Oleh: Yovita Daud
Mahasiswi Semester lll STIPAS St. Sirilus Ruteng
Kematian mahasiswa adalah isu yang mendalam dan mengkhawatirkan dalam masyarakat. Kasus maraknya kematian pada mahasiswa telah menjadi perhatian utama, sebab memicu perdebatan yang serius tentang penyebabnya dan bagaimana mencegahnya.
Beberapa kasus kematian mahasiswa di antaranya adalah bunuh diri, kecelakaan kendaraan, penyakit, dan kekerasan.
Pada awal Oktober 2023 ini, dua kasus bunuh diri mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta dan Semarang, Jawa Tengah, terkuak di media.
Ini bukanlah kasus baru karena selama beberapa tahun terakhir, kasus serupa mudah ditemukan di berbagai Perguruan Tinggi Indonesia, baik negeri maupun swasta.
Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023.
Polri juga mencatat, kasus bunuh diri paling banyak ditemui di perumahan atau permukiman, yaitu 741 kasus, kemudian di perkebunan 104 kasus, dan persawahan 18 kasus.
Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa terus berulang. Namun, kepedulian dari Kampus atau Perguruan Tinggi untuk mencegah bunuh diri masih sangat lemah.
Bunuh diri pada pada mahasiswa bisa terjadi karena stres akademik, tekanan sosial, dan masalah kesehatan.
Pandangan tentang bunuh diri tidak lepas dari stigma seputar masalah kesehatan jiwa yang masih ada di masyarakat. Banyak orang dengan masalah psikososial masih dieksklusi dari kegiatan sosial.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kampus dan lembaga pendidikan untuk menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa.
Kasus kematian lain seperti kecelakaan kendaraan. Mahasiswa sering mengemudi kendaraan sendiri. Kecelakaan lalu lintas bisa mengancam nyawa mereka.
Ini menunjukkan perlunya pendidikan dan kesadaran tentang keselamatan berlalu lintas di kalangan mahasiswa.
Penyakit juga dapat menjadi penyebab kematian yang signifikan bagi mahasiswa. Mahasiswa sering hidup jauh dari rumah, yang dapat membuat mereka rentan terhadap penyakit.
Terkadang, kurangnya perawatan kesehatan yang memadai di Kampus atau Perguruan Tinggi dapat memperburuk situasi ini.
Oleh karena itu, perlu peran aktif dari lembaga pendidikan dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa untuk menjaga kesehatan agar mengurangi sakit yang berakibat pada kematian.
Terakhir, kekerasan di kampus atau di luar kampus juga dapat menyebabkan kematian mahasiswa.
Kasus pelecehan, kekerasan fisik, atau kejahatan lainnya dapat memberikan tekanan tambahan pada mahasiswa dan mengganggu proses belajar-mengajar.
Perguruan Tinggi perlu mengambil langkah-langkah serius untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi mahasiswa dari ancaman ini.
Dampak dari kematian mahasiswa sangat meresahkan. Kematian seseorang di usia muda tidak hanya menghancurkan keluarga mereka, tetapi juga memengaruhi seluruh komunitas perguruan tinggi.
Teman-teman sekelas dan seangkatan merasa terpukul dan was-was atas kejadian yang sedang terjadi.
Selain itu, hal ini juga dapat mengganggu lingkungan belajar-mengajar dan keseimbangan emosional di Kampus.
Kematian mahasiswa juga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga pendidikan.
Orangtua dan calon mahasiswa dapat merasa khawatir tentang keamanan dan dukungan kesejahteraan di Kampus atau Perguruan Tinggi.
Oleh karena itu, Perguruan Tinggi dan Universitas memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua mahasiswa mereka.
Mengatasi masalah kematian mahasiswa memerlukan pendekatan yang holistik. Perguruan Tinggi harus memberikan dukungan yang kuat untuk kesehatan mental mahasiswa.
Ini dapat mencakup pusat konseling, kelompok pendukung, dan sumber daya kesehatan mental yang mudah diakses.
Selain itu, perlunya program keselamatan berlalu lintas yang efektif dan edukasi tentang risiko yang tidak bisa diabaikan.
Perguruan Tinggi juga harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas terkait dengan keamanan di Kampus.
Dalam kasus-kasus kematian mahasiswa, penyelidikan yang transparan dan akurat sangat penting.
Ini dapat membantu menghindari spekulasi dan menciptakan rasa keadilan bagi keluarga dan teman-teman korban.
Untuk mengatasi masalah yang serius ini maka Perguruan Tinggi harus melakukan tindakan yang serius yaitu dengan pencegahan kesehatan mental.
Pertama, Perguruan Tinggi harus menyediakan layanan dukungan kesehatan mental yang lebih baik, termasuk konseling dan dukungan psikologis kepada mahasiswa.
Peningkatan kesadaran tentang masalah kesehatan mental juga penting.
Kedua, sosialisasi dan dukungan emosional. Perguruan Tinggi dapat mengadakan program-program sosialisasi dan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan mahasiswa untuk membentuk hubungan sosial yang kuat dan mendapatkan dukungan emosional.
Ketiga, adanya monitoring kesejahteraan mahasiswa. Perguruan Tinggi bisa memantau kesejahteraan mahasiswa secara rutin untuk mengidentifikasi tanda-tanda masalah kesehatan mental atau stres yang mungkin memerlukan perhatian khusus.
Keempat, komunikasi terbuka. Mendorong komunikasi terbuka dan berbicara tentang kesehatan mental di seluruh Perguruan Tinggi untuk menghilangkan stigma dan mempromosikan kesadaran.
Kelima, sistem keamanan dan krisis. Memiliki sistem keamanan dan tanggap krisis yang efisien, termasuk tim penanganan krisis, yang siap bertindak jika ada mahasiswa dalam bahaya.
Perguruan Tinggi perlu berkolaborasi dengan para ahli di bidang ini dan bersedia berinvestasi dalam sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara holistik.
Upaya harus dilakukan untuk meningkatkan dukungan kesehatan mental, mengurangi tekanan akademik, dan mempromosikan keselamatan mahasiswa.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya kesehatan fisik dan mental pribadi juga perlu ditingkatkan.
Semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi isu ini dan melindungi kesejahteraan mahasiswa.