah sidang menyatakan tidak bisa memberikan informasi.
“Minta maaf. Sesuai aturan kami, saya tidak bisa memberikan informasi kecuali diminta atau ditunjuk Pak Kajari. Jadi teman-teman bisa terlebih dahulu bertemu Pak Kajari,” terangnya.
Berdasarkan penelurusan VoxNtt.com melalui laman SIPP pada situs resmi PN Maumere, kasus dengan terdakwa Lukman diklasifikasikan sebagai perkara penganiayaan. Kasus ini terdaftar dengan No 26/Pid.B/2022/PN Mme. JPU dalam kasus tersebut adalah Priastami Anggun Puspita Dewi.
Kepada media usai sidang, Ibu korban, Yosefina Marieta mengatakan tidak puas dengan dakwaan dan tuntutan JPU.
“Tuntut 8 bulan, itu sama seperti saya punya anak punya nyawa harganya sama dengan 2 bungkus kacang dua kelinci dan satu bungkus rokok. Tolong hakim, kasi putusan yang adil,” tegasnya.
Sementara itu, kakak korban, Angki Valentinus Kono menyatakan sang adik saat ini cacat.
“Dia tidak normal lagi. Mau berlutut untuk berdo’a ke dia punya Tuhan saja tidak bisa,” teriaknya.
Terhadap niat Lukman memberikan santunan Angki menyatakan tidak bersedia menerima.
“Tidak butuh kau punya uang. Kalau tuntut 8 bulan biar kasih dia (Lukman) ke saya dan saya yang masuk penjara 8 bulan. Jadi tolong seadil-adilnya,” tantang Angki.
Perlu diketahui, sejak kejadian pada Februari lalu, baru sebulan belakangan korban hanya terbaring di tempat tidur.
Baru sebulan belakangan korban dapat berjalan. Akan tetapi, menurut keluarga, korban tidak bisa lagi jongkok dan berjalan tegak, berlari serta mengendarai motor.
Akibatnya, korban yang juga sudah yatim ini tak bisa membantu sang ibu mengurusi usaha berjualan bakso.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba