Labuan Bajo, Vox NTT- Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) mulai mengelola kawasan otorita di Hutan Bowosie, Manggarai Barat (Mabar), NTT.
Pengelolaan kawasan otorita telah dimulai dengan proses pembukaan akses masuk ke kawasan tersebut.
Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina menyebut, pengembangan kawasan otorita nantinya akan berbasis ecotourism.
“Karena memang BPOLBF sedang melakukan pengembangan kawasan yang basisnya ecotourism yang ramah lingkungan dan sangat memperhatikan siklus hidrologi,” ujar Shana.
Bahwasannya kata dia, pengelolaan kawasan Hutan Bowosie telah memperhitungkan berbagai dampak yang akan terjadi.
“BPOLBF telah berkomitmen menjadikan lahan Otorita sebagai landmarc kawasan biosfer komodo,” tegasnya.
Shana mengatakan, BPOLBF tidak hanya menciptakan ruang bermain untuk manusia. Tetapi menciptakan ruang untuk bermain bagi hewan dan segala macam habitat yang ada di dalamnya.
“Menjadi komitmen BPOLBF merevitalisasi semuanya, sehingga ketika orang datang, akan kagum dan berkata oh inilah keanekaragaman hayati yang ada di Labuan Bajo dan Manggarai Barat,” jelasnya.
Shana menjelaskan, persoalan Hutan Bowosie di lahan Otorita sendiri, pihaknya pun kaget. Karena ketika meninjau lokasi secara langsung di saat melihat tapal batas, ternyata sebagian besar sudah tidak ada hutannya.
“Sehingga kami juga rada bingung yang disampaikan hutan itu yang mana. Orang-orang mungkin bertanya, kalau begitu badan otorita mengamini dong memanfaatkan hutan? Ya apa bedanya? Tentu tidak seperti itu,” ujar Shana.
Shana mengatakan, konteks lahan otorita, hanya memanfaatkan 17 % dari total luas lahan yang diberikan KLHK. Sehingga sisanya akan meremajakan kembali hutan tersebut.
BPOLBF, jelasnya, memiliki program penanaman bambu. Bambu sendiri kata dia, adalah sebuah potensi ekonomi yang sangat potensial untuk dimanfaatkan.
Shana menyebut, Flores merupakan pulau yang potensial dengan bambu, akan tetapi tidak cukup banyak resort yang mengelola itu.
“Ruang-ruang kosong ini juga akan menjadi integrasi showcase-nya bambu-bambu yang ada di Manggarai Barat, Flores dan NTT seluruhnya,” jelasnya .
Terkait mata air di kawasan itu, Shana menyebut Hutan Bowosie memiliki luas sebesar 22 ribu hektar lebih.
Dalam konteks cadangan air tanah dan tangkapan air hujan kata dia, semua pihak bisa melihat lokasi lahan otorita di Bowosie berada posisi mana.
“Nah, untuk posisi lahan Otorita sendiri berada daerah distraksi atau tempat airnya keluar. Bukan tempat air itu ditangkap. Sementara untuk penangkapan air itu berada di kawasan keliling sana dan namanya masih hutan Bowosie,” ujarnya.
Dirinya meminta untuk semua pihak agar perlu melihat, jalur air itu berada di sebelah mana.
“Sehingga ketika kita mengkonservasi misalkan pembalakan liar itu berada di daerah tangkapan air baru akan menyebabkan air tidak bisa mengalir dan siklus hidrologi akan terganggu air tidak akan keluar. Begitupun sebaliknya,” jelasnya.
Untuk hal ini kata dia, yang akan dilakukan di sini antara lain tidak akan menggunakan air tanah yang ada di Lahan Otorita, tapi mengunakan air yang terkoneksi dengan SPAM perkotaan yang sudah didesain oleh Kementerian PUPR.
“Artinya lokasi yang akan kita bangun ini tidak menggunakan air tanahnya tetapi kita menggunakan air SPAM perpipaan di perkotaan,” tegasnya.
Selain itu kata dia, pihaknya akan menggunakan sistem daur ulang air. Untuk air yang sudah terpakai kata di, akan digunakan lagi untuk penyiraman tanaman dan segala macamnya.
“Dan titik-titik yang memungkinkan untuk penampungan air hujan kita akan maksimalkan,” jelasnya.
Shana menegaskan kembali bahwa pihaknya akan meremajakan kembali ekosistem yang ada agar keanekaragaman hayati dan cagar biosfer Komodo dimunculkan kembali.
“Pertanyaannya adalah, misalkan saat ini burungnya ada 10, bisa nggak jadikan 100? Bisa dong. Gimana caranya? Kita ciptakan habitatnya. Itu yang saya sampaikan bahwa kita meremajakan kembali ekosistem yang ada, sehingga keanekaragaman hayati dan cagar biosfer komodo dimunculkan kembali,” tegas Shana.
Shana mneyebut, hal ini menjadi tantangan bagi BPOLBF untuk pengembangan kawasan lahan Otorita ini.
“kita lihat alam ini sangat cerdas, dia bisa pulih. Sehingga kehadiran kami untuk mempercepat pemulihan tersebut. Sehingga dengan menjaga hutan di situlah kelestarian kembali dan akhirnya orang bisa melihat Labuan Bajo yang seratus tahun lalu dan kembali ke hari ini akan tetap sama,” tambahnya.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba