Kupang, Vox NTT – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (Kejari TTU) memberikan catatan terkait dengan putusan bebas yang diterima oleh Ketua Araksi NTT, Alfred Baun, dalam perkara yang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA).
JPU menilai dalam putusan bebas tersebut, MA tidak mempertimbangkan dengan seksama seluruh kekeliruan yang terjadi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang.
JPU Kejari TTU Andrew Keya, pada Minggu, 23 Februari 2025, menegaskan majelis hakim Mahkamah Agung tidak secara menyeluruh dan berimbang mengkaji adanya kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Kupang.
Menurutnya, hakim MA gagal mempertimbangkan alat bukti yang diajukan oleh JPU dalam memori kasasi yang telah disampaikan pada 26 September 2023.
Menurut Andrew, dalam pertimbangan putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Agung tidak merujuk pada kebenaran alat bukti yang disajikan dalam persidangan.
MA justru menggunakan fakta-fakta hukum yang tidak sesuai dengan bukti yang ada.
Fakta yang digunakan oleh MA seolah-olah ada, padahal tidak pernah ada dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Kupang.
Salah satu hal yang disorot oleh JPU adalah pertimbangan hukum di halaman 11, poin pertama dalam putusan Mahkamah Agung.
Dalam bagian tersebut, disebutkan bahwa saksi Charles Paulus Bakker dan terdakwa Alfred Baun melakukan investigasi di Embung Nifuboke pada 2022 dan melakukan turun ke lokasi sebanyak 6 kali sebelum laporan pengaduan dibuat oleh terdakwa.
Andrew menyatakan, pernyataan ini keliru, karena berdasarkan keterangan saksi Mardan Tefa dan saksi-saksi lainnya, hanya Charles Paulus Bakker dan Fe Naiboas yang turun ke lokasi, dan itu pun hanya dua hingga tiga kali.
Bahkan, Alfred Baun sendiri mengaku hanya pernah turun tiga kali, namun tidak pernah bertemu atau berinteraksi dengan Mardan Tefa.
Andrew juga mengungkapkan, meskipun Alfred Baun menyatakan akan menghadirkan saksi a de charge, hingga persidangan berakhir, saksi tersebut tidak pernah dihadirkan.
Hal ini semakin menunjukkan ketidaksesuaian antara keterangan yang diberikan oleh Alfred Baun dengan fakta yang ada di lapangan.
Dalam proses persidangan, fakta-fakta yang disampaikan oleh saksi-saksi, termasuk bukti percakapan WhatsApp yang diperoleh dari telepon seluler Alfred Baun dan saksi lainnya, menunjukkan adanya upaya penekanan terhadap saksi Mardan Tefa untuk mendapatkan uang sebesar Rp 12.000.000.
Bukti ini, menurut Andrew, memperlihatkan adanya niat jahat dari Alfred Baun dalam melaporkan kondisi Embung Nifuboke yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Selain itu, dalam pertimbangan hukum lainnya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa laporan yang diajukan oleh Alfred Baun telah sampai pada tahap Penyidikan.
Namun, Andrew Keya menjelaskan, laporan tersebut sebenarnya masih berada dalam tahap Penyidikan dan telah dihentikan pada tahap Penyelidikan, sebagaimana ditunjukkan oleh surat Kejati NTT Nomor: R-10/N.3.3/Dek.3/01/2023 tertanggal 13 Januari 2023.
Oleh karena itu, menurut JPU, tidak seharusnya diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan tersebut.
Sebagai informasi, JPU telah menerima putusan kasasi Mahkamah Agung pada 7 Februari 2025 terkait dengan kasus yang menimpa Alfred Baun.
Mahkamah Agung, dalam putusannya, menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh JPU, yang berarti putusan bebas terhadap Alfred Baun tetap berlaku.
Putusan Mahkamah Agung tersebut sesuai dengan putusan Pengadilan Tipikor Kupang yang sebelumnya telah menjatuhkan putusan bebas pada 5 September 2023.
Penulis: Ronis Natom