Labuan Bajo, Vox NTT- Pemerintah Desa Wae Mose, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, sudah serius mengembangkan tanaman sorgum.
Dalam pengembangan sorgum, Pemdes Wae Mose menggandeng LSM Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines). Mereka berkolaborasi dengan kelompok tani setempat.
Yakines memberikan dukungan teknis kepada petani. Sementara Pemdes Wae Mose membantu dalam pemberdayaan kelompok tani.
Pada Kamis, 11 April 2024, Pemdes Wae Mose menggelar acara panen sorgum. Acara ini menandai langkah besar dalam peningkatan potensi tanaman lokal di Kabupaten Manggarai Barat, sekaligus mengaplikasikan pertanian organik untuk menanggulangi kerawanan pangan.
Meskipun menghadapi kendala akibat keterlambatan benih sorgum, namun kerja sama semua pihak berhasil mengatasi hambatan tersebut. Panen pun dapat terlaksana.
Kepala Desa Wae Mose Siprianus Kantul menjelaskan, kolaborasi ini terjadi karena adanya kesamaan program antara Pemerintah Desa Wae Mose dan LSM Yakines.
Menurut dia, program pemberdayaan yang dicanangkan Pemdes Wae Mose dan Yakines telah memberikan manfaat nyata bagi petani dan masyarakat setempat.
“Kami dalam hali ini pemerintah desa sangat senang dengan datangnya Yakines bersama program yang dibawa. Sesungguhnya pemerintah desa juga mempunyai program yang sama untuk bidang pemberdayaan,” tutur Siprianus.
“Jadi saat ini juga kita bisa menikmati panen tanaman sorgum yang selama ini kurang diperhatikan lagi oleh masyarakat,” tambah dia.
Ia mengaku Pemdes Wae Mose sudah menggelontorkan dana untuk memfasilitasi 12 kelompok tani. Dana ini untuk mengaplikasikan pertanian organik dan pengembangan tanaman lokal seperti sorgum agar bisa berjalan lancar.
Sementara itu, Koordinator program Yakines Ferdinandus Mau Manu mengapresiasi responsifnya Pemdes Wae Mose dalam menghadapi kerawanan pangan dan perubahan iklim.
“Yang pertama saya berterima kasih untuk bapak desa (kades),” ucap Ferdinandus.
Menurut dia, hal ini merupakan satu dari sekian desa yang responsif terhadap penanggulangan kerawanan pangan.
Sekarang ini, kata Ferdinandus, semua kalangan sedang menyoroti tentang isu pangan dan perubahan iklim.
“Kita tahu bahwa perubahan iklim ini menjadi permasalahan saat ini. Petani sudah sulit untuk menetapkan kalender musim, semua suda bergeser dari kebiasiaan sebelumnya,” katanya.
Ferdinandus menekankan pentingnya budi daya tanaman lokal sebagai penopang keberlangsungan petani di tengah perubahan iklim.
“kami dengan dukungan teman-teman dari jerman juga NGO lainnya, mendorong petani untuk memulai budi daya pangan lokal karena satu-satunya pangan yang dapat bertahan dalam perubahan iklim yaitu pangan lokal dan terbukti dengan sorgum ini, yang awalnya tumbuh kurang meyakinkan, tetapi hari ini kita bisa panen,” pungkas dia.
Pendamping lapangan Riani Koten mengatakan, meskipun panen sorgum kali ini terlambat karena kendala mendapatkan benih, namun kelompok tani yang mendapat pendampingan merasakan manfaat dari program pemberdayaan tersebut.
Luas lahan untuk panen kali ini, kata dia, sekitar satu hektare. Sorgumnya ditanam di kebun yang terpisah-pisah.
“Panen hari ini bertempat di kebun milik dua keluarga tani yang masing-masing kelompoknya didampingi sejak Mei dan Oktober 2023,” ungkap Riani.
Ia pun berterima kasih kepada Yakines dan Pemdes Wae Mose karena sudah mencanangkan program pemberdayaan ini.
Riani berharap program ini bisa terus berlanjut. Diharapkan pula sorgum ini dapat lebih berguna bagi masyarakat.
Budi daya tanaman lokal merupakan salah satu program yang menjadi poin kolaborasi antara Yakines, Pemdes Wae Mose, serta 12 kelompok tani yang sudah terbentuk dan menjalani pendampingan.
Salain itu, bentuk kolaborasi lainya dalam program pemberdayaan ini meliputi pemberdayaan perempuan dan anak, pertanian organik, konservasi mata air dan lumbung (padi , beras dan kebun) dan juga budi daya pangan lokal.
Pendampingan Yakines di Desa Wae Moes berlangsung selama 3 tahun, terhitung sejak Februari 2023 hingga tahun 2026 mendatang. [VoN]