Labuan Bajo, Vox NTT- PT Flobamor melibatkan 30 warga Kampung Komodo dan Papagarang yang akan bekerja sebagai Naturalist Guide di sejumlah destinasi wisata seperti Pulau Padar dan Loh Liang di Pulau Komodo.
Hal itu dilakukan untuk mendukung keberlangsungan program konservasi di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo.
Sebelum diturunkan di lapangan, ke-30 Naturalist Guide ini mendapatkan sejumlah pelatihan, baik dari anggota BTNK maupun tenaga profesional dari Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Selama mengikuti pelatihan, 30 peserta diberikan materi terkait pengenalan kawasan, konservasi dan keramahtamahan (hospitality).
Koordinator TWNC Saptono yang menjadi salah seorang mentor dalam pelatihan menyebutkan, sebelum turun bekerja, 30 Naturalist Guide telah dibekali sejumlah pengetahuan dasar mulai dari wawasan kebangsaan, konservasi hingga kemampuan membaca peta dan hospitality.
“Ada beberapa materi yang kami ajarkan di antara lain Wasbang (Wawasan Kebangsaan), konservasi, tugas-tugas Naturalist Guide, pengenalan satwa, monitoring, monitoring lingkungan, pembacaan peta, patroli darat, penggunaan peralatan navigasi darat (GPS dan Kompas). Dan kita ajarkan juga tentang public speaking. Jadi mereka tahu tata cara, sikap badan, tata krama kita untuk layani tamu dan lain lain, minimal Naturalist Guide yang berwawasan konservasi,” sebut Saptono.
Adapun materi Wawasan Kebangsaan yang diajarkan yakni mulai dari pengetahuan akan kepedulian lingkungan hingga pengetahuan tentang satwa Komodo beserta habitatnya, termasuk budaya serta kearifan lokal yang layak disampaikan kepada wisatawan.
“Minimal kalau untuk sejarah, untuk seorang naturalist guide itu minimal harus tahu wilayah wilayah setempat, sejarah – sejarahnya. Saya sebagai mentornya kan untuk sejarah Komodo sendiri kurang paham, tapi kita kasih tahu tolong gali tolong gali masalah tentang sejarah karena itu budaya lokal, kearifan lokal seperti apa itu yang kamu tonjolkan,” imbuhnya.
Saptono menjelaskan, salah satu materi yang turut diberikan pada saat pelatihan yakni pengetahuan dasar saat melaksanakan patroli laut. Selain diajarkan kemampuan untuk membaca peta dan koordinat, peserta pelatihan juga diajarkan pola pendekatan saat menghadapi sebuah masalah.
“Kami mengajarkan strategi patroli laut itu kan ada 3, preventif, persuasif dan represif. Preventif minimal kita kasih tahu kepada kawan-kawan kita tolong nih jangan (perburuan liar) saya sudah ada didalamnya kalau ketangkap saya nggak enak, tapi kalau kamu melanggar kamu dilaporkan ke pihak berwenang. Jadi itu model-model preventif melalui tahapan seperti itu,” ungkapnya.
Saptono yang juga merupakan pensiunan pegawai kehutanan di Pulau Sumatera ini turut membagikan pengetahuannya terkait hal yang diperlukan saat melakukan patroli hutan. Di antaranya kecakapan melaporkan titik koordinat serta pertolongan pertama bagi wisatawan.
“Iya saya konsen di masalah hutan. Pensiun dari Polhut bulan April lalu. Materi Polhut yang saya berikan di antaranya patroli, strateginya seperti apa saja, membaca peta kawasan, seperti apa cara membaca petanya. Misalnya laporan koordinatnya bagaimana biar cepat dan disini juga diajarin pertolongan pertama pada gawat darurat,” tutur Saptono.
“Misalnya dalam kasus pingsan, SOP pertama adalah dibawa ke tempat teduh, baju yang rapat harus dilonggarkan. Pingsan umumnya karena kekurangan oksigen, itu harus jangan sampe ketutup, biarkan udara masuk atau minimal dikipas,” sambungnya.
Para peserta juga, sebut Saptono, mendapatkan pelatihan dasar-dasar menyelam serta materi penyelamatan di saat situasi genting dan membahayakan.
“Kita ajarin mereka untuk dasar-dasar menyelam walaupun hanya kedalam 5-10 meter. Ada instruktur selam juga. Kami sendiri tambahkan juga vertikal rescue. Ajarin kegunaan dari setiap alat-alat panjatnya. Intinya untuk penyelamatan di saat saat genting. Kita tidak menutup kemungkinan untuk hal – hal seperti itu tapi karena kami pandang itu penting makanya kami ajarkan,” tuturnya.
Saptono berharap, 30 peserta ini saat mulai bertugas menjadi seorang Naturalist Guide mampu menjadi pelopor bagi warga lainnya, lebih khusus dalam upaya kepedulian akan menjaga kebersihan dan kelestarian Taman Nasional Komodo.
“Mereka ini kan warga Kampung Komodo yang berada dalam kawasan. Harapan saya kepada para peserta bisa ngajak keluarga besarnya di Kampung Komodo untuk peduli terhadap Taman Nasional. Peduli dengan lingkungan seperti sampah dan lain – lain itu bisa ditangani karena Komodo sendiri itu kan aset wisata ya, minimal kalau rapi kan wisatawan bisa betah,” tutup Saptono.
Keterlibatan 30 warga masyarakat ini merupakan salah satu program pemberdayaan bagi masyarakat yang menjadi salah satu kewajiban dari PT Flobamor selaku mitra pengelola Kawasan Taman Nasional Komodo bersama Balai Taman Nasional Komodo.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba