Kupang, Vox NTT- Pada tanggal 23 dan 24 April 2022 lalu, 10th Record Store Day (RSD) Indonesia 2022 tuntas diselenggarakan di L2 Kuningan City Mall, Jakarta.
Bukan hanya di Jakarta, RSD juga digelar di Bali, Jogja, Bogor, Sumedang, Kalimantan, Semarang, Lombok, Jambi, Cirebon dan juga Makassar di waktu yang hampir bersamaan, bahkan juga di seluruh dunia! Ini nih, perhelatan yang ditunggu-tunggu oleh pecinta rilisan fisik.
Selain utamanya menjual rilisan fisik eksklusif seperti kaset pita, cakram padat (CD), vinyl atau plat dari ratusan toko rekaman, ada juga penampilan band, DJ, Talkshow, Zine dan perilisan single atau album band-band lokal. Bahkan di RSD Semarang, ada servis Walkman on the spot, loh! Keren, kan?
Ide tentang RSD sendiri pertama kali dicetuskan di Amerika Serikat pada 2007 oleh para pemilik serta pekerja toko rekaman independen, berangkat dari intensi untuk menjaga budaya unik rilisan fisik dan membuka pasar yang lebih luas juga jejaring yang kuat dari toko-toko rekaman independen –dan bukan corporate behemoth (perusahaan musik besar).
Setahun kemudian, RSD pertama dihelat dan lalu ‘menular’ ke seluruh dunia hingga hari ini. Namun, kira-kira kenapa yah di era digital seperti sekarang ini, dimana musik bisa didengarkan dan diunduh kapanpun-di manapun secara daring, rilisan fisik justru digemari?
Pertama, selain menjadi koleksi, rilisan fisik bisa dijual kembali. Yes! Itu karena rilisan fisik biasanya diproduksi dengan jumlah terbatas, sehingga membuatnya menjadi eksklusif. Nah, rilisan yang ekslusif ini semakin hari menjadi semakin mahal loh, apalagi jika semakin susah mendapatkannya. Soal distribusi rilisan fisik melalui website resmi Record Store Day internasional, ada 3 kategori: Exclusive, RSD First dan Small atau Limited Run/ Regional Focus Titles.
Jika dalam Exclusive rilisan fisik hanya dijual di toko-toko rekaman independen pada perhelatan RSD, RSD First berarti ada kemungkinan rilisan fisik juga dijual melalui webstore atau marketplace di kemudian hari, tentunya setelah perhelatan RSD berakhir. Sementara itu, Small atau Limited Run/ Regional Focus Titles merujuk pada rilisan langka atau dalam jumlah terbatas yang hanya dijual di wilayah atau toko rekaman independen tertentu.
Pada RSD Black Friday 2022 misalnya, ada 11 nomor Limited Run dari total 171 rilisan fisik, diantaranya adalah album Old Wave dari Ringo Starr –(ex) drummer The Beatles, kini solo karir– yang dirilis dalam bentuk CD oleh Culture Factory USA.
Kedua, beli satu, dapat banyak. Selain mendapatkan rilisan fisik, membeli CD misalnya, berarti sekaligus mendapatkan format digital dari rilisan. Juga, agar lebih menarik pembeli, kadang rilisan juga disertai dengan bundle seperti boxset yang isinya macam-macam: sticker, t-shirt, totebag, poster, photobook, lirik dan lain-lain yang tentu saja ekslusif.
Band NTRL, melalui Beli Album Fisik (belialbumfisik.com) –sebuah e-commerce website– merilis album 25 Tahun Berkarya (XXV) dalam boxset berisi 1 keping CD bermuatan 26 lagu; 1 keping DVD berisi film dokumenter XXV; 1 buah t-shirt XXV NTRL juga sertifikat kepemilikan boxset.
Selain NTRL, ada Didi Kempot yang merilis lagu-lagu terbaiknya dalam boxset berjudul Sadbox Boxset, berisi notebook spiral isi 6 VCD dan 1 CD, kartu member Beli Album Fisik edisi Didi Kempot, t-shirt eksklusif, ikat kepala hitam dengan sentuhan artwork Didi Kempot juga sertifikat kepemilikan. Wah, bisa jadi koleksi juga nih!
Ketiga, selain dirasa memiliki kualitas suara yang lebih baik, mendengarkan lagu dari rilisan fisik dianggap merupakan sebuah ‘ritual’; memasang rilisan pada player, membersihkan dan merawat juga menyusun serta mengorganisasikan rilisan pada rak membuat kegiatan mendengarkan musik menjadi kian bermakna atau yang The Manual sebut dengan “… music as the activity, not as the backdrop.” (John, 4 Januari, 2022).
Atlas Records dalam sebuah interview berjudul Record Store Day Indonesia 2022 (Interview) Kuningan City Jakarta yang diunggah ke youtubepada 6 Mei 2022, menayangkan sejumlah alasan mengoleksi rilisan fisik dari para pengunjung Record Store Day Indonesia, tahun 2022. Seorang pengunjung mengungkapkan bahwa selain mendengarkan lagu, membaca lirik, liner notes (thanks-to) dari sebuah karya adalah hal menyenangkan yang membuat ia tetap membeli rilisan fisik. Hal ini senada dengan Charlie Randall, CEO dari McIntosh Lab, dalam wawancara dengan The Manual yang menyebut aktivitas tersebut, romantis:
“… there is something romantic about records, something satisfying about opening the album jacket, seeing the fantastic artwork and studying the liner notes while listening to the album.”(John, 4 Januari, 2022).
Di Kota Kupang sendiri, rilisan fisik juga digemari; Harce Bengu salah satunya. Bagi Harce, membeli rilisan fisik adalah cara ia menghargai suatu karya. Harce sendiri mengoleksi banyak CD; diantaranya Incubus, Radiohead, Linkin Park, Slank juga Hindia. Lain dengan Harce, 200 lebih koleksi Joseph Takake adalah kaset pita.
Joseph mulai membeli kaset pita karena kesukaannya mendengarkan lagu.Bagi Joseph, mendengarkan kaset pita pada playermenyelipkan keseruan-keseruan, salah satunya adalah karenacassetteplayer tidak memiliki fitur untuk melompati atau memilih lagu mana yang akan didengarkan lebih dulu.Koleksi kaset pita yang belakangan ini sering ia dengarkan adalah Margie Segers, Ermy Kullit, Ten2Five, Bee Gees, Rod Stewart, Pesta Rap dan Sheila on 7.
Selain Harce dan Joseph, ada Tarwis Lifani Haning atau SHAGAH,seorang musisi ambient-post-rock dari Kota Kupang. Menurutnya, sebagai penikmat musik, memiliki format fisik dari suatu rilisan membuat ia merasa terlibat secara emosional; ada perasaan memiliki juga kedekatan yang lebih. Tambahnya, rilisan fisik adalah representasi dari musisi; memilikinya seperti menghadirkan musisi itu sendiri.
Koleksi yang dimiliki Tarwis berupa kaset pita, CD juga vinyl; ada Afternoonsay dalam kaset pita, Gardika Gigih Pradipta, Asteriska, Seringai, Barasuara, Lightspace, Tesla Manaf masing-masing dalam CD, juga vinyl dari Lupin The Third ’71 ME Tracks by Takeo Yamashita, dll. Sebagai musisi, kira-kira perasaan itulah yang mendorong Tarwis untuk merilis karya-karyanya dalam bentuk fisik.
Terbaru, sebuah mini album berjudul Hit Hanak: Suara Kami –berisi 5 lagu– yang tengah ia kerjakan bersama dengan Tim Jelajah Nada Timor, akan dirilis dalam bentuk CD secara terbatas. Jelajah Nada Timor sendiri adalah perjalanan merekam syair-syair tradisional di 5 desa di Pulau Timor yang selanjutnya akan digubah ke dalam musik ambient-post-rock oleh Tarwisyang akan segera dirilis di Januari 2023 ini.
Nah, dari berbagai alasan untuk memiliki rilisan fisik di atas, kira-kira mana nih yang kalian banget? Oh, atau justru baru kepikiran untuk membeli CD, mengunjungi toko kaset di pusat kota atau hunting vinyl setelah membaca ini? Belum terlambat, kok. Jadi, kapannih, Kupang bikin Record Store Day (RSD)?. [*]