Christian Rotok, bukan orang sembarangan dalam kancah politik di Manggarai Raya (sebutan untuk daerah Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur). Ia adalah tokoh publik.
Rotok pernah menjabat sebagai bupati Manggarai selama dua periode, 2005-2010 dan 2010-2015. Saat menjabat sebagai bupati, pria kelahiran 10 Februari 1956 itu dikenal sebagai sosok pemimpin yang merakyat dan visioner. Bahkan oleh sebagian orang, Rotok dikenal sebagai tokoh pembangunan di Manggarai.
Bagaimana tidak, saat dirinya bersama almarhum Dr. Deno Kamelus memimpin Kabupaten Manggarai selama dua periode, prioritas pembangunannya yakni membuka akses isolasi. Rotok dan Deno memiliki visi yang jelas dan komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat.
Keduanya mampu melihat potensi dalam keragaman dan memahami pentingnya konektivitas. Dengan pendekatan inklusif, Rotok dan Deno berupaya menjembatani kesenjangan di Kabupaten Manggarai, baik secara geografis maupun sosial.
Rotok dan Deno berfokus pada pembangunan infrastruktur terutama memperbaiki jalan dan akses transportasi di daerah terisolasi. Mereka juga seringkali mengajak partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga suara warga terdengar dan dipertimbangkan.
Dengan semangat kepemimpinan yang progresif, maka tidak heran Rotok menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa perubahan positif dimulai dari keberanian untuk membuka pintu-pintu yang selama ini tertutup.
Sebab itulah, ketika Rotok memuji kepemimpinan bupati dan wakil bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi dan Yulianus Weng (Edi-Weng) atas kebijakan pemerataan infrastruktur, maka publik tentu menghitung objektivitas penilaiannya.
Harus Diberi Kesempatan Lagi Pimpin Mabar
Rotok menilai banyak jalan di Manggarai Barat yang sudah bagus dan mulus, demikian pengakuannya kepada VoxNtt.com belum lama ini. Walau memang kepemimpinan Edi-Weng baru 3,5 tahun, namun sejumlah jalan sudah dibangun mulus.
Sehingga Rotok berkata, “kalau mereka (Edi-Weng) diberi kesempatan lagi untuk memimpin (Manggarai Barat), pasti lebih maju lagi.”
Omongan Rotok bukan isapan jempol belaka. Data yang dihimpun, selama kurang lebih 3,5 tahun memimpin Mabar, Edi-Weng berhasil membangun 193,28 kilometer jalan hotmix.
Keseriusan paket Edi-Weng membangun jalan tersebut merupakan bagian dari program kerja kesebelas mereka, yakni ‘pemerataan dan peningkatan kualitas semua jenis infrastruktur pelayanan masyarakat dan jalan raya’.
Dari panjang jalan hotmix tersebut rinciannya antara lain; tahun 2021 sepanjang 20,6 km, tahun 2022 sepanjang 143,59 km, dan tahun 2023 sepanjang 29,63 km.
Kemudian melansir data yang dimiliki pasangan Edi-Weng, panjang jalan aspal/paved di Manggarai Barat tahun 2021 yakni 627,49 km, tahun 2022 sepanjang 626,30 km, dan tahun 2023 sepanjang 636,50 km.
Panjang jalan kerikil/gravel, tahun 2021 sepanjang 363,29 km, tahun 2022 sepanjang 394,58 km, dan tahun 2023 sepanjang 391,90 km.
Panjang jalan tanah/soil, tahun 2021 sepanjang 232,59 km, tahun 2022 sepanjang 204,16 km, dan tahun 2023 sepanjang 195,36 km.
Panjang jalan lainnya, tahun 2021 sepanjang 3,51 km, tahun 2022 sepanjang 1,85 km, dan tahun 2023 sepanjang 3,14 km.
Selanjutnya panjang jalan Negara di Kabupaten Manggarai Barat sepanjang 89,70 km pada tahun 2021, pada tahun 2022 sepanjang 93,12 km, dan pada tahun 2023 juga sepanjang 93,12 km.
Panjang jalan provinsi sepanjang 141,80 km pada tahun 2021. Panjang yang sama juga pada tahun 2022 dan 2023.
Panjang jalan kabupaten yakni 1.226,89 km pada tahun 2021, demikian pada tahun 2022 dan 2023 memiliki panjang yang sama.
Bagi Rotok, infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian. Bila kondisi jalan buruk, maka pasti ekonomi tidak berputar.
Di balik pembangunan jalan yang mulus juga tentu saja punya harapan agar pemanfaatan transportasi oleh masyarakat efektif dan efisien.
Bila jalan ke sentra-sentra ekonomi buruk, maka tentu saja harga produk petani tidak bisa lagi bersaing karena biaya pengangkutannya terlalu tinggi.
Kemudian, perjalanan masyarakat dari kampung ke kota atau dari desa ke kota memakan waktu yang cukup lama. Petani pasti lebih lama di jalan dibandingkan berada di kebun mereka untuk bekerja.
Pemerataan infrastruktur merupakan salah satu kunci utama dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Apalagi, selama ini ketimpangan infrastruktur antara daerah urban dan rural masih menjadi masalah yang signifikan di banyak kabupaten, termasuk Mabar. Oleh karena itu, fokus pada pemerataan infrastruktur harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah.
Infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya, tidak hanya meningkatkan konektivitas tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang selama ini terpinggirkan.
Dengan adanya akses yang lebih baik, masyarakat di daerah terpencil dapat lebih mudah menjangkau pasar, pendidikan, dan layanan kesehatan. Ini akan meningkatkan kualitas hidup dan menciptakan kesempatan yang lebih setara bagi semua warga di Mabar.
Rotok Tak Berlebihan
Dari data ini, maka tentu saja pujian Rotok tidak berlebihan. Dalam 3,5 tahun terakhir, kita telah menyaksikan berbagai pencapaian signifikan dalam pembangunan infrastruktur di Mabar. Ini menjadi bukti nyata keberhasilan Edi-Weng.
Program-program pembangunan yang terencana dengan baik tentu saja telah memberikan dampak positif yang luar biasa bagi perekonomian dan mobilitas masyarakat di kabupaten ujung barat Pulau Flores itu.
Kita tentu sudah merasakan, kebijakan Edi-Weng telah menghubungkan berbagai daerah, mempermudah akses perdagangan, dan mengurangi waktu tempuh perjalanan. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi logistik tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi daerah terpencil di Mabar.
Keberhasilan ini patut diapresiasi, dan kita harus mendukung upaya Pemkab Mabar untuk terus melanjutkan program-program yang pro-rakyat. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, kita yakin bahwa cita-cita pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dapat tercapai. ***