Oleh: Maria Yunita Mbio
Mahasiswi Stipas St. Sirilus Ruteng
Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu ciri-ciri dari negara maju adalah pada tingginya kesadaran rakyat dalam membayar pajak.
Jika dipersentasekan kurang lebih mendekati 100%, apabila di Indonesia bisa mencapai paling sedikit di angka 50% tentunya Indonesia akan lebih maju dari sekarang.
Dalam hal ini, pemerintah pun terus berupaya dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam hal perpajakan.
Sedangkan korupsi, di sisi lain melibatkan tindakan yang tidak jujur, penuh keserakahan dan merugikan orang lain demi kepentingan diri sendiri.
Seperti dalam kehidupan kita sehari-hari marak terjadinya kasus pemerasan, penggelapan uang, suap menyuap dan sebagainya.
Dan dari tahun ke tahun jumlah penanganan korupsi di KPK sangat meningkat yang dapat menjadi pemicu berkurangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Mereka para pejabat yang melakukan korupsi demi kepentingan pribadi membuat masyarakat yang kurang mampu semakin tersiksa dan ekonomi pun memburuk, karena uang yang mereka pakai adalah uang untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Bahkan Ketika masyarakat sedang kesusahan mereka dengan tenang bisa pergi keluar negeri, membeli mobil mewah, bahkan membeli rumah mewah.
Di lihat dari pernyataan ini, pajak merupakan salah satu penyokong keuangan negara dalam upaya peningkatan kesejahteraan umum serta pembangunan bangsa menuju era kamajuan, pajak juga sedikit banyak telah membantu negara dalam pembiayaan pengeluaran publik sehingga dapat memperlancar berbagai kegiatan pembangunan.
Selain itu, melalui pajak segala kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang dapat terpenuhi, seperti dalam hal pembangunan infrastruktur jalan, penyediaan fasilitas Pendidikan, Kesehatan dan berbagai fasilitas umum lainnya, guna memberikan keamanan bagi warga negara.
Dalam hal ini, tingkat kesadaran membayar pajak dalam di katakan berhasil apabila:
Pertama, realisasi penerimaan pajak terpenuhi negara sudah sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Kedua, tingginya tingkat kepatuhan atas penyampaian SPT, baik tahunan maupun masa.
Ketiga, bertumbuhnya tax ratio.
Keempat, bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru yang memenuhi kewajibannya.
Kelima, rendahnya jumlah tagihan atau tunggukan pada wajib pajak.
Keenam, minimnya jumlah pelanggran dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Tentu dalam sistem program kesadaran membanyar pajak, menjadi salah satu program repatriasi yang paling sukses di dunia.
Dalam tiga bulan pertama, jumlah yang dilaporkan mencapai Rp3.195 trilliun yang terdiri harta di dalam negeri sebesar Rp2.177 trilliun dan dana di luar negeri senilai Rp1.019 trilliun.
Sedangkan uang yang masuk ke kas negara mencapai Rp97,2 trilliun, pembanyaran tunggakan Rp 3,06trilliun dan pembayaran bukti permulaan Rp354 miliar.
Tingkat keberhasilan dalam program kesadaran membanyar pajak tidak hanya semata-mata hanya diukur dari nilai obsolut deklarasi aset, akan lebih adil apabila di ukur dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan standar rasio ini, deklarasi aset di Indonesia diperkirakan kurang lebih mencapai 1% dari PDB.
Kita boleh berbangga dengan keberhasilan program Kesadaran Membayar Pajak.
Namun, di balik kesuksesan ini sebenarnya justru menunjukan bahwa tingkat kesadaran masyarakat Indonesia dalam membanyar pajak masih sangat rendah.
Hal ini dapat dilihat dari tax ratio (rasio pajak terhadap PDB) di Indonesia masih jauh di bawah negara-negara yang sama menjalankan program kesadaran membanyar pajak.
Melalui program kesadaran membayar pajak inilah sebenarnya kesdaran masyarakat dalam membanyar pajak dimulai.
Rasio pajak yang rendahd ndonesia menunjukan bahwa ruang untuk meningkatkan penerimaan pajak masih sangat terbuka lebar.
Namun, dibutuhkan kerja keras DJP (Drektorat Jenderal Pajak). Selama ini upaya drektorat jenderal pajak dalam memperluas wajib pajak terdaftar melalui nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk warga masyarakat yang memenuhi persyratan subjekstif dan objektif dirasakan belum efektik dalam mendongkrak penerimaan pajak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran membayar pajak adalah korupsi.
Studi Iman dan Jacobs (2007) menunjukan bahwa tax collection salah satunya dipengaruhi oleh korupsi.
Di antara negara-negara yang melakukan program kesadaran membanyar pajak, tingkat korupsi di Indonesia adalah yang tertinggi.
Menurut Transparency International, pada tahun 2015 indonesia menempati urutan yang ke-88 dari 114 negara yang disurvei.
Akhirnya program kesadaran membanyar pajak dalam jangka menengah dan panjang akan efektif dalam meningkatkan basis pajak, apabila kesadaran masyarakat dalam membanyar pajak juga meningkat.
Untuk keberhasilan di masa depan kenaikan tax ratio juga akan dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah untuk mengurangi tingkat korupsi.
Pemahaman kita tentang pajak dalam menjaga keseimbangan perekonomian negara harus dimengerti oleh setiap masyarakat Indonesia.
Fungsi ini akan akan membantu negara dalam mengatur infilasi kita yang pada umumnya terjadi pada negara yang berkembang.
Dari itu bagi masyarakat Indonesia tentang manfaat pajak negara dan pentingnya setiap orang wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.
Pemahaman yang benar tentang pajak dan pengelolaannya tersebut dibutuhkan untuk mendorong kesadaran masyarakat tentang penting kepatuhan membayar pajak untuk negara Indonesia semakin maju dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kesadaran itu akan mendorong kemauan dalam memenuhi kewajibannya.