Ruteng, Vox NTT – Serikat Pemuda NTT Jakarta mengkritik SK Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit bernomor: HK/417/2022 tentang penetapan lokasi pengeboran untuk perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu ke Poco Leok.
Ketua Serikat Pemuda NTT, Saverius Jena menegaskan, keberadaan SK tersebut tentu saja sebagai embrio lahirnya ‘kerakusan’ berbagai pihak yang mencoba mengeksploitasi sumber daya alam, adat istiadat, dan martabat masyarakat adat Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, NTT.
Selain itu, menurut dia, SK ini sangat prematur, serampangan, dan bertentangan dengan kehendak hak warga Poco Leok, sehingga terhadap SK tersebut sudah sepatutnya harus dicabut dan dibatalkan.
“Kita mendesak Bupati Nabit segera mencabut SK itu,” ujar Jena dalam keterangan yang diterima media, Minggu, 16 Maret 2025.
Ia pun meminta agar Bupati Nabit perlu evaluasi diri, dan melakukan permenungan atas kebijakan ‘prematurnya’.
Di balik penerbitan SK itu, Bupati Nabit berdalil karena geotermal Poco Leok merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Namun faktanya, menurut Jena, proyek geotermal di Poco Leok tidak masuk PSN. Ini menujukan ada ketidaksesuaian keterangan Nabit terhadap warga Poco Leok.
“Nabit sudah masuk dalam kategori melakukan narasi pembohongan terhadap publik, khususnnya membohongi warga Poco Leok,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Jena, penerbitan SK tanpa persetujuan pemilik sumber daya alam yaitu Warga Poco Leok adalah perbuatan tidak sah dan kategori perbuatan melawan hukum.
Posisi tanah yang menjadi titik eksplorasi dan rencana eksploitasi geotermal merupakan milik warga Poco Leok. “Artinya, tidak berhak Bupati Nabit klaim bahwa dia berhak menjadikan lahan warga untuk tempat proyek geotermal tersebut,” kata Jena.
Ia mengatakan, bila Nabit terus memaksakan kehendaknya, maka berpotensi akan melanggar hukum atau melakukan perbuatan melawan hukum. Sehingga dapat diproses secara hukum di kemudian hari.
Jena juga menduga Bupati Nabit melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di balik penerbitkan SK itu.
Dugaan ini mengkoneksikan dengan sikap dan tindakannya yang bersikeras memuluskan proyek geotermal tanpa memperhatikan penolakan warga Poco Leok sebagai pihak yang terdampak nantinya.
“Penolakan warga tidak hanya sekali dilakukan tetapi sudah berulang kali. Sejumlah 30 kali warga melakukan aksi protes, namun hasilnya Bupati Nabit selalu mengkesampingkan hal itu,” tegas Jena.
Moratorium
Dosen sekaligus praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum menyarankan agar melakukan moratorium pelaksanaan proyek geotermal Poco Leok sambil melakukan pendekatan kepada masyarakat, seperti tanah mereka ditukar guling.
“Kalau masih ada masyarakat yang menolak, maka pembangunan geotermal itu dihentikan,” tegasnya.
Menurut Edi, bila pemerintah dan PLN terus melakukan pembangunan itu, masyarakat yang merasa dirugikan segera mengambil langkah hukum seperti menggugat Bupati Nabit melalui PTUN untuk membatalkan SK-nya atau izin dari Kementerian ESDM.
Di sisi lain, Edi pesimistis karena Hery Nabit dinilainya sebagai bupati yang membangkang terhadap putusan hakim terutama putusan PTUN.
Pernyataan Edi merujuk pada kasus pemberhentian 26 ASN melalui SK Nomor HK/67/2022 tanggal 31 Januari 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 orang di antaranya memilih melawan keputusan Nabit dengan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN].
Dalam perkara ini, Nabit kalah beruntun mulai dari pengadilan tingkat pertama PTUN Kupang, banding ke Pengadilan Tinggi TUN Mataram, hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, ia memilih tidak menjalankan putusan pengadilan.
“Artinya tidak akan melaksanakan perintah pengadilan. Kalau masyarakat sama dengan saya pesimistis dengan Bupati Manggarai ya lebih baik terus melakukan perjuangan non hukum,” katanya.
Sebelumnya Nabit menegaskan, proyek geotermal Poco Leok merupakan proyek strategis nasional (PSN). Ia khawatir jika proyek ini tidak berjalan, maka bisa saja berdampak pada pemberhentian dirinya.
“Tolong pahami juga posisi saya dalam 2 3 tahun yang lalu, ya. Aturannya masih sama. Aturannya masih sama. Kepala-kepala daerah yang tidak menjalankan proyek strategis nasional itu bisa diberhentikan, ya,” ujar Nabit saat menerima massa aksi dari Aliansi Pemuda Poco Leok di Kantor Bupati Manggarai pada Senin, 3 Maret 2025 lalu.
Menurut dia, masalah ini bukan tentang diberhentikan atau tidak. Itu bukanlah inti permasalahannya. Yang lebih penting, lanjut dia, adalah posisi pemerintah pada saat itu.
“Lalu kemudian tapi paling penting bagi saya adalah pemahaman bahwa kegiatan ini penting untuk penyediaan energi bagi masyarakat Manggarai,” katanya. [VoN]