Kupang, Vox NTT – Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap Bank NTT terkait dugaan korupsi yang melibatkan pembelian Medium Term Notes (MTN) senilai Rp50 miliar.
Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa, dalam keterangan tertulis yang diterima media, Kamis, 6 Februari 2025, menegaskan pentingnya penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat.
Gabriel Goa menyebutkan bahwa Kompak Indonesia telah melaporkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun hingga kini, lembaga antirasuah tersebut dianggap lamban dalam menangani kasus ini.
“Pelakunya belum ditangkap dan diproses hukum sama sekali,” ujar Gabriel.
Kompak Indonesia pun mendesak KPK untuk segera mengambil alih penanganan kasus ini, dengan target penyelesaian paling lambat pada akhir Februari 2025.
Selain itu, Kompak Indonesia juga meminta KPK untuk melakukan supervisi terhadap Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) yang saat ini menangani kasus ini.
Kompak Indonesia menuntut agar Kejati NTT segera menyerahkan penanganan perkara MTN Rp50 miliar kepada KPK, mengingat minimnya perkembangan kasus tersebut.
Gabriel juga mendesak Gubernur NTT untuk melakukan audit investigasi terhadap Bank NTT dan mencopot pejabat yang terlibat dalam kasus ini.
Menurutnya, pejabat yang terbukti bersalah harus diproses hukum. Di sisi lain, Gubernur NTT diharapkan mengangkat komisaris dan direksi yang berintegritas dan profesional.
Kompak Indonesia bahkan meminta Jaksa Agung RI untuk mencopot Kepala Seksi Pidana Khusus Kejati NTT (Aspidsus) yang dianggap tidak optimal dalam menangani kasus ini.
Kasus ini bermula pada tahun 2018, ketika Bank NTT membeli MTN senilai Rp 50 miliar dari PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP).
Pembelian tersebut dilakukan tanpa due diligence yang memadai dan tanpa persetujuan dari Dewan Direksi Bank NTT.
Selain itu, Bank NTT tidak memiliki petunjuk pelaksanaan yang mengatur penempatan dana pada pihak ketiga non-bank seperti PT SNP.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan bahwa pembelian MTN ini menyebabkan gagal bayar dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp60,5 miliar, terdiri dari Rp50 miliar pokok dan Rp 10,5 miliar bunga yang tidak dibayarkan oleh PT SNP.
Meskipun kasus ini telah dinaikkan statusnya menjadi penyidikan pada Mei 2024, hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan. [VoN]