Oleh: Herlina Wulandari Dewi
Anggota Kelompok Tuli Hanyas PIJAR ASAKU SMAS St. Klaus Kuwu
Fenomena globalisasi serta kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mustahil untuk dihindari. Keduanya semacam gelombang tsunami yang menerpa siapa saja.
Fenomena globalisasi dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat berhasil menyulap dunia menjadi semacam Global Village (Kampung Global). Fenomena dimana internet sebagai wujud konkret teknologi informasi berhasil memendekkan jarak.
Karena itu, generasi muda saat ini dituntut untuk bisa mengelola teknologi sesuai perkembangan zaman.
Media sosial menjadi sebuah wadah penyambung interaksi dan juga sebagai wadah penambah ilmu pengetahuan.
Dipahami dari sudut ilmu pengetahuan, kebudayaan menjadi salah satu ilmu pengetahuan yang membangun pola pikir kritis (critical thinking) yang mana saat ini budaya modern telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dibandingkan budaya lokal.
Masyarakat cenderung ingin lebih terlihat “wow” dengan adanya penggunaan pakaian dan aksesoris yang dibawa oleh kebudayaan modern.
Mirisnya, mereka tahu hal tersebut bertentangan dengan budaya lokal di Indonesia tetapi tetap mereka gunakan.
Contoh sederhana dan paling nyata ialah remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis, berpakain yang minim bahan, rambut yang dicat beraneka warna.
Dari sini, kita bisa melihat bahwa budaya modern sudah merusak budaya lokal sampai punah serta merusak pola pikir dan kesadaran masyarakat tentang sopan santun terhadap sesuatu yang mereka konsumsi.
Sadar atau tidak pola pikir merupakan faktor internal paling membahayakan. Mengapa membahayakan? karena segala sesuatu yang dikeluarkan melalui sebuah cara pandang dari pola pikir itu sendiri akan menambah hal yang cenderung negatif.
Hari ini, budaya yang awalnya tertata dengan berbagai strukturnya telah bergeser (berubah) sesuai dimensi yang kita sebut dengan “modernisasi”.
Berdasakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.
Adanya pergeseran sikap ini membawa masyarakat terutama generasi muda cenderung lebih mengutamakan gaya modern, mulai dari perubahan pola hidup, tutur kata, tingkah laku, dan sebagainya.
Selain itu, salah satu kekhasan dari budaya modern ialah mengutamakan kebebasan yang kemudian mengarah pada sekap indiviualisme.
Di Indonesia, terdapat masyarakat yang tertarik dengan perilaku hedonisme, konsumerisme dan materialisme sehingga masyarakat tidak memikirkan dan mengutamakan kepentingan kebutuhan yang akan datang (bandungbergerak.id).
Sikap individualis inilah yang kemudian akan menjemput sebuah perpecahan di antara masyarakat.
Peran generasi muda dalam mempertahankan budaya lokal tentunya menjadi pilar dan aktor utama dalam mempertahankan kearifan budaya lokal di indonesia.
Kaum muda diharapkan menjadi garda terdepan dalam menepis dominasi modernisme budaya dan menangkal abrasi budaya yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
Kaum muda menjadi fondasi paling kuat untuk melestarikan kebudayaan lokal di Indonesia yang semakin dirombak oleh budaya modern.
Puan Maharani dalam kuliah umum Civitas Akademika UNY pernah mengatakan generasi muda sangat penting bagi Indonesia di masa yang akan datang.
Generasi muda adalah salah satu generasi yang bisa mengarahkan masa depan bangsa di tengah perkembangan IPTEK yang pesat.
Kemajuan teknologi dan komunikasi apabila tidak diantisipasi akan menciptakan kondisi dimana generasi muda mengalami disorientasi dalam cara pandang terhadap kehidupannya sebagai warga negara Indonesia.
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan oleh generasi muda dalam menjaga kebudayaan lokal, yakni: pertama, melestarikan budaya lokal dengan melaksanakan pensi berlandaskan budaya (pameran budaya).
Selain itu keikutsertaan kaum muda dalam pameran budaya merupakan suatu sikap mengapresiasi serta menghargai kebudayaan lokal yang akan terus terjaga.
Kedua, mendominasi penggunaan pakaian adat. Pakaian adat merupakan suatu seni yang menunjukkan karakter daerah kita.
Ketiga, mengikuti kegiatan budaya daerah (upacara adat) sehingga paham akan budaya setempat.
Kebudayaan juga adalah ilmu pengetahuan. Lahir secara lisan melalui upacara-upacara adat yang kemudian menambah wawasan kita tentang arti kebudayaan yang sesungguhnya.
Keempat, mengikuti organisasi yang berkaitan dengan kebudayaan lokal. Proaktif dalam sebuah organisasi menunjukkan semangat cinta budaya Indonesia.
Keempat solusi di atas bisa berjalan dengan baik jika generasi muda mampu menjadi pribadi inisiator dan penggerak dalam menggerakkan kreativitas, inovasi dan kolaborasi di lingkungan sekolah, masyarakat, pemerhati budaya, agama dan lembaga budaya.
Singkatnya, kaum muda tidak hanya terlibat dalam melaksanakan apa yang sudah ada, tetapi juga mampu melahirkan ide dan mengambil peran sentral dalam berbagai bidang kehidupan.
Budaya asing yang telah masuk ke Indonesia secara garis besar telah memberi dampak buruk dilihat dari berbagai aspek yang semakin ke sini semakin hilang sebagai suatu kebiasaan atau budaya.
Dinamika kehidupan telah merubah banyak hal terutama dari segi kebudayaaan.
Anak-anak muda saat ini bahkan enggan untuk menoleh sedikit saja bagaimana dampak sikap hedonisme, konsumerisme dan materialisme mereka terhadap budaya.
Kalau kita berpikir lebih maju dan kritis budaya kita di Indonesia adalah kekayaan yang kita miliki.
Dengan demikian, lantas mengapa kita seperti kehilangan arah, posisi, bahkan kendali untuk tetap bertahan mempertahankan apa yang sudah terjaga sejak awal.
Kita kaya akan perbedaan. Dunia saja mengakui begitu hebatnya kita hidup di tengah perbedaan yang bergejolak.
Lantas mengapa kita lari? Kita adalah generasi emas, mari menjadikan Indonesia sebagai negera emas penuh peduli dan empati terhadap budaya lokal.