Jakarta, Vox NTT- Energi merupakan komoditas strategis dan menjadi kepentingan semua negara di dunia.
Peranan energi sangat penting bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, optimal, dan terpadu.
Salah satu sumber energy yang penting dikembangkan adalah Energy Baru dan Terbarukan (EBT). Di level makro transisi energi dari fosil ke EBT erat berkaitan dengan situasi perubahan iklim global, penurunan produksi minyak nasional dan dunia, ketergantungan impor BBM dan beban fiskal akibat susdisi.
Hal tersebut diungkapkan Aldo Bole, Ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana NTT-Jakarta dalam sambutannya pada Seminar Nasional bertajuk urgensi pengembangan EBT di NTT di Aula Universitas Brobudur, Kamis (20/10).
“Kita ketahui cadangan sumber daya energi fosil terbatas, kita ketergantungan impor BBM dan beban fiskal karena subsidi juga krisis iklim yang semakin meluas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin. Selaras dengan komitmen Paris Agreement dimana 2030 ditargetkan terjadi penurunan CO2 sebesar 29%, maka Indonesia harus segera melakukan transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT),” jelas Aldo.
Sementara di level mikro, transisi energi penting dioptimalkan agar terjadinya kedaulatan energi. Pengembangan energi baru dan terbarukan di NTT menjadi penting, mengingat NTT memiliki sumber daya energi terbarukan yang cukup banyak.
“Salah satau persoalan serius di Indonesia, khususnya NTT di sektor energi adalah soal kedaulatan energi. Pasokan energi di NTT sangat tergantung dengan suplay dari daerah lain,” terangnya.
Pengembangan EBT seperti Geothermal di NTT tentu tidak terlepas dari berbagai persoalan, misalnya masalah di sektor lingkungan hidup, hak ulayat, kesehatan, sosial kemasyarakat bahkan kemanusiaan. Menyikapi hal ini, Aldo meminta kepada kementerian ESDM dan pihak pengembang agar tidak menghindari persoalan tersebut.
“Masalah sosial, kemanusian, lingkungan selalu muncul dari proyek-proyek Geothermal di NTT. Ini harus dijawabi dan jangan menghindar. Kementerian ESDM dan pihak pengembang harus betul-betul serius mengurus hal ini. Jangan membuat masyarakat menjadi asing di tanahnya sendiri,” tutup Aldo.
UU EBT Mendesak Disahkan
Sahat Simangunsong, Koordinator Investasi dan Kerjasama Panas Bumi Kemterian ESDM dalam materinya menyoroti akses energi ke semua lapisan berdasarkan asas keadilan sosial.
“Tantangan terbesar adalah memberikan akses energi kepada semua lapisan masyarakat dengan harga terjangkau sesuai sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” jelas Sahat.
Karena itu, ia berharap pengembangan EBET oleh pemerintah dan DPR RI diharapkan dapat segera menetapkan UU EBET sesuai rencana tahun 2022 ini.
Jika dilihat tren global, diharapkan pengembangan EBET akan semakin murah dari sisi teknologi dan keekonomian. Kami harapkan pemerintah dan DPR RI segera mensahkan RUU EBET menjadi UU sehingga dapat jadi payung hukum pengembangan EBET secara berkelanjutan dan bermanfaat bagi peningkatan pelayanan publik sektor energi khususnya di sektor kelistrikan,” pungkas Sahat.
Dirinya juga berharap agar energy terbarukan di NTT menjadi sumber energy utama. Tak hanya itu ia juga meminta kolaborasi dan pengawasan dari berbagai pihak agar pengembangan energi terbarukan ini bisa berjalan dengan baik.
“Saya pikir kegiatan ini sangat bagus untuk kita sama-sama belajar dan mengelola dengan baik potensi EBT yang ada di Indonesia, khususnya di NTT. Mengingat energi fosil semakin habis dan makin mahal, maka kita harus mencari energi alternatif,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan oleh Idham Purnama selaku Vice President & HSSE. Ia meminta agar masyarakat tetap terlibat aktif dalam proyek-proyek pengebangan EBT di NTT.
“Tentu kami butuh dukungan dari masyarakat. Persoalan-persoalan yang terjadi selama ini kami tidak menutup mata. Kami akan terus berbenah dan mencari jalan keluar yang baik tanpa merugikan siapapun,” ucapnya.
Ia juga menambahkan, dalam tahapan eksplorasi tentu akan ada berbagai tahapan yang harus dilewati, seperti sosialisasi, edukasi, jawaban dan penyampaikan lembar fakta kunjungan ke lapangan dilakukan.
Proteksi
Ferdy Hasiman, Pengamat Pertambangan yang juga merupakan narasumber dalam seminar tersebut meminta kepada kemnterian ESDM dan pihak pengembang agar pengelolaan EBT seperti panas bumi dilakukan dengan kaidah yang tepat.
“Dengan menjaga pengelolaan panas bumi sesuai dengan kaidah teknis yang baik dan benar, dipastikan bahwa energi panas bumi paling ramah terhadap lingkungan. Tidak ada dampak negatifnya dan berpengaruh terhadap alam dan lainnya,” ungkapnya.
Ferdy menyarankan harus dilakukan kajian yang tepat terhadap potensi. Pemanfaatannya pun harus tepat setelah melaksanakan sosialisasi secara baik kepada masyarakat agar memiliki pemahaman yang benar terhadap panas bumi.
“Terbatasnya informasi yang tepat bisa menimbulkan kekeliruan persepsi yang berdampak negatif. Selain itu pemerintah harus menyiapkan skema yang tepat agar masyarakat menjadi bagian dalam pembangunan yang ada. Jangan masyarakat disingkirkan,” pungkasnya.
Kegiatan ini diikuti oleh ratusan mahasiswa se-DKI Jakarta dan diakhiri dengan penyerahan cinderamata kepada para narasumber oleh perwakilan pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana NTT-Jakarta. [VoN]