Mbay, Vox NTT – Hujan deras yang mengguyur tak menyurutkan semangat warga Desa Kota Keo 1 untuk menghadiri reses anggota DPRD Nagekeo, Anton Sukadame Wangge, pada Kamis, 13 Maret lalu.
Tak hanya sekedar menyerap aspirasi, reses yang digelar di titik keempat ini telah menjadi momentum terpecahkannya persoalan listrik yang selama ini dikeluhkan warga, di mana, di tengah suasana dialog, Anton Wangge tiba – tiba meminta warga mencari dan menghadirkan langsung petugas PLN untuk menjawab keluhan masyarakat terkait akses listrik.
Kejadian ini bermula ketika seorang wanita berdiri dan meminta kesempatan berbicara dengan mata berkaca-kaca.
Ia bercerita tentang kondisi rumah orang tuanya yang sederhana, di mana hanya kedua orang tua itu yang tinggal di sana.
Meski rumah mereka sudah memiliki meteran listrik namun tidak ada pengaman arus listrik yang terpasang disana .
“Bantu kami, Bapak. Bapak dan Mama saya harus tekan langsung di meteran kalau mau hidup atau matikan listrik. Saya takut terjadi apa-apa,” ucapnya, menitikkan air mata di hadapan Anton Wangge.
Keluhan itu sontak membuat suasana hening. Warga yang hadir seolah ikut merasakan kekhawatiran seperti wanita itu, termasuk Anton.
Tak hanya wanita itu, Marsianus Depo, seorang warga lain, juga menyampaikan persoalan serupa.
Di RT 04 Dusun Lokalabo, terdapat empat kepala keluarga yang sejak Indonesia merdeka belum pernah menikmati listrik PLN.
“Kabel listrik ada melintas di depan rumah kami, Bapak, tapi kami tidak bisa pasang meteran. Alasannya karena kabel hitam tidak ada,” ujar Marsianus, menggambarkan betapa sulitnya mereka mendapatkan akses listrik meski tiang dan kabel PLN sudah berada di sekitar rumah mereka.
Mendengar keluhan demi keluhan itu, Anton Wangge tak tinggal diam. Ia merasa bahwa persoalan listrik di desa ini tidak bisa hanya menjadi sekadar catatan reses yang akan ditindaklanjuti kemudian. Harus ada jawaban langsung dari pihak PLN.
Tak ingin menunda-nunda, Anton Wangge langsung meminta salah satu warga untuk mencari Kepala PLN Kantor Jaga Kota Keo, Baltasar Yohanes Leu.
Permintaannya sederhana: petugas PLN harus hadir di lokasi reses dan menjawab langsung keluhan masyarakat.
Tak berselang lama, Baltasar tiba di lokasi dan berdiri di hadapan warga. Dengan wajah penuh harap, masyarakat menanti jawaban yang bisa memberi kepastian terhadap nasib mereka.
Baltasar menjelaskan bahwa semua permohonan pemasangan listrik baru akan selalu direspons oleh PLN, tetapi ada prosedur yang harus diikuti.
Warga yang ingin mendapatkan listrik harus mengajukan surat permohonan ke pimpinan PLN ULP Bajawa.
Setelah surat diterima, PLN akan melakukan survei untuk memastikan kelayakan pemasangan dan mencari vendor yang bisa mengerjakan proyek tersebut.
“Tanpa surat permohonan, kami tidak bisa bergerak. Prosesnya harus dimulai dari administrasi,” tegas Baltasar.
Mendengar penjelasan itu, Anton Wangge langsung meminta masyarakat untuk segera menyusun surat permohonan agar tidak ada lagi alasan keterlambatan dari pihak PLN.
Ia juga menegaskan, dirinya akan mengawal proses ini hingga warga benar-benar mendapatkan akses listrik.
Tak hanya itu, sebagai bentuk kepedulian, Anton Wangge juga memberikan bantuan sebesar Rp 500 ribu kepada pihak PLN untuk mempercepat perbaikan pengamanan listrik di rumah orang tua wanita yang sebelumnya menangis. Bantuan ini diserahkan langsung di depan warga sebagai bukti nyata kepeduliannya.
Kesepakatan pun tercapai, warga akan mengurus surat permohonan, PLN akan melakukan survei, dan bantuan pengamanan listrik akan segera direalisasikan.
Penulis: Patrianus Meo Djawa