Jakarta, Vox NTT- Tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun memantik perdebatan.
Pemerhati politik lokal, Astra Tandang menilai tuntutan para kades tersebut berlebihan dan merusak konsolidasi demokrasi di tingkat lokal desa.
“Wacana perubahan masa jabatan kades boleh-boleh saja dikaji. Namun, tuntutan dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periodesasi itu berlebihan,” ucap Astra dalam keterangan tertulis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (25/01/2023).
Menurut Astra, dengan berbagai persoalan yang ada di desa selama ini, para kades mestinya harus berbenah diri.
Apalagi, kata dia, tansparansi anggaran di desa selama ini selalu menjadi masalah. Per September 2022 saja, misalnya, KPK mencatat 686 kades yang terjerat korupsi.
“Ini bisa saja bertambah jika jabatan diperpanjang karena peluang abuse of power (penyalahgunaan wewenang) itu tinggi,” ujarnya.
Ketakutan lain menurut Astra, tuntutan perpanjangan masa jabatan para kades jelang Pemilu 2024 ini akan bias dengan kepentingan tertentu.
“Perbincangan masa jabatan ini berharap tidak bias untuk kepentingan tertentu. Baik untuk membangun jaringan oligarki di tingkat lokal atau menguras Dana Desa untuk membiayai pemilu,” terang Astra.
Ketakutan Astra cukup beralasan, karena menurutnya, pilkades sekarang ini dipaksa masuk ke rezim pemilu yang sayarat dengan money politics dan kuasa partai politik.
Menyikapi wacana ini, Astra mengusulkan dua opsi. Pertama, jabatan kades cukup satu periode selama 6-7 tahun. Kedua, masa jabatan tetap 6 tahun dan boleh dipilih berkali-kali, namun tidak boleh berturut-turut.
Pertimbangan dua opsi ini, ujar Astra, terkait dengan manajemen penyelengaraan pemerintah desa dan efektivitas pemerintah desa. Jika pemilihan kades diikuti incumbent, ujar dia, berpotensi terjadi penyelewengan kekuasaan yang menggunakan instrumen pemerintahan desa untuk memuluskan langkah terpilih kembali.
“Terkait efektivitas pemerintah desa kalau seperti sekarang tidak efektif. Di awal pemerintahan itu masih sibuk ngurus bongkar pasang aparat desa. Lalu dua tahun menjelang berakhir, sudah sibuk untuk nyalon lagi sehingga tidak fokus untuk kerja. Jadi lebih baik tidak ada incumbent,” tutup pria kelahiran Manggarai Timur, NTT itu.
Penulis: Ardy Abba