Ruteng, Vox NTT- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berencana menaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo (TNK) dengan dalil biaya konservasi.
Tidak tanggung-tanggung setiap wisatawan yang mengunjungi TNK dipungut biaya sebesar Rp3.500.000 per orang per tahun. Kebijakan ini mulai berlaku 1 Agustus 2022 mendatang.
Di balik persoalan ini, Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia mendesak DPR RI segera melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Menteri LHK dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
BACA JUGA: Harga Kontribusi Melambung dan Kapal Tenggelam
“Informasi yang kami peroleh bahwa PT Flobamor dipercayakan pemerintah untuk mengelola tiket masuk TNK dengan tarif masuk mahal,” ujar Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa, dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin (04/07/2022) malam.
Menurut Gabriel, publik tentu saja mempertanyakan kinerja dan integritas PT Flobamor yang dinilai masih jauh dari harapan.
Publik juga mempertanyakan kemampuan jajaran PT Flobamor dalam mengelola tarif masuk Taman Nasional Komodo.
BACA JUGA: Pelaku Pariwisata Desak Carolina Noge Minta Maaf, Edi Endi Diminta Tarik Pernyataan
“Fakta membuktikan bahwa usaha yang dikelola PT Flobamor merugi dan ada juga kasus yang melilit diduga kuat ada indikasi Tipikor,” tegas Gabriel.
Sebab itu, ia juga mendesak DPRD Provinsi NTT agar melakukan RDP dengan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Dinas Pariwisata NTT untuk mendapatkan penjelasan resmi terkait pengelolaan tarif masuk TNK, yang diduga dikelola oleh PT Flobamor.
“PT Flobamor diragukan publik terkait profesionalitas, integritas dan masih tersandung kasus-kasus yang sedang disorot publik NTT,” tegas Gabriel.
Gabriel juga mendesak KPK RI bekerja sama dengan BPK RI dan BPKP segera melakukan audit investigatif terkait mega proyek pariwisata premium Labuan Bajo.
Terpisah, Kadis Parekraf NTT Zet Sony Libing dalam Dialog Interaktif RRI Ende, Senin (04/7/2022) pagi, menjelaskan selama bertahun-tahun Taman Nasional Komodo dikelola oleh Pemerintah Pusat dan Negara.
Baru selama dua tahun terakhir Pemerintah Provinsi NTT ikut mengambil bagian dalam pengelolaannya. Itu pun hanya untuk Pulau Komodo dan Padar di Taman Nasional Komodo.
“Pemerintah provinsi berpendapat bahwa karena Taman Nasional komodo itu ada di NTT, dan ini adalah warisan dunia. Warisan bagi anak cucu Indonesia, anak cucu NTT, dan satu-satunya di dunia maka Pemerintah Provinsi NTT, dan seluruh rakyat NTT bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian Komodo,” terang Sony.
Dalam MoU dengan Pemerintah Pusat, kata dia, Pemprov NTT ikut melakukan konservasi, mengawasi dan mengamankan, memberdayakan ekonomi masyarakat, dan ikut dalam manajemen pengelolaan Taman Nasional Komodo.
“Ruang lingkupnya hanya pada Pulau Komodo dan Pulau Padar, serta perairan di sekitar itu. Jadi, tidak semua taman nasional, hanya di Pulau Komodo dan Pulau Padar, itu yang dikerjasamakan,” jelas Sony.
Selanjutnya, Pemerintah Provinsi NTT meminta tim ahli lingkungan dari IPB Bogor, Institut Manajemen Wiata Indonesia (Imwi) dan Undana Kupang untuk mengkaji carryng capacity, daya dukung dan daya tampung, di Pulau Komodo dan Pulau Padar.
Hasil kajian, lanjut dia, menunjukkan terjadi kerusakan lingkungan, terjadi penurunan nilai ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar, sampah berserakan di mana-mana, serta terumbuh karang terganggu.
Karena itu, perlu melakukan konservasi di dua pulau tersebut. Kemudian perlu memperhatikan ekonomi masyarakat setempat.
Hasil kajian juga merekomendasikan bahwa perlu adanya pembatasan jumlah kunjungan maksimal 219 ribu orang per tahun agar tidak menggangu nilai ekosistem.
Dalam kajian itu pula menurut Sony,, didapatkan angka biaya konservasi sebesar 3,75 juta per orang per tahun.
“Tujuannya hanya ingin memberitahukan bahwa ini (Komodo) satu-satunya di dunia dan mahal nilainya,” tegas Sony.
Penulis: Ardy Abba