Bertaut
Pijakan kakiku semakin kokoh menancap
Saat sesekali mataku membelalak menyaksikan lekukan kecil mengembang
Terukir di bibirmu yah
Langkahku semakin tegap saat sesekali kupingku mendengar suara lantang penuh harap darimu untukku
Seperti bertaut..
Dari peraduan kumal kau membuatku belajar
Cita-cita dan harap harus diasah dengan batu kumal
Hingga suatu saat menjadi kuat
Darimu aku belajar karang yang kokoh tercipta dari hempasan ombak yang beberapa menerpa mengenai tubuhnya
Kau tak meminta sesuatu kembali
Dari segala yang kau beri
Hanya citaku
Cukup citaku
Senantiasa
Kau pun tahu aku berdiri di sini pun karenamu
Bukan karena dia ataupun mereka
Melainkan cintamu senantiasa
Menggugat Pulang
Guidella Arisona
Ribuan purna sudah tak jumpa jua
Tak jua bersenda gurau
Walau lewat suara juga coretan pena
Pantas saja lupa
Barangkali karena tak lagi sama
Tak lagi sedekat nadi
Atau mungkin
Tak lagi sehangat mentari yang menyapa pagi
Seumpama barisan kata sudi menguar dari lidah keluhmu
Pasti aku takakan terbelenggu sepi
Saat kening begitu piluh
Menembus relung yang terkurung sunyi
Aku terlalu rapuh untuk mengingat-ingat
Tak terlalu pandai mengurai kisah itu
kisah yang kau sebut lama
Luka nampaknya terlalu pandai memporak-porandakan lupa tanpa pamit pula
Seperti begitu lihai
Tameng lara yang kau cipta terlalu menjulang
Tak terlewati meski telahku terobos beberapa kali
Luka kini telah kukubur bersama lupa
Hanyut dalam arus pasrah
Merelakan adalah wujud nyata menggugat pulang
Menolak tuk kembali bercengkrama
Gugur Rasa
Tintaku masih ingin kupakai
Sekali lagi
Belum usai
Ceritaku belum usai
Meski kerapkali tanganmu dengan lihainya menarik paksa
Kita hanya sebatas angan
Meski lidah dustamu
Beberapa kali melumat, mengucap kata Mesra
Ketahuilah rasaku telah gugur
Balada anganku telah mati
Rasaku tak ingin lagi kupakai
Kali ini logikaku
Yah, kuyakin logikaku lebih lihai dalam hal menerka