Oleh: Yohanes Mau
Tinggal di Soverdi Ruteng
Gunung Lewotobi di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur meletus. Debu, api dan lahar berhamburan di sekitar wilayah kaki gunung hingga Kabupaten Sikka.
Warga sekitar mengungsi ke beberapa wilayah yang aman. Amukan erupsi Lewotobi ini menggoreskan sakit, luka dan air mata bagi warga yang selama ini tinggal nyaman di kaki gunung Lewotobi. Semua mata publik NTT tertuju kepada reaksi Lewotobi dan korban di sana.
Korban erupsi gunung lewotobi adalah saudara-saudari kita yang sedang menjerit di tengah situasi alam yang mencekam. Orang tua, anak-anak, dan para ibu sangat membutuhkan uluran tangan kasih dari kita.
Sakit dan luka mereka terkini adalah sakit dan luka kita juga karena mereka adalah bagian dari kita yang sedang mengalami bencana.
Sebagai sesama yang berhati maka kita memberi hati kepada mereka yang menjadi korban erupsi ini.
Beberapa hari lalu saya melihat beberapa aktivitas penggalangan dana yang dilakukan oleh Para suster SSpS di kota Ruteng bersama dengan para siswa-siswi SMAK Setia Bakti Ruteng.
Mereka berjalan dari lorong ke lorong, dari pasar ke pasar, dari toko ke toko menyadarkan seluruh warga yang dijumpai di sekitar Kota Ruteng untuk turut bersolider dengan para korban erupsi Lewotobi di Flores Timur.
Hati saya tergerak rasa sedih oleh belaskasihan teringat akan para korban yang sedang berteduh dan bertahan hidup di tenda-tenda pengungsian.
Para ibu, orang tua, dan anak-anak yang meletakan kepala di dalam tenda tanpa kasur dan bantal, Makan dan minum apa adanya.
Oleh situasi dunia terluka seperti ini para suster SSpS Flores Bagian Barat dan JPIC SVD Ruteng tergerak hati dan terpanggil untuk memberi sumbangan sukarela dari apa yang ada pada mereka.
Para Suster SSpS Flores bagain Barat telah menghantar sumbangan mereka sejak tanggal 16 Januari 2024.
Sedangkan dari JPIC SVD Ruteng bersama teamnya sedang menggumpulkan sembako dan kebutuhan lainnya untuk dihantar dalam waktu dekat ini.
Dalam konteks dunia terluka inilah hati kita tergerak untuk menjadi pembalut luka dengan hati yang penuh berbelaskasih.
Hati yang penuh berbelaskasih adalah hati yang mengalirkan energi cinta kepada situasi-situasi suram yang sedang dialami oleh masyarakat sekitar.
Terhadap dan kepada dunia yang terluka inilah kita semua dipanggil menjadi perawat untuk membalut luka.
Luka dunia akan bisa sembuh kalau ada kesediaan dari hati kita untuk melebur dan mencairkan segala totalitas diri kita di tengah kebekuan dan kelukaan yang semakin hari semakin parah oleh rakus dan tamaknya manusia akan kebutuhan nikmat duniawi.
Lantas apa yang harus kita lakukan agar luka dunia saat ini bisa terobati? Beberapa hal yang harus kita lakukan untuk mengobati luka dunia terkini sebagai berikut; Pertama, Membiarkan terang bercahaya di depan orang (Bdk, Mat 5:16).
Terang bercahaya artinya nilai-nilai kebajikan yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita selama ini harus menjadi berkat bagi semua manusia yang kita jumpai di dalam realitas rotasi hidup harian kita.
Artinya kebajikan-kebajikan yang ada pada kita dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menerangi dunia yang sedang gelap oleh adanya rakus dan tamak yang menggurita selama ini.
Hendaknya kebajikan-kebajikan yang ada pada kita menjadi terang yang menerangi kegelapan dan memancarkan kebaikan agar kejahatan yang sedang merajalela di tengah dunia ini kelak mengalami perubahan menuju suatu atmosfir dunia yang penuh damai.
Kedua, Menjadi sarana kasih. Sarana kasih adalah kerelaan hati untuk meninggalkan segala keegoismean diri yang selama ini memenjarahkan dan keluar darinya untuk menjadi penyalur kasih.
Kasih adalah ibu dari kebaikan yang mesti menjadi pegangan dasar bagi manusia. Kalau manusia ingin menjadi yang terbaik maka milikilah kasih.
Hanya dengan kasih segala yang keras akan dilunakkan. Kasih itu menembusi dinding keegoismean dan mengubahnya menjadi jembatan kasih yang mendamaikan.
Kasih itu memberi oleh karena kasih dan atas nama kasih demi menjaga dan melestarikan keharmonisan hidup diantara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta.
Ketiga, Misi yang berdialog. Misi yang berdialog artinya misi yang aktip berkomunikasi dengan segala makluk.
Misi yang berdialog adalah misi yang tidak terbatas hanya pada pengabdian kepada manusia saja tetapi lebih dari itu adalah misi berdiaolog adalah misi yang menjadikan segala makluk sebagai sasaran dari pelayanan kita.
Menjalankan misi kemanusiaan di tengah dunia terluka ini adalah cara mendekatkan diri dengan segala ciptaan yang ada di semesta dan melestarikan keharmonisannya agar tetap utuh dan tersembuhkan dari luka selama ini.
Demikian beberapa tawaran untuk berhati dengan dunia yang sedang sakit, terluka, dan menangis tanpa henti. Sekarang gunung Lewotobi sedang menangis dan menangiskan serta melukakan warga sekitarnya.
Maka kita bergegas dan beri hati kepada mereka agar sakit dan luka, serta tangis mereka juga menjadi bagian dari kita.
Bersama kita bergandeng tangan untuk berbagi dari kurang dan lebih yang ada pada kita agar tangis mereka bisa berubah menjadi senyum dan tawa ria kita bersama menuju bahagia sebagai puncak dari tujuan hidup manusia.