Oleh: Herybertus Harun
Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai
Petugas pemutakhiran data pemilih berjibaku dalam menghadapi pelbagai karakter pemilih, kondisi alam dengan intensitas hujan tinggi, pemahaman regulasi coklit yang minimalis akibat bimbingan teknis yang kurang. Belum lagi masalah elemen data kependudukan yang mengakibatkan tidak sedikitnya pantarlih keliru dalam bertugas. Kondisi yang sama dialami pengawas kelurahan dan desa, jumlah sumber daya pengawas sangat terbatas yakni satu pengawas desa/kelurahan harus mengawas 5-20 pantarlih bahkan lebih. Meski demikian pengawas pemilu tidak kekurangan ide dan gagasan untuk melakukan pengawasan demi mendapatkan data pemilih yang berkualitas.
Saat ini, KPU dan seluruh jajarannya sementara menjalani tahapan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih (Mutarli) pemilu serentak 2024 dengan subtahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.
Sesuai jadwal tahapan yang dikeluarkan KPU sekitar 30-31 Maret ini memasuki kegiatan rekapitulasi data pemilih hasil pemutakhiran di tingkat desa/kelurahan.
Kegiatan coklit secara teknis dilaksanakan oleh petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) yang dimulai sejak 12 Februari dan berakhir 14 Maret 2023 lalu. Artinya, coklit sudah selesai.
Meskipun coklit telah selesai dilaksanakan, namun faktanya menyisahkan banyak catatan.
Penulis mencoba memulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan sederhana mengapa data pemilih perlu dimutakhirkan? Seberapa pentingnya pemutakhiran data pemilih? Dan, sederatan pertanyaan lain yang relevan dalam proses tahapan ini.
Jawabannya tentu secara normatif memang karena perintah peraturan perundang-undangan, khususnya dalam buku ketiga UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Bab IV terkait hak memilih yakni Pasal 198, 199 dan 200, serta Bab V terkait penyusunan daftar pemilih.
Dan lebih detail secara teknis diatur dalam Peraturan KPU Nomor 7 tahun 2023 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih, serta Peraturan Bawaslu Nomor 24 tahun 2018 tentang Pengawasan Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Umum.
Selain mendasar pada regulasi tersebut, secara substansi dan tujuan, sebetulnya data pemilih sangat perlu dimutakhirkan kembali.
Sebab, data yang diserahkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah data kependudukan, bukan data pemilih.
Oleh karena itu, data tersebut harus dimutakhirkan sesuai dengan kriteria sebagai pemilih sebagaimana tertuang dalam defenisi Undang-undang Pemilihan Umum yang mengatakan pemilih adalah warga negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin.
Alasan lain juga adalah mobilitas atau perpindahan penduduk, dari dan ke kota sangat tinggi, adanya perubahan status kependudukan sangat dinamis, misalnya meninggal dunia, pindah domisili, menikah/kawin, berubah status dari sipil menjadi anggota TNI/Polri, ataupun sebaliknya.
Secara singkat seluruh proses tahapan pemutakhiran data pemilih semuanya bermuara pada dua hal penting yakni; pertama Pemilih Memenuhi Syarat (MS) harus didata dan diakomodasi sehingga bisa memberikan suara pada pemilu serentak 2024 nanti, dan pemilih dengan ketegori Tidak Memenuhi Syarat (TMS) harus dicoret dari format data pemilih KPU sehingga tidak berdampak pada dugaan pelanggaran.
Namun apakah fakta proses pencocokan dan penelitian data pemilih berjalan sesuai prosedur dan bermuara pada dua hal tersebut di atas?
Penulis menguraikan dalam fakta-fakta lapangan hasil pengawasan melekat dan cek lapangan atau uji petik yang dilakukan pengawas pemilu.
Memutakhirkan data pemilih adalah tugas yang harus dijalankan oleh KPU bersama seluruh jajaran, termasuk secara khusus petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) yang bertugas singkat, kurang lebih hanya dua bulan namun minim bimbingan teknis.
Sementara kehadiran pengawas pemilu bertugas melakukan pengawasan dan pencegahan untuk memastikan KPU berserta jajaran hingga pantarlih menjalankan tugas sesuai prosedur, mekanisme dan tata cara.
Pencocokan dan penelitian (coklit) dilakukan untuk memastikan seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat terdaftar sebagai pemilih dalam DPT, memastikan akurasi data pemilih yang disiapkan KPU sesuai kondisi riil atau fakta di lapangan, memastikan DPT yang akan ditetapkan tidak mengandung nama-nama yang tidak berhak memilih, memastikan warga yang memenuhi syarat dapat menyalurkan hak pilih, serta memastikan ketersedian logostik pemilu/pemilihan.
Sementara dari sisi esensi kegiatan coklit antara lain; memperbaiki data pemilih yang belum lengkap atau benar dalam format yang disedikan KPU, mencatat pemilih yang belum terdaftar, mencoret data pemilih yang tidak memenuhi syarat, serta memberikan tanda bukti pendaftaran dan stiker hasil coklit.
Pasal 2 Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih menyebutkan penyusunan daftar pemilih dalam penyelenggaraan pemilu harus berpedoman pada prinsip antara lain komprehensif, inklusif, akurat, mutakhir, terbuka, responsif, partisipatif, akuntabel, perlindungan data diri, dan aksesibel.
Dalam peraturan ini dengan rinci menjelaskan prinsip-prinsip tersebut seperti prinsip komprehensif dalam menyusun data pemilih dan daftar pemilih harus secara lengkap dan luas yang meliputi semua WNI yang memenuhi syarat sebagai pemilih yang berada di dalam negeri dan di luar negeri.
Sedangkan prinsip inklusif merupakan prinsip yang mengikutsertakan kementerian, lembaga, pemerintahan daerah dan pihak-pihak terkait lain dalam membantu kegiatan penyelenggaraan penyusunan daftar pemilih.
Keterlibatan lembaga lain sangat penting seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tingkat kabupaten sebagai unsur pemerintah yang mengurus dokumen kependudukan masyarakat penyedia data.
Sebab, justru fakta lapangan ditemukan banyak masalah elemen data kependudukan yang tidak valid dan sejumlah varian masalah kependudukan lain.
Sementara khusus prinsip akurat merupakan prinsip penyusunan daftar pemilih yang mampu memuat informasi terkait pemilih yang benar, lengkap, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip mutakhir merupakan prinsip penyusunan daftar pemilih berdasarkan informasi dan data pemilih yang terakhir dan terbaru.
Dua prinsip ini sangat berkaitaan erat dalam mewujudkan data pemilih yang berkualitas, bahwasanya elemen data kependudukan harus akurat sehingga ketika pencoklitan elemen data yang dicocokan dan diteliti oleh petugas dapat menjawab kebutuhan, serta selalu mutakhir, sehingga bisa menjawab kebutuhan petugas data dalam menghadapi dinamika lapangan.
Prinsip terbuka merupakan prinsip penyelenggaraan penyusunan daftar pemilih yang dilakukan secara terbuka untuk pemilih yang memenuhi syarat.
Prinsip responsif merupakan prinsip yang membuka kesempatan pemberian tanggapan terhadap masukan dalam penyelenggaraan penyusunan daftar pemilih.
Penyelenggara teknis diharapkan senantiasa terbuka memberikan informasi kepada publik, maksud dan tujuan coklit harus disampaikan sehingga pemilih yang memenuhi syarat dapat memberi respons balik, masyarakt tidak perlu menolak petugas coklit akibat minimnya informasi.
Prinsip partisipatif merupakan prinsip yang membuka partisipasi seluas-luasnya kepada semua WNI untuk mengusulkan data pemilih dalam penyusunan daftar pemilih.
Prinsip akuntabel merupakan prinsip yang memberikan kejelasan fungsi dan tugas dan serta akuntabilitas dalam pelaksanaan dan penyusunan serta pelaporan hasil pemutakhiran data pemilih.
Dalam melakukan sosialisasi kepada publik, penyelenggara pemilu tentu berharap agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif untuk memberikan laporan ataupun informasi kependudukan sehingga yang memenuhi syarat tercatat dengan baik, sedangkan pemilih yang tidak memenuhi syarat dapat dicoret.
Prinsip perlindungan data pribadi merupakan prinsip yang memberikan perlindungan terhadap hak sipil dasar warga negara atas privasi data pribadinya.
Penyelenggara teknis harus bisa menutup elemen data yang sangat prinsip sehingga tidak disalahgunakan oleh pihak lain seperti NIK dan sebagainya.
Prinsip aksesibel merupakan prinsip yang memberikan kemudahan dalam mengakses data pada saat pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Sedangkan pada Pasal 4 Peraturan KPU tersebut sangat jelas menyebutkan terkait persyaratan sebagai pemilih adalah WNI dapat terdaftar sebagai pemilih, harus memenuhi syarat genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibuktikan dengan KTP-el dan berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el, serta dalam hal pemilih belum mempunyai KTP-el dapat menggunakan Kartu Keluarga dan tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional atau Polri.
Sengkarutnya proses coklit ini sebetulnya tidak terjadi atau bisa diminimalisasi jika prinsip-prinsip dan tata cara coklit dan persyarataan sebagai pemilih dilaksananakan dengan baik dan benar, sehingga kualitas data pemilih pemilu 2024 sesuai dengan harapan publik.
Dinamika dan Fakta Pelaksanaan Coklit di Manggarai
Penyelenggara pemilu KPU dan pengawas pemilu pada tahapan Mutarli cukup menguras energi dan pikiran, tensi pelaksanan subtahapan coklit sangat tinggi baik itu penyelanggra teknis maupun Bawaslu selaku pengawas.
Petugas pemutakhiran data pemilih harus berjibaku dalam menghadapi berbagai karakter pemilih, kondisi alam yang kurang bersahabat serta pemahaman regulasi yang minimalis menyebabkan tidak sedikitnya pantarlih keliru dalam menjalankan tugas.
Sementara pengawas desa/kelurahan dengan jumlah sangat terbatas harus pandai dalam mengatur irama dan tempo pengawasan secara langsung.
Meski jumlah sumber daya terbatas yakni satu pengawas desa dan kelurahan harus mengawasi 5-20 pantarlih bahkan lebih, jajaran pengawas pemilu tingkat desa/kelurahan tidak kehilangan ide dan gagasan dalam hal mendapatkan data dan hasil coklit.
Idealnya pelaksanaan coklit ini harus sesuai prosedur misalnya pantarlih mendatangi rumah pemilih, menyandingkan dokumen kependudukan dengan format data pemilih, mencatat dan mencoret elemen data yang tidak sesuai, mendaftar pemilih potensial yang tidak memiliki dokumen kependudukan.
Namun fakta lapangan tidak seperti yang diharapkan sebagaimana tertuang dalam regulasi.
Dilansir VictoryNews 22 Februari 2023, setelah satu pekan pelaksanaan coklit ditemukan pantarlih di Manggarai mendata pemilih yang telah meninggal dunia.
Temuan cacat prosedur dan mekanisme ini disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan Langke Rembong yang dibuktikan dengan format model hasil coklit, di mana nama salah satu pemilih terdata dan terdaftar sebagai pemilih, bahkan pemilih TMS tersebut sudah mengantongi akta kematian yang dikeluarkan oleh instansi terkait.
Selain itu, terdapat pula pantarlih mencoklit pemilih dengan menyandingkan format data pemilih dengan surat keterangan pemberitahuan NIK.
Kasus atau varian masalah lain yang ditemukan pengawas pemilu saat uji petik sebagaimana diberitakan Tribunflores.com pada 6 Maret 2023 pantarlih tidak menuliskan nama pemilih pada stiker bukti coklit alias menempel stiker kosong pada rumah pemilih.
Yang cukup mencengangkan, pantarlih yang merupakan petugas coklit mengaku tidak mengetahui jika stiker bukti coklit harus dituliskan nama, nomor TPS dan keterangan lain,bjika kasusnya seperti ini maka besar kemungkinan hal ini akibat minimnya bimbingan teknis (bimtek) dari penyelenggara teknis secara berjenjang terhadap jajaran di desa maupun TPS.
Proses pengawasan subtahapan coklit sangat berdinamika dirasakan oleh seluruh jajaran pengawass pemilu, menemukan sejumlah hal di luar prosedur dan mekanisme proses coklit yang dilakukan pantarlih adalah hal yang sangat biasa dan menjadi santapan harian pengawas pemilu.
Selain dilansir media massa, jajaran pengawas pemilu juga menemukan sejumah varian masalah coklit lain, misalnya coklit dilakukan oleh orang lain yang tidak memiliki surat keputusan (SK), petugas coklit tidak mendatangi langsung rumah pemilih, warga menolak untuk dicoklit dengan alasan tidak pernah menerima bantuan pemerintah, petugas mencoklit anak di bawah umur, mencoklit tanpa menyandingkan dokumen kependudukan, perbedaan elemen data kependudukan pada format data pemilih, pemilih memenuhi syarat tidak memilik dokumen kependudukan, pemiih di bawah umur atau belum 17 tahun memiliki akta kelahiran di atas 17 tahun, pantarlih memberi status TMS kepada pemilih meninggal dunia tanpa menyandingkan dokumen akta kematian atau dokumen lainnya dan sejumlah persoalan lainnya.
Uji Petik dan Saran Perbaikan yang Jitu
Peraturan Bawaslu 5 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Pasal 18 menyebutkan dalam melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu, pengawas pemilu wajib menuangkan setiap kegiatan pengawasan pada formular model A.
Dalam hal hasil pengawasan terdapat dugaan pelanggaran pengawas pemilu melakukan saran perbaikan jika terjadi kesalahan administrasi atau pencatatan sebagai temuan dugaan pelanggaran.
Dalam melakukan pengawasan coklit data pemilih pemilu 2024, Bawaslu melakukan dengan dua metode pendekatan yakni; pertama pengawasan langsung yang melekat pada obyek pengawasan yakni petugas pemutakhiran data pemilih.
Pola ini sesuai instruksi Bawaslu RI dilakukan mulai tanggal 12-19 Februari 2023. Pada kegiatan pengawasan melekat ini jajaran pengawas desa dan kelurahan menemukan banyak ketidakpatuhan prosedur dan mekanisme.
Terhadap temuan hasil pengawasan melekat jajaran pengawass pemilu tingkat desa dan kelurahan langsung memberikan saran perbaikan secara lisan sebagaimana tertuang dalam Peraruran Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022.
Saran perbaikan lisan yang disampaikan pengawas telah ditindaklanjuti oleh pantarlih seketika itu.
Pola kedua dalam pengawasan adalah mengawasi dengan cara uji petik atau cek fakta.
Seluruh jajaran pengawas di tingkat desa/kelurahan melakukan uji petik atau cek dengan jumlah sepuluh sampel kepala keluarga setiap hari.
Dari hasil uji petik ini pengawas pemilu mendapatkan sejumlah hal seperti masalah elemen data kependudukan yang tidak jelas, upaya menghilangkan hak pilih, penduduk potensial yang tidak memiliki dokumen kependudukan dan sejumlah masalah lain.
Terhadap sejumlah varian masalah data coklit, pengawas pemilu juga memberikan saran perbaikan secara lisan dan juga ditindaklanjuti seketika oleh pantarlih.
Pencegahan Pelanggaran Masif
Undang-undang Pemilu memberi amanat kepada Bawaslu bertugas untuk melakukan pencegahan, penindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa.
Dalam konteks pencegahan Bawaslu diberi ruang melakukan pemetaan potensi kerawanan.
Tentu hal yang dilakukan adalah pengawas pemilu melakukan evaluasi tahapan Mutarli pada pemilu/pemilihan sebelumnya, apa yang menjadi catatan kekurangan perlu dicarikan solusi sehingga tidak terjadi lagi pada coklit data pemilih pemilu 2024.
Selain itu, pengawas pemilu juga melakukan bedah secara khusus sejumlah regulasi terkait tahapan ini.
Langkah pencegahan yang dilakukan Bawaslu dalam proses pengawasan tahapan ini tergolong sangat manjur dan luar biasa.
Pencegahan pelanggaran menjadi hal utama, berbagai motede pencegaahan seperti memberikan surat imbauan, kordinasi stakeholder ataupun metode lain telah massif dilakukan seluruh jajaran pengawas pemilu.
Hasilnya pun sangat bagus yang dibuktikan dengan minimalisasinya dugaan pelanggaran pada tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih pemilu 2024.
Kebijakan membuka posko kawal hak pilih oleh Bawaslu guna menerima aduan masyarakat atas proses pemutakhiran data pemilih, mendorong partisipasi masyarakat untuk mengawasi secara bersama, kolaborasi dan publikasi sangat masif, serta sejumlah kegiatan lain dalam upaya melakukaan pencegahan telah maksimal dilakukan seluruh pengawas pemilu demi terwujudnya data pemilih yang berkualitas, serta melindungi hak pilih warga.