Ruteng, Vox NTT- Kondisi miris terpaksa harus dialami oleh sebagian besar petani Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Para petani mengalami gagal panen pada program penanaman kedelai yang didampingi Pemda Manggarai tahun 2023.
Sebelumnya, warga lima desa yang terdiri dari Desa Tal, Wewo, Paka, Iteng dan Desa Persiapan Ulungali dipilih menjadi lokasi sasaran penerapan program penanaman kedelai. Kelima desa ini merupakan desa yang menjadi sasaran aliran Irigasi Kali Wae Mantar II.
Kelima desa yang menjadi sasaran penerapan program penanaman Kedelai ini tergabung dalam 49 kelompok tani dengan alokasi bantuan benih kedelai sebesar 50 ton dan 1500 liter herbisida.
Dalam konsep awal, program tersebut hadir dalam rangka memutus mata rantai penyebaran hama pada tanaman padi milik para petani di wilayah Kecamatan Satarmese dan sebagai langkah pemenuhan kebutuhan persediaan kedelai di wilayah Kabupaten Manggarai.
Sayangnya, program penanaman kedelai yang menelan anggaran banyak itu tidak membuahkan hasil maksimal. Beberapa petani yang berhasil dijumpai media ini mengaku kesal dan kecewa dengan Pemda Manggarai lantaran absen dalam melakukan pendampingan dan monitoring di lapangan.
Seperti yang dialami oleh seorang ibu bernama lengkap Anastasia Jedaut, warga Dusun Tal, Desa Tal, Kecamatan Satarmese. Ia terpaksa harus menelan pil pahit karena kedelai yang ditanam pada lahan seluas 1.500 m² tidak mampu mengembalikan keseluruhan modal selama proses tanam dan perawatan.
Anastasi mengaku, dirinya mendapatkan bantuan benih kedelai sebanyak satu karung dengan bantuan obat herbisida sebanyak satu botol. Dalam perjalanan, bantuan herbisida yang diberikan pemerintah justru tidak mampu mencukupi kebutuhan lahannya.
Dengan demikian, ia terpaksa mengeluarkan uang untuk membeli herbisida. Beban biaya lainnya yang dikeluarkan Anatasia yakni pada proses tanam karena harus membiayai ongkos para pekerja dan biaya perawatan tanaman.
Alhasil, tanaman yang ditanamnya pun sangat jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar benih kedelai yang ditanam tidak tumbuh. Sebagiannya lagi tumbuh tetapi dengan kondisi tanaman yang kerdil dan tidak berbuah.
Padahal menurut Anastasia, dirinya sudah pernah menanam kedelai dalam jumlah yang cukup banyak sebelumnya. Namun, kondisi tanaman yang dia tanam dahulu dengan yang sekarang sangat jauh berbeda.
Ia pun menduga bahwa kualitas bantuan bibit kedelai yang diberikan kepada para petani di desanya tidak layak untuk ditanam. Dugaan Anatasia semakin menguat setelah dirinya melihat dan mendengar langsung keluhan sebagian besar para petani kedelai yang menjadi sasaran program dampingan Pemda Manggarai melalui Dinas Pertanian itu tidak berhasil.
“Toe manga ata jadid ce ho nana. Mata keta taungs. Ai radak koed pu’ud kedelai so. Do kole ata matad. (Tidak ada tanaman kedelai yang berhasil di sini. Semuanya mati. Kondisi batangnya pun kerdil. Dan banyak juga yang mati sebelum masa panen tiba),” ujar Anastasia saat berjumpa dengan VoxNtt.com pada Selasa, (12/09/2023) siang.
“Kalau dulu kami tahu bahwa hasilnya bakal seperti ini, lebih baik kami memilih untuk tetap menanam padi walaupun terserang hama. Dari pada kami harus menanam dan tidak menghasilkan apa-apa,” tambah Anastasia.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Sulfandi Jemadu, warga RT 002, Dusun Tal, Desa Tal, Kecamatan Satamese. Ia mengaku kedelai yang ditanam dalam jumlah yang banyak di tempatnya tidak tumbuh maksimal seperti yang diharapkan.
“Di lahan saya itu sebagian besar benih bibitnya tidak tumbuh. Banyak yang membusuk di tanah. Mungkin karena kualitas benihnya tidak bagus. Kami hancur karena program kedelai ini. Kami rugi karena mengeluarkan uang banyak untuk membiayai ongkos kerja pada saat tanam. Sementara hasilnya tidak mampu mengembalikan modal kerja yang sudah dikeluarkan,” ujar Sulfandi saat berjumpa dengan VoxNtt.com pada Selasa (12/09/2023) siang.
Tidak hanya itu, Sulfandi juga mengaku dirinya kini mengalami kesulitan membayar kembali angsuran pinjaman KUR yang telah diambil di Bank karena program penanaman kedelai yang didampingi Pemda Manggarai melalui Dinas Pertanian setempat gagal total.
Sebelumnya, cerita kepahitan tentang gagal panen yang dialami para petani kedelai di wilayah Satarmese ini sudah pernah dikemukakan oleh salah satu anggota kelompok tani di Pongkukung, Desa Wewo, Kecamatan Satarmese.
Damasus Pahat, anggota kelompok tani (Poktan) Tekad Makmur pada Selasa (08/08/2023) lalu mengurai sejumlah fakta miris yang dialami para petani pada program penanaman kedelai.
Sejumlah fakta miris tersebut antara lain seperti minimnya keterlibatan pihak Pemda Manggarai melalui Dinas Pertanian dalam melakukan pendampingan dari mulai cara tanam hingga perawatan pasca tanam.
Pendampingan Dinas Pertanian menurut Damasus, dianggap sangat penting mengingat program penanaman kedelai bagi sebagian besar para petani di sana adalah hal baru. Apalagi mereka sudah sejak lama menaruh fokus pada pertanian jenis padi.
Selain pola pendampingan yang lemah, pupuk yang khusus diperuntukkan untuk tanaman jenis kedelai ini juga mengalami keterlambatan distribusi.
Pupuk datang saat usia tanaman sudah menginjak satu bulan lebih. Bahkan, ada beberapa tanaman yang sudah mati sebelum pupuk datang.
“Tidak ada pendampingan tentang bagaimana cara tanam, hanya mengantarkan benih kedelai. Pupuk juga mengalami keterlambatan distribusi. Kami sempat sampaikan waktu itu agar pupuknya segera datang. Tapi mereka bilang bahwa besok bagi itu pupuk. Tapi ternyata pupuk juga lambat datang sampai usia tanaman lebih dari satu bulan,” tutur Damasus.
Melihat kondisi gagal panen seperti sekarang, Damianus mengaku kesal dengan absennya kehadiran Pemda Manggarai melalui Dinas Pertanian dalam hal pendampingan.
Tidak hanya itu, ia juga menilai bahwa ada yang keliru pada proses perencanaan dan kajian awal dalam penentuan program penanaman kedelai yang sedang berjalan di wilayahnya.
“Saya menyesal karena ini sudah masuk kategori produk gagal. Kenapa gagal karena tidak ada kontrol dari pemerintah. Kalau pun ada PPL tapi mereka tidak hadir untuk kontrol. Mereka waktu itu sempat membuka kembali air tapi ternyata tidak tumbuh juga. Bibit kedelai yang di dalam tanah malah hancur,” tutup Damianus dengan nada kesal.
Terhadap keluhan para petani kedelai di Satarmese, media ini mencoba menyambangi Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai dalam rangka meminta komentar terkait kualitas benih yang tidak bagus dan mekanisme pencairan pupuk yang sangat lama serta tidak adanya kehadiran Pemda Manggarai dalam melakukan pendampingan.
Damianus Jemparu, Kabid Penyediaan Pengembangan Sarana Produksi Pertanian pada Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai yang juga membidangi urusan program penanaman kedelai di Satarmese malah irit bicara dengan alasan etika birokrasi.
“Saya tidak mungkin memberikan keterangan pers kepada media. Yang pantas adalah Pak Kadis sendiri,” ujar Jemparu pada Kamis (14/09/2023).
Saat ditanya lebih lanjut tentang bencana gagal panen di Satarmese, pihaknya beralasan bahwa para penyuluh di lapangan belum memberikan laporan kepada pihak dinas di Kabupaten. Itu sebabnya pihak dinas tidak mengetahui secara pasti perkembangan program kedelai tersebut.
Di sisi lain, dirinya yang berperan sebagai Kabid yang membidangi urusan program penanaman kedelai di wilayah selatan Manggarai itu juga mengaku tidak pernah pergi melakukan monitoring dan pendampingan lapangan selama program tersebut berjalan.
“Saya hanya turun pada saat penanaman simbolis. Sejauh ini kita tidak ada ada persoalan. Karena kita tidak pernah menerima laporan dari Satarmese,” ujar Jemparu.
Jemparu juga menyampaikan bahwa program yang bersumber dari APBN itu mengambil bibit di lokasi penangkaran Reok Barat.
“Bibitnya itu dari Reo Barat. Itu kan sumber penangkaran kita di bawah. Tapi terkait dengan pendanaan atau apa segala macam kita duduk bersama dengan Pak Kadis nanti,” tutupnya.
Penulis: Igen Padur