Ruteng, Vox NTT – Tim penyidik dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan penyiksaan jurnalis Floresa, Herry Kabut di lokasi geothermal pada 2 Oktober 2024 lalu.
Sejumlah saksi yang diperiksa itu merupakan warga Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai.
Pemeriksaan berlangsung di Hotel Sky Flores, Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Mbaumuku, Kecamatan Langke Rembong pada Kamis, 24 Oktober 2024, pukul 17.00 Wita.
Para saksi datang menggunakan pakaian adat didampingi kuasa hukum, Ferdinansa Jufanlo Buba dan Yulianus Ario Jempau memenuhi panggilan penyidik.
Mereka diperiksa kurang lebih enam jam hingga pukul 23.00 Wita.
Pantauan VoxNtt.com, suasana di Hotel Sky Flores saat itu tampak sepi hingga malam hari. Hanya ada dua mobil terparkir di area depan pintu masuk hotel.
Di lantai atas masih terlihat para tamu dan karyawan hotel yang warawiri saat pemeriksaan berlangsung.
Belum tahu alasan penyidik memilih Hotel Sky Flores sebagai tempat pemeriksaan para saksi. Hanya langkah itu setelah penyidik kembali dari Poco Leok.
Semula, penyidik yang tiba di Ruteng pada 23 Oktober 2024 hendak melakukan pemeriksaan terhadap warga di kampung mereka di Poco Leok.
Namun, saat mereka mendatangi wilayah di Kecamatan Satarmese itu, warga enggan memberi keterangan karena bersikap hati-hati terhadap para penyidik, menyatakan akan bersedia jika didampingi selama pemeriksaan.
Pada hari itu, warga di Kampung Lungar, salah satu dari 14 kampung adat di Poco Leok juga sedang merayakan penti, upacara syukuran adat dalam budaya Manggarai.
Erick Come, salah satu penyidik kemudian meminta bantuan Herry untuk menghubungi warga dan menjelaskan tujuan mereka.
Atas kesepakatan dengan warga, pemeriksaan pun digelar di Ruteng pada 24 Oktober petang tepatnya di Hotel Sky Flores.
Florianus Madur, salah seorang saksi mengaku penyidik menanyakan bentuk kekerasan yang ia alami pada 2 Oktober dan apa yang ia saksikan saat Wartawan Herry dianiaya.
Ia mengaku melihat langsung wartawan Floresa, Herry Kabut dianiaya polisi.
“Saya juga ditanya tentang alasan ikut dalam aksi itu,” katanya.
“Saya menjawab bahwa kami sedang berupaya menjaga kampung yang diwariskan nenek moyang kami. Kami takut hidup kami tidak akan tenang kalau kami membiarkan tanah warisan itu hancur,” katanya.
Ia juga mengaku ditanya soal bentuk kekerasan yang dia alami dan Herry selaku wartawan.
Florianus yang didorong dan ditendang aparat di bagian punggung saat kejadian mengaku memperagakan pengalamannya dengan penyidik yang memeriksa itu.
“Saya memperagakannya. Saya bertindak sebagai polisi,” katanya.
Paskalis Mayo Dinta, saksi lainnya, mengaku ditanya soal alasan ada di lokasi dan siapa yang menugaskannya untuk mendokumentasikan aksi warga.
“Saya menjawab bahwa saya ikut karena saya adalah orang Poco Leok,” katanya.
“Saya juga menyatakan mendokumentasikan aksi itu karena inisiatif pribadi,” tambahnya.
Mayo juga mengaku ditanya soal sejak kapan aksi jaga kampung terjadi dan apakah ia mengenal Herry.
“Saya menyatakan saya kenal sejak awal 2024 dan menjadi jurnalis Floresa,” katanya.
Maria Teme, salah satu ibu dari Poco Leok yang ikut ke Ruteng berkata, ia hendak memberi dukungan kepada para saksi.
“Saya awalnya kaget saat ada polisi yang ke kampung kami karena kami sedang penti,” katanya.
“Namun, saya legah karena mereka ternyata dari Polda NTT yang datang untuk memproses laporan kami terhadap kekerasan oleh polisi di Manggarai,” tambahnya.
Pemeriksaan digelar sejak sekitar pukul 17.00 Wita hingga 23.00 Wita.
Warga Poco Leok kemudian kembali ke kampung mereka pada 24 Oktober tengah malam usai pemeriksaan.
Sebelum memeriksa warga, Propam juga ikut memeriksa beberapa aparat di Polres Manggarai.
Pemeriksaan terhadap polisi juga berlanjut pada 25 Oktober 2024.
Sementara itu, pemeriksaan terkait tindak pidana oleh bagian Reserse dan Kriminal Umum, rencananya digelar pada pekan depan di Polres Manggarai.
Ferdinansa Jufanlo Buba, salah satu kuasa hukum Herry dan warga berkata, “kami melihat keseriusan aparat dalam menangani kasus ini.”
“Kami berharap, pemeriksaan oleh Propam ini bisa tuntas, hingga sampai pada sidang dan pemberian sanksi etik bagi para pelaku,” katanya.
Yulianus Ario Jempau, kuasa hukum lainnya menyatakan, keseriusan polisi juga mesti ditunjukkan dalam penanganan laporan pidana kasus ini.
“Selain aparat, dalam kasus ini ada juga oknum jurnalis berinisia TJ yang terlibat dalam kekerasan terhadap Herry.
“Kami berharap mereka semua bisa diproses hingga tuntas,” katanya.
Kontributor: Berto Davids