Labuan Bajo, Vox NTT – Para pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, berkomitmen mendukung penuh keberlangsungan program konservasi di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Komitmen ini dengan dipertegas kembali oleh sejumlah asosiasi wisata setelah sebelumnya menyoroti lemahnya pengawasan pengelola terhadap keberlangsungan konservasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
Salah satu asosiasi wisata yang menyoroti hal ini adalah Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) Labuan Bajo. Ketua Gahawisri Labuan Bajo, Budi Widjaja mengatakan, pemeliharaan dan perhatian pengelola terhadap sejumlah sarpras yang ada pada setiap spot wisata dalam kawasan TNK sangat kurang.
“Kondisi kawasan saat ini masih seperti yang ada sebelumnya. Belum ada perubahan, dan beberapa fasilitas malah tidak terurus, seperti dermaga, tali mooring dan lain-lain, yang membutuhkan pemeliharaan atau revitalisasi. Sementara jumlah pengunjung semakin meningkat,” ujarnya.
Budi menyebutkan, upaya menjaga keberlangsungan konservasi dalam kawasan selama ini lebih banyak dilakukan oleh para pelaku wisata dibandingkan oleh BTNK selaku pengelola.
Sejumlah upaya tersebut di antaranya; dilakukan oleh Gahawisri Labuan Bajo adalah rutin melakukan kegiatan pembersihan atau pengumpulan sampah baik di dalam atau di luar kawasan.
Selain itu, Gahawisri Labuan Bajo juga selalu bekerja sama dengan KSOP dan institusi lainnya dalam membuat rumusan untuk bisa meningkatkan safety dan konservasi, baik di dalam atau di luar kawasan TNK. Salah satu yang juga menjadi perhatian adalah pencanangan program revitalisasi tali mooring di akhir tahun ini.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi NTT, Viktor Pance mengaku mendukung penuh TNK sebagai kawasan konservasi. Salah satunya dengan keberadaan satwa Komodo sebagai ikon, dan merupakan binatang langka yang ada di Pulau Komodo dan NTT.
“Itu menjadi alasan yang mendasar kenapa komodo harus dilindungi dan kawasan TNK menjadi kawasan konservasi,” katanya.
Kepariwisataan secara nasional jelas dia adalah konsep pariwisata berkelanjutan. Bahwa lingkungan menjadi daya dukung utama. Ketika lingkungan dijaga keasliannya dan ditata dengan baik, maka pariwisata itu akan hidup selama-lamanya.
“Kami sebagai pelaku pariwisata, itu menjadi komitmen atau prinsip kami untuk menjaga kelestarian alam. Karena yang kami sampaikan kepada wisatawan adalah tentang keindahan alam, keunikan budaya dan kearifan lokal,” katanya.
“Kami sebagai pelaku pariwisata sangat mendukung Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Kapal Wisata (ASKAWI) Kabupaten Manggarai Barat, Ahyar Abadi. Mereka sangat mendukung untuk pelestarian kawasan TNK.
Konservasi TNK kata dia harus didukung oleh pihak pengelola TNK maupun pemerintah daerah.
Terkait dengan konservasi, ASKAWI sudah melakukan beberapa kali permintaan untuk pemasangan mooring karena semakin banyak kapal yang membuang jangkar.
“Itu akan berdampak pada kerusakan terumbu karang tetapi sampai saat ini kami belum mendapatkan jawaban yang positif terkait dengan pemasangan mooring itu, baik dari Taman Nasional Komodo maupun dari pemerintah daerah,” katanya.
Keberlangsungan program konservasi dalam kawasan juga disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies/ASITA) Manggarai Raya Evodius Gonsomer. Menurutnya, sedari awal ASITA berkomitmen untuk mendukung kelestarian kawasan TNK dengan manajemen kepariwisataan yang ramah lingkungan.
Ia mengatakan, tamu yang melewati Asita pasti akan mendukung upaya kelestarian TNK, karena akan disampaikan sebelum mereka berwisata. Ia juga menyoroti kapal yang berlayar tanpa ijin dari pihak terkait.
“Kalau berlayar tanpa izin itu pasti bukan dari travel agent tapi dari orang orang tertentu atau badan badan tertentu. Atau mungkin sudah kenal dengan Syahbandar sehingga bisa berlayar tanpa izin, kalau selama ini tamu ASITA belum pernah terjadi Seperti itu karena kita sudah tahu aturannya, dan kita tidak mau terjadi sesuatu hal yang tidak diharapkan bagi tamu kita,” katanya.
Diketahui, terdapat sekitar 86 Travel agent dan tour operator yang tergabung dalam ASITA Manggarai Raya dimana semuanya memiliki kantor di Labuan Bajo.
Guna memastikan tidak menjamurnya travel agen liar, ASITA sudah mendesak Pemda Kabupaten Manggarai Barat agar menertibkan travel agen yang tidak jelas keberadaanya.
“Tapi yang namanya online ini kan agak susah, tetapi lambat laun pengunjung akan tahu, karena mereka jualnya murah, tapi yang kita amati itu, banyak situasi di mana wisatawan mendapati lain kapal yang dijual, lain yang ada di lapangan,” ujar dia.
ASITA jelas dia, dapat harga khusus baik dari kapal-kapal maupun hotel dan restaurant.
“Nah kalau orang jual dibawah itu itu jadi tanda tanya,” katanya.
Ia juga mengimbau agar semua tamu tidak menggunakan travel agent yang tidak berkantor di Labuan Bajo.
“Karena kalau ada apa apa dia mau komplain ke siapa. Kalau melalui ASITA, ASITA itu bertanggungjawab secara organisasi apabila ada wisatawan yang ditelantarkan oleh anggota ASITA yang tercatat di Labuan Bajo dia bisa mengadu,” katanya.
Selain manajemen kepariwisataan, menurutnya, perlu diperhatikan juga kebersihan dan kenyamanan wisatawan saat berada di Labuan Bajo.
“Lihat waterfront sekarang itu kotor, entah siapa yang berhak mengelola kita juga tidak tau. Tidak enak dipandang. Di waterfront itu masih ada kapal bongkar muat, sangat menganggu wisatawan, menurut kita itu harus dipindahkan ke Menjerite,” tutupnya.
Tak hanya di kota Labuan Bajo, keluhan terkait kebersihan khususnya masalah sampah juga masih menjadi isu utama yang sering di keluhkan para wisatawan, khususnya saat melintasi beberapa dermaga masuk spot wisata seperti dermaga Pulau Padar, Pulau Komodo, hingga sejumlah spot snorkeling dan diving.
Penulis: Sello Jome