Sejak pekan lalu, dua video dalam sebuah chanel YouTube beredar di berbagai grup WhatsApp.
Setidaknya, dua video itu memantik rasa dahaga informasi yang cukup tinggi.
Apalagi, dua video itu berbicara soal pendidikan dan salah satunya adalah usaha untuk membantu pengembangan dunia pendidikan.
Pada video pertama, sebanyak 300 siswa SDK di Halilulik, Kecamatan Tasifeto Barat, mendapat bantuan PIP (Program Indonesia Pintar).
Kepala Sekolah SDK Halilulik Fransiskus Manek menyampaikan terima kasih kepada Anggota DPRD Belu Nini Wendelina Atok atas perjuangannya sehinga anak-anak siswa mendapatkan bantuan PIP.
“Terima kasih banyak buat ibu Nini atas perjuangannya anak-anak kami sudah mendapatkan bantuan PIP ini,” demikian ucapan, Kepsek Fransiskus.
Program ini sebetulnya adalah milik Kementerian Pendidikan di Jakarta yang dalam implementasinya membantu anak-anak sekolah untuk mendapatkan bantuan berupa alat tulis, juga dengan dana tabungan.
Pada video yang kedua, Rektor Universitas Muhamadyah Kupang, Dr. Zainur Wula, S.Pd., M.Si bersama beberapa staf melakukan sosialisasi kepada Siswa/i SMAN 1 Tasifeto Barat terkait Program Kuliah Gratis.
Dua video ini menarik minat saya untuk mencari informasi lebih akurat dan detail soal tangan siapa yang memainkan fungsi kekuatan jaringan di baliknya.
Angkat Topi
Adalah Wendelina Nini Atok, salah satu anggota DPRD Kabupaten Belu yang merupakan inisiator agar dua hal yang terjadi itu, juga menjangkau hingga ke Kabupaten Belu, daerah yang berbatasan dengan Negara Timor Leste.
Beberapa hari lalu, dalam sebuah diskusi kecil di Penfui Kupang, Nini demikian dia biasa disapa, bercerita soal kerja nyata dirinya untuk membantu peningkatan sumber daya pendidikan di Kabupaten Belu. Uniknya, ia menyebut hanya bermodal semangat.
Perempuan muda yang menjadi anggota DPRD di usia 24 tahun itu, sebetulnya tidak banyak dikenal oleh banyak orang.
Padahal, dalam urusan tugas dan fungsi sebagai DPR, Nini bekerja tanpa tedeng aling.
Ia menjangkau hal hal yang tidak pernah dilakukan politisi senior lain.
Dia bercerita, untuk membawa bantuan PIP ke Belu, harus pulang pergi ke Jakarta dan membangun jaringan dengan orang di Kementerian Pendidikan.
Meski hanya bermodal semangat dan juga doa kecil, harapan itu tidak sia-sia. Beberapa bulan kemudian, bantuan PIP datang ke Belu.
Usaha itu tanpa melalui siapapun. Dia pergi dengan segumpal harapan di kepala, agar bantuan yang selama ini tidak menjangkau ke Belu, bisa diakses oleh anak-anak sekolah dasar di Dapilnya.
Pada usaha yang kedua, Nini nekad pergi ke Universitas Muhamadyah Kupang, bertemu Rektor dan bertanya soal peluang kuliah gratis.
Usaha ini tidak sia-sia, sepekan kemudian, Rektor Muhamadyah pergi ke Tasifeto, Belu untuk melakukan sosialisasi kuliah secara gratis.
Sambutan orangtua dan juga siswa malah membuat semangat Nini semakin membara.
The Power of Network
Dalam sebuah pemahanan ilmu sosial, jaringan sosial didefinisikan ke dalam bentuk modal sosial oleh beberapa ahli.
Modal sosial oleh Bourdieu didefinisikan sebagai sumber daya aktual yang potensial dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (keanggotaan dalam kelompok sosial).
Modal sosial memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif, termasuk di dalamnya pelembagaan jaringan sosial juga menjadi penentu tindakan sosial dari aktor.
Sedangkan Coleman, mendefinisikan modal sosial lebih pada gambaran sebuah institusi formal yang memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut.
Dalam pengertian ini, ada bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat melahirkan kontrak sosial.
Dalam langgam politik, modal sosial yang wajib dimiliki politisi adalah kekuatan jaringan.
Dia tidak bicara hanya berkutat pada tiga fungsi DPR, yakni legislasi,perundangan hingga anggaran.
DPR sebetulnya harus bermain pada ranah yang lebih luas. Dia harus pergi membangun jaringan baik secara politis maupun sosial.
Ini penting agar konstituennya, terbantu dalam lingkup, pendidikan, ekonomi maupun lainnya.
Dia tidak boleh bermain nyaman hanya dalam satu aspek.
Sejauh ini, sosok Nini Atok, salah satu DPR termuda dari PAN yang kini menjadi DPRD Kabupaten Belu mampu memanfaatkan jaringan, lokal hingga ke pusat.
Bayangkan, anak muda, dan juga perempuan pergi ke ibu kota negara untuk mencari bantuan biaya pendidikan. Angkat topi untuk hal ini.
Perempuan juga Bisa
Nini Wendelina Atok lahir di Leleteheden, 1 November 1996. Dia menetap di Dusun Leoruas, Desa Bakustulama, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu.
Awalnya sosok perempuan yang lahir dari keluarga pejuang itu tidak pernah terlibat dalam hiruk pikuk politik.
Di Tahun 2019, dia memberanikan diri untuk menjadi calon DPRD.
Usaha itu tidak sia-sia. Dengan suara yang signifikan, dia mampu diantar untuk mendapatkan satu porsi kursi DPR di Belu.
Alumnus SMAK Surya Atambua dan Perguruan Tinggi Akademik Perawisata Indonesia Yogyakarta itu tidak suka neko-neko jika berbicara soal kepentingan para pendukungnya.
Keberhasilan yang dicapai itu, dan demikian juga tantangan yang dihadapi semasa hidup selalu dihadapi dengan jiwa besar.
Nini, demikian akrab disapa, termaksud pribadi yang berjiwa besar. A Great Human Being.
Ayahnya, Stefanus Atok Bau dan Ibunya Rofina Bria sangat dikenal. Dikenal karena sudah berjasa bagi banyak orang.
Yang terutama, Nini Atok adalah perempuan. Banyak peluang dalam dunia politik yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk jadi pemimpin.
Nini memanfaatkan betul ruang ini agar dikenal sebagai politisi perempuan muda yang pernah berbuat baik untuk orang-orang yang telah mendukungnya. Terima kasih, Ibu Nini Atok. *
Penulis: Ronis Natom