Kupang, Vox NTT- Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengapresiasi kegiatan penanaman mangrove yang dilakukan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang pada Selasa (31/10/2023).
Apresiasi ini disampaikan Ketua GP Farmasi NTT, Agustinus Mera Nahak, usai kegiatan penanaman mangrove di area hutan mangrove Muara Abu, RT 01/RW 01, Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang.
Agustinus menjelaskan, penanaman mangrove merupakan kegiatan positif yang harus didukung dan harus menjadi gerakan bersama. GP Farmasi pun, kata dia, mendukung penuh kegiatan positif tersebut.
“Kami dari pelaku usaha farmasi melalui GP Farmasi NTT sangat mendukung program pemerintah dalam mengurangi dampak emisi karbon seperti penanaman pohon, efisiensi penggunaan energi listrik dan lainnya,” kata Agustinus yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Kosgoro NTT ini.
Dikatakannya, dampak emisi karbon sangat besar terhadap lingkungan, kesehatan dan ekonomi. Karena itu, Agustinus berharap, upaya-upaya pengurangan produksi emisi karbon harus dilakukan antara lain melalui, menghemat penggunaan listrik seperti mengurangi penggunaan AC, mematikan lampu jika tidak digunakan dan menggunakan lampu LED.
Berikutnya, menerapkan gaya hidup ramah lingkungan antara lain; membawa kantong belanja dan botol minuman, daur ulang sampah serta tidak membuang sampah ke sungai.
“Menggunakan kendaraan umum, bersepeda atau berjalan kaki, sebisa mungkin menghindari memakai kendaraan pribadi dapat membantu mengurangi emisi karbon. Intinya kita mau memulai dan dari hal-hal kecil serta sederhana,” ujarnya.
Kepala BPOM Kupang, Yoseph Nahak Klau dalam sambutannya mengatakan, kegiatan penanaman mangrove ini merupakan inisiasi BPOM untuk mengawal komitmen dan kepedulian industri obat dan makanan terhadap isu environmental sustainability melalui kegiatan BPOM Net Zero Carbon Programme.
Dijelaskannya, kegiatan ini sebenarnya dilandasi pemikiran jauh ke depan, bahwa sustainability produksi dan konsumsi obat dan makanan tentu sangat membutuhkan daya dukung dari lingkungan.
Kata Yoseph, emisi karbon dari aktivitas mausia sudah sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari perubahan adanya bencana, banjir, kekeringan, super el nino dan lainnya yang merupakan bagian dari emisi karbon dari aktivitas manusia.
“Sebenarnya kita bisa terlibat dalam banyak hal untuk membuat zero carbon ini baik dari sisi suplay karbonnya, artinya itu berkaitan dengan aktivitas kita, bagaimana kita menghemat penggunaan listrik, termasuk juga mungkin sederhana yakni dalalm keseharian kita tidak membiasakan sisa makanan berlebihan. Karena itu juga kita tahu sisa makanan itu menghasilkan karbon dan kemudian itu memberi kontribusi pada emisi karbon,” urainya.
“Nah, Badan POM hari ini melakukan kegiatan dari sisi penyerapannya. Tadi kalau saya ceritra itu dari sisi produksi karbonnya. ini dari sisi meminimalisasi bahkan sampai men-zero-kan karbon, artinya menyeimbangkan antara produksi karbon dari aktivitas manusia dengan bagaimana supaya karbon yang produksi ini bisa diserap. Nah salah satunya adalah melalui pohon,” sambung Yoseph.
Dikatakanya, bahwa pohon membutuhkan karbon untuk proses fotosintesis. Dan mangrove ini selain dalam rangka untuk net zero carbon, juga ada manfaat lain sebagai penahan gelombang dan sebagainya.
Badan POM, lanjut Yoseph, ingin juga berkontribusi pada lingkungan yang kemudian dampaknya akan kembali kepada sustainability produksi obat dan makanan.
“Kita tahu obat dan makanan tentu bagian sangat membutuhkan daya dukung dari lingkungan. Nah kita kita berharap supaya lingkungan ini mendukung dan produksi obat dan makanan bisa sustainable ke depan,” pungkas Yoseph.
Untuk diketahui, tema program ini adalah kolaborasi BPOM serta industri obat dan makanan mendukung pencapaian nett zero carbon di Indonesia melalui inisiatif konservasi ekosistem mangrove.
Penanaman mangrove di Oesapa Barat ini melibatkan sejumlah pihak antara lain, Loka POM di Belu, GP Farmasi NTT, Balai Pengelolaan DAS Benain, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTT, Dinas Pariwisata Kota Kupang, Dinas Kesehatan Kota Kupang, PD IAI NTT, PC IAI Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Sabu Raijua.
Juga melibatkan mahasiswa dari Politeknik Pertanian Kupang, PD PAFI NTT, Prodi Biologi FST Undana Kupang, Lurah serta RT dan RW dari Oesapa Barat.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi