Ruteng, Vox NTT – Warga Poco Leok, yang berasal dari 10 gendang (kampung adat), melakukan kegiatan pengumpulan dana berupa uang receh (koin) untuk memperbaiki dan memperindah pagar kantor Bupati Manggarai yang sebelumnya roboh dan rusak.
Arkadeus Trisno Anggur, salah satu perwakilan Pemuda Poco Leok menjelaskan, melalui aksi tersebut, pihaknya berusaha mengajak siapa saja yang peduli untuk memberikan solidaritas terhadap perjuangan warga Poco Leok.
“Dengan mengumpulkan donasi ini, kami menyatakan perlawanan terhadap cara-cara pemerintah di Kabupaten Manggarai yang menggunakan kekuasaannya untuk terus menekan kami, termasuk dengan pembungkaman melalui proses hukum,” kata Trisno dalam rilis yang diterima media, Kamis, 20 Maret 2025.
Ia menjelaskan, gerakan ini terbuka untuk siapapun yang mau bersolidaritas.
Dukungan, katanya, bisa disalurkan melalui akun Gopay atau Dana pada nomor yang tertera dalam flyer atau poster kami.
Semua dana yang masuk akan dikonversi ke dalam bentuk uang koin, yang akan diserahkan ke bupati Manggarai. Menurut Trisno gerakan ini akan berlangsung hingga 26 Maret 2025.
“Kami akan menyerahkannya secara langsung dana hasil solidaritas ini ke bupati,” imbuhnya.
Trisno menambahkan, bahwa warga pun telah berbagi informasi terkait aksi donasi koin kepada Koalisi Advokasi Poco Leok untuk ikut membantu menyebarluaskan penggalangan dana.
Kerusakan pagar Kantor Bupati Manggarai terjadi setelah terjadinya saling dorong antara pihak keamanan dan massa aksi dari Koalisi Pemuda Poco Leok pada Senin, 3 Maret 2025.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap Surat Keputusan Penetapan Lokasi (SK Penlok) proyek geotermal di Wilayah Poco Leok yang dikeluarkan oleh Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit. Para demonstran menuntut agar Bupati mencabut SK Penlok tersebut.
Setelah demonstrasi, warga yang mengikuti aksi kembali ke kampung masing-masing dan mengadakan pertemuan antar gendang untuk mengevaluasi kegiatan tersebut.
Pada pertemuan itu, mereka mendengar kabar bahwa Bupati Nabit melaporkan kerusakan pagar ke pihak Polres Manggarai.
Menanggapi hal ini, warga dari 10 gendang mengadakan rapat kembali pada 9 Maret 2025, yang dihadiri oleh kelompok muda, perempuan, dan para orang tua dari massa aksi.
Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk menggalang dana berupa uang receh (koin) di setiap kampung di Poco Leok untuk memperbaiki pagar Kantor Bupati yang rusak.
Maria Teme, warga Gendang Lungar, Poco Leok, menjelaskan bahwa peristiwa rusaknya pagar Kantor Bupati Manggarai di luar kendali mereka.
Menurutnya, tujuan utama aksi tersebut adalah untuk menuntut agar SK Penlok dicabut, bukan untuk merusak pagar.
“Anak-anak kami tidak punya niat untuk merobohkan pagar bupati. Mereka pergi aksi bukan untuk itu. Mereka hanya ingin menyampaikan keberatan terhadap SK yang dikeluarkan oleh bupati, tanpa sepengetahuan kami, tanpa meminta persetujuan dari masyarakat Poco Leok. Itu saja,” tegas Maria.
Senada dengan itu, Mateus Akur, Tetua Adat di Gendang Mucu Poco Leok, mengungkapkan bahwa warga merasa perlu untuk bertanggung jawab atas insiden tersebut dengan mengumpulkan dana untuk memperbaiki pagar yang rusak.
“Kami mengumpulkan koin-koin untuk membayar pagar kantor bupati yang roboh waktu aksi anak-anak kami. Ini kami lakukan agar Bupati Manggarai bisa bekerja dengan tenang dan nyaman di kantornya,” ujarnya.
Ponsi Nogol, tokoh adat Gendang Tere, juga menambahkan bahwa pengumpulan uang koin ini menjadi simbol bahwa insiden rusaknya pagar adalah masalah kecil. Menurutnya, ada masalah yang lebih serius yang harus diutamakan.
“Kenapa kami mengumpulkan koin? Karena kami ingin memastikan bahwa robohnya pagar adalah persoalan receh, persoalan kecil. Ada persoalan lain yang lebih penting dan serius, dan itu yang sedang disuarakan oleh anak-anak kami saat aksi,” pungkas Ponsi.
Penulis: Sello Jome