Sabu Raijua, Vox NTT- Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua menyampaikan berbagai program dan inovasi yang sudah dilakukan untuk menekan laju prevalensi stunting di wilayah itu.
Satu program yang dinilai cukup mumpuni dalam mengatasi laju angka stunting adalah ‘Inovasi Hati Sarai’.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas P3APPKB Thobias Mesak di hadapan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena bersama mitra kerjanya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTT ketika melakukan kampanye percepatan penurunan stunting untuk masyarakat di Gereja GMIT Jemaat Ebenhaezer Eilode, Desa Eilode, Kecamatan Sabu Tengah, Kabupaten Sabu Raijua, Sabtu (25/5/2024).
Pada kesempatan itu, Thobias menyampaikan beberapa program dan inovasi yang sudah dilakukan selama ini.
“Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua melakukan Inovasi Hati Sarai (He lau AdeTu Ie Sabu Raijua) atau sehati demi kebaikan bersama dalam menanggulangi stunting di Sabu Raijua,” ujarnya.
Menurut Thobias, Inovasi Hati Sarai itu meliputi gerakan keterlibatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai instasi pengasuh balita stunting.
“Satu OPD mengasuh jumlah balita stunting dalam satu desa lokus yang dilaksanakan di Posyandu dan kunjungan rumah dengan intervensi PMT balita stunting usia 0-23 bulan,” beber Thobias.
Program lain, menurut dia, ada inovasi “Sabu Kasih” yaitu Sayang Ibu, Kibarkan Bendera Selamatkan Ibu Hamil dan inovasi “Kecap Pedis” atau Kelas Edukasi Calon Pengantin dan Periksa Dini Risiko Stunting yang dilaksanakan pada satu titik sesuai kesepakatan (satu kecamatan, satu Kecap Pedis) dalam periode tiga bulan sebelum menikah (satu kali/bulan).
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena memberikan apresiasi kepada Pemda Sabu Raijua atas sejumlah inovasi yang dilakukan untuk menekan jumlah stunting tersebut.
Melki mengatakan, untuk mencegah stunting maka perlu menghindari empat ‘Terlalu’.
“Dua terlalu terkait dengan usia, hindari kelahiran pada ibu yang terlalu muda atau terlalu tua. Usia ideal ibu melahirkan pada rentang 21-35 tahun,” jelas dia.
“Usia melahirkan terlalu muda, tulang panggul perempuan yang berusia di bawah 20 tahun belum siap untuk proses melahirkan. Sedangkan, usia kelahiran terlalu tua, seorang ibu rentan mengalami preeklamsia atau pecah ketuban dini. Dua terlalu lain dalam mencegah stunting yaitu menghindari jarak melahirkan terlalu dekat dan terlalu banyak jumlah anak. Jarak terbaik untuk anak yakni lima kali masa kehamilan atau kira-kira 4-5 tahun,” jelas Melki.
Ia juga mengingatkan para suami untuk lebih memprioritaskan kesehatan istri yang sedang hamil dan menyusui.
Ia menegaskan pentingnya peran suami atau laki-laki dalam memastikan kesejahteraan keluarga, terutama menyediakan makanan bergizi dan menghindari konsumsi minuman keras (miras) dan rokok.
“Bagi para suami, terutama yang memiliki istri hamil, adalah kewajiban untuk bekerja keras mencari uang demi kebutuhan keluarga, terutama untuk makanan sehat dan bergizi. Harus siapkan ikan, daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi istri yang sedang hamil dan juga hindari miras dan rokok, karena dapat berdampak buruk pada kesehatan istri dan bayi yang dikandungnya,” tegas Melki.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi NTT Dadi Ahmad Roswandi mengatakan, stunting disebabkan faktor multidimensi seperti praktik pengasuhan yang tidak baik, kurangnya akses makanan bergizi, terbatasnya layanan kesehatan termasuk ANC, post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Untuk mengatasi stunting, Dadi mengatakan, intervensi paling menentukan pada 1000 hari pertama kehidupan.
Ia mengingatkan semua pihak untuk kerja bersama mencegah stunting karena memiliki dampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia, produktivitas dan daya saing.
Penulis: Ronis Natom