Ruteng, Vox NTT- Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) terus melebarkan sayap kolaborasi bersama komunitas-komunitas di Flores, Alor Lembata, dan Bima (Floratama).
Kali ini BPOLBF menggelar Komunikasi Antar-Komunitas (Kontras) di Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT tepatnya di Gedung Efata Ruteng pada Rabu (29/05/2024).
Dalam Kontras yang dikemas dengan nuansa bincang santai ini, BPOLBF mengajak para komunitas seni untuk saling berdiskusi dan membangun komunikasi.
Berharap kolaborasi dan ekosistem bisnis melalui kegiatan komunitas dan industri pariwisata dan ekonomi kreatif di Ruteng dapat tercipta.
Kontras sendiri merupakan media bagi komunitas kreatif untuk menyampaikan aspirasinya dan menjadi wadah untuk menampilkan karya-karya kreatif.
Kontras juga dapat menjadi platform bagi UMKM untuk mempromosikan dan menjual produk kreatifnya, serta memungkinkan komunitas kreatif di Ruteng untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi secara lebih terbuka, sehingga memperkuat sinergi lintas komunitas.
Berbagai cerita, masukan, kendala, tantangan, dan insight menjadi bahan diskusi dan sharing dari perwakilan komunitas yang hadir.
Beberapa poin yang disampaikan para komunitas ini adalah terkait kebutuhan ruang dan tempat untuk berlatih, ruang menampilkan karya, serta kurangnya aktivasi event di Ruteng.
Plt. Direktur Utama BPOLBF Frans Teguh menyampaikan bahwa Kontras merupakan ajang yang diinisiasi BPOLBF untuk memberikan ruang kreativitas dan inovasi kepada komunitas-komunitas seni dan industri kreatif yang ada di Floratama.
“Ada yang terdiri dari penggiat seni, pecinta budaya, pegiat lingkungan, dan pegiat kuliner khas lokal yang diharapkan dapat lebih dikenal lagi sehingga bisa memberikan edukasi kepada kita semua bahwa ini adalah pilihan yang justru sangat menentukan masa depan pariwisata kita,” jelas Frans.
Di Labuan Bajo, aku Frans, kegiatan Kontras ini telah dilaksanakan secara rutin sebulan sekali. Kali ini di Ruteng dan dalam waktu dekat akan diadakan di Ende.
“Mari kita ciptakan ide-ide luar biasa untuk bisa mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat,” ungkapnya.
Kontras kali ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Felix Edon selaku Pembina Sanggar Wela Rana sekaligus Ketua Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (Papri) Kabupaten Manggarai, dan Pastor Inosensius Sutam, dosen di Unika Ruteng
Pada diskusi tersebut, Felix Edon mengajak para seniman lokal di Manggarai untuk menjadikan musik tradisional sebagai konsumsi musik nasional maupun internasional melalui industri parekraf yang saat ini berkembang.
BPOLBF sendiri sebelumnya pernah melaksanakan Festival Musik Flores Singing Island pada tahun 2021 dan melaksanakan konser musik di Parapuar yakni Picnic Over The Hill pada Desember 2023 lalu.
“Saya mengajak para seniman lokal di Manggarai untuk menjadikan musik Tradisional sebagai konsumsi musik Nasional maupun Internasional. Karya-karya seni yang kita hasilkan dapat kita kenalkan salah satunya melalui industri parekraf, terutama Pariwisata saat ini dikembangkan berbasis masyarakat. Ruang kreativitas seperti ini harus kita manfaatkan dengan baik untuk menyatukan visi bersama membangun kreativitas seni berbasis budaya di Manggarai,” ungkap Felix.
Selaras, Pastor Inosensius Sutam dari sudut pandang budaya menjelaskan terkait Perspektif Kebudayaan Manggarai.
Ino menyampaikan bahwa seluruh komunitas seni yang ada di Manggarai harus bisa membuka jalan sembari juga terus berjalan ke depan, tidak menunda, serta harus bisa lebih dalam, lebih tinggi, lebih jauh, dan lebih kuat dalam berkomunikasi dan berkomunitas.
“Kita harus bisa membuka jalan sambil berjalan, tidak menunda, harus bisa lebih dalam, lebih tinggi, lebih jauh, lebih kuat dalam berkomunikasi dan berkomunitas,” katanya.
Komunitas merupakan tubuh yang prima dalam pembangunan Tanah Manggarai. Kontras ini akan membawa menuju pariwisata yang berkelanjutan di Tanah Manggarai.
“Sekarang kita harus tahu bagaimana cara kita untuk bisa menangkap peluang pariwisata dari Labuan Bajo untuk pertumbuhan ekonomi kita dan bagaimana cara kita untuk dapat membangun sinergi lintas komunitas ini demi pemertahanan dan keberlanjutan pariwisata,” ungkap Pastor Ino.
Mewakili para peserta, Stefanus Gaur dari Komunitas Musik Gema Nusa Ruteng menyampaikan keresahannya tentang komunitas seni di Ruteng yang belum memiliki wadah untuk menyalurkan bakat mereka.
“Komunitas seni di Ruteng belum memiliki wadah untuk menyalurkan bakat kami. Banyak sanggar tari yang tampil hanya di gereja atau resepsi pernikahan, tetapi untuk event dari skala yang kecil sampai skala besar pun sedikit sulit apalagi wadah yang dapat menyalurkan bakat kami. Kami membutuhkan tempat di Ruteng seperti Parapuar di Labuan Bajo. Jadi jika Kontras akan diselenggarakan di Ruteng, akan baik sekali bagi kami,” ungkap Stefanus.
Menanggapi keresahan tersebut, Yoserizal, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BPOLBF menyampaikan, kedepannya BPOLBF berupaya menciptakan ruang bagi para seniman lokal yang ada di Manggarai melalui Program KONTRAS.
“Wadah untuk penyaluran bakat ini patut dilaksanakan. Ini juga salah satu dari rencana kami ke depannya, namun tetap harus melalui komunikasi dan koordinasi ke Pemda terkait dan stakeholder lainnya. Maka dari itu, kami mengajak teman-teman berdiskusi di sini hari ini, agar kami bisa menghimpun saran dan masukan, serta kendala-kendala yang ada khususnya bagi teman-teman ekraf di sini,” jelas Yoserizal.
Harapan dari berbagai Komunitas Seni di Ruteng adalah agar BPOLBF bisa mengajak musisi maupun sanggar asal Ruteng, Manggarai untuk bisa tampil pada event-event yang digelar baik di Manggarai sendiri maupun di Labuan Bajo.
Mereka juga berharap agar kegiatan Kontras dengan sesi pertunjukan seni bisa segera dilaksanakan di Ruteng, sehingga komunitas-komunitas yang ada di Ruteng memiliki wadah untuk menyalurkan bakat mereka. [VoN]