Oleh: Maria Baptista Clarista
Kehadiran sosial media di tengah masyarakat saat ini menjadi fenomena tersendiri. Penggunaan sosial media dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, mengekspresikan ide maupun kreativitas seseorang tanpa ada batasan jarak dan waktu.
Pengguna menjadikan sosial media sebagai salah satu cara berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Berbicara tentang sosial media pasti tidak terlepas dari bahasa yang digunakan oleh pengguna sosial media tersebut.
Bahasa digunakan untuk mengekspresikan diri atau mengungkapkan perasaan, serta bahasa juga digunakan sebagai alat komunikasi dan beradaptasi sosial.
Pemakaian bahasa dalam sosial media akhir-akhir ini sedikit menarik perhatian. Hal ini dikarenakan munculnya berbagai ragam bahasa, seperti bahasa formal, informal, bahasa baku dan tidak baku, sampai bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sedikit tergeser oleh munculnya ragam bahasa baru seperti bahasa gaul maupun bahasa asing.
Pemakaian bahasa di sosial media lambat laun mengubah cara seseorang berbahasa dan berkomunikasi dengan orang lain.
Ragam bahasa dalam sosial media memberikan dampak kepada penggunanya dalm hal berkomunikasi dengan mengenal bentuk bahasa baru sebagai media komunikasi modern.
Bahasa gaul merupakan salah satu bahasa yang sering digunakan dalam sosial media, khususnya yang sering digunakan oleh para remaja.
Seperti penggunaan bahasa Indonesia yang sedikit dicampuri dengan bahasa asing. Penggunaan bahasa tersebut mulai mengancam rusaknya bahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dampaknya pada kalangan remaja.
Para remaja saat ini kurang mengenal bahasa baku, sehingga banyak yang tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Banyak dari kalangan remaja juga yang tidak lagi menggunakan ejaan yang disempurnakan. Para remaja saat ini kebanyakan menganggap remeh pengunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta tidak ingin mempelajarinya.
Ketidakbakuan penggunaan bahasa Indonesia disebabkan oleh teknologi itu sendiri, yang dipengaruhi oleh budaya, bahasa daerah serta serapan bahasa di sosial media dari bahasa asing.
Para pengguna sosial media saat ini lebih tertarik dengan penggunaan bahasa gaul yang sering digunakan dalam sosial media.
Seperti penggunaan singkatan kata yang tidak baku atau standar yang sering digunakan saat berinteraksi melalui sosial media seperti kata gw yang merujuk pada kata “saya” atau “aku, lalu penggunaan singkatan bahasa Inggris seperti btw, cmiiw dan masih banyak lagi.
Keterbatasan karakter untuk pesan teks yang disampaikan atau digunakan berdampak pada bahasa yang digunakan.
Keterbatasan tersebut membuat penulisan pesan teks harus disingkat agar sesuai dengan jumlah karakter pesan dalam tiap sosial media.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab ketidaksesuaian terhadap kaidah bahasa yang telah ditentukan.
Hampir setiap warung kopi kita lihat kekuatan sugestif game ini menggerogoti remaja-remaja penggila game online.
Mobile Legend ini juga mampu berpenetrasi kekehidupan setiap pemainnya. Dan mulai mengubah perilaku serta kebiasaan.
Semisal bicara sendiri, acuh terhadap apapun, lupa waktu, marah tak karuan sendiri, bahkan melontarkan kata-kata makian yang bernuansa tabu.
Padahal, masih banyak hal bermanfaat yang dapat mereka lakukan dari pada ikut tersengat arus game virtual ini. Inilah hipnotis yang saya maksud.
Tak ada sedikit pun maksud menghina atau mengkritik game berjuluk ML atau Moba ini. Lebih kepada perubahan sikap teman-teman saya yang lupa akan segala hal bersebab virus Moba tersebut sampai-sampai mengesampingkan akal sehat setiap penikmatnya.
Paragraf pada contoh tulisan di atas (yang saya salin dari steemit seseorang) masih jauh dari teori atau kaidah bahasa Indonesia. Ejaan, diksi, kalimat, dan penalaran paragraph tersebut banyak yang salah, khususnya pada paragraph awal tulisan tersebut.
Kosakata atau diksi atau pembentukan kata, struktur kalimat, dan pengembangan paragrafnya, belum sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa pada sosial media sangat berdampak buruk bagi generasi sekarang. Karena jika mereka tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baku, mereka akan kesulitan dalam berbagai kegiatan yang mengharuskan seseorang berbahasa Indonesia yang baik dan benar, seperti saat wawancara pekerjaan, membuat surat resmi, atau saat pembicaraan resmi lainnya.
Karena kebiasaan para pengguna sosial media dalam menggunakan ragam bahasa yang ada di sosial media, tidak jarang dijumpai beberapa orang yang gagal dalam tahap wawancara pekerjaan yang gagal karena penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai kaidah saat wawancara.
Pengaruh bahasa dalam sosial media membuat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar saat ini terlihat aneh. Saat seseorang menggunakan bahasa yang sesuai kaidah bahasa Indonesia dalam bersosial media pasti akan dianggap aneh, lucu bahkan dianggap ketinggalan zaman.
Karena pola pikir inilah bahasa Indonesia terancam punah atau rusak. Oleh karena itu pemahaman terkait penggunaan bahasa indonesia yang sesuai dengan kaidah yang disempurnakan sangat dibutuhkan agar nilai-nilai bahasa nasional tidak luntur dimata masyarakat.
Di mana peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mensosialisasikan kembali penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Selain peran pemerintah, perlu adanya kesadaran diri mengenai pemahaman penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sebagai pengguna sosial media yang baik dan bijak, seharusnya kita sebagai anak muda bisa lebih peduli dengan ancaman kerusakan bahasa Indonesia ini.
Menggunakan bahasa gaul boleh saja, tetapi tetap melihat kaidah bahasa Indonesia yang baik, karena penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat berpengaruh dalam kehidupan kita.
Walaupun tidak ada aturan baku tentang penggunaan bahasa pada media sosial, tetapi dalam bermedia sosial kita bisa menggunakan bahasa baku atau bahasa formal sebagai salah satu bentuk kepedulian kita dalam pemertahanan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia wajib dilestarikan sebagai bahasa pemersatu bangsa. Jangan sampai terjadi penyalahgunaan media sosial sehingga dapat menimbulkan kebencian, perpecahan, mengadudombakan, serta menghina.
Penulis adalah siswi SMAK Seminari Labuan Bajo