Oleh: Pater Darmin Mbula, OFM
Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK)
Selamat Hari Raya Idulfitri, 1 Syawal 1446 H, momen yang penuh berkah dan kesucian. Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa dengan penuh ketekunan, kini kita disambut oleh hari kemenangan yang sarat dengan kebahagiaan.
Hari ini, kita bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, dan bersama-sama merayakan kemenangan hati yang telah terjaga dari godaan dunia.
Di balik kemeriahan dan kegembiraan, kita kembali diingatkan untuk mempererat tali persaudaraan, karena Idulfitri bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga perwujudan cinta kasih yang tulus di antara sesama manusia.
Mari kita sambut hari yang penuh makna ini dengan semangat kebersamaan yang lebih kuat dari sebelumnya. Idulfitri menjadi simbol bahwa di tengah perbedaan, kita bisa saling mengerti, memahami, dan menerima.
Tali kasih persaudaraan harus kita perkuat, menyatukan langkah dalam harmoni yang indah. Sebagai umat yang beriman, kita diajak untuk berbagi, untuk memberikan yang terbaik kepada sesama, agar kebahagiaan ini bukan hanya milik kita sendiri, tetapi juga menyebar ke seluruh penjuru dunia, menjadi cahaya bagi yang membutuhkan.
Minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin. Di hari yang suci ini, mari kita saling memaafkan segala khilaf dan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak.
Semoga setiap langkah kita setelah ini dipenuhi dengan keberkahan dan kedamaian, agar kebahagiaan yang kita rajut bisa terus berlanjut dalam keharmonisan yang abadi.
Mari kita sebarkan kasih sayang kepada semua makhluk, agar dunia ini menjadi tempat yang lebih baik untuk kita semua.
Idulfitri adalah waktu untuk memperbarui diri, untuk bersama-sama berjalan menuju kedamaian sejati.
One Heart At A Time
One heart at a time, sebuah ungkapan sederhana namun penuh makna, yang mengajarkan kita untuk membangun perubahan dengan langkah-langkah kecil namun berarti.
Dalam konteks Idulfitri, kita diajak untuk melihat lebih dalam, tidak hanya pada perayaan yang tampak luar, tetapi juga pada hati yang bersih dan penuh kasih.
Satu hati yang dimaafkan, satu hati yang diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, adalah sebuah langkah menuju dunia yang lebih baik.
Idulfitri mengajarkan kita bahwa kebahagiaan yang sejati dimulai dari ketulusan hati, yang tak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.
Setiap maaf yang kita ucapkan dan setiap kasih yang kita berikan, adalah seperti menanam benih dalam hati yang lain.
Satu hati yang terbuka, satu hati yang saling mengampuni, akan membawa dampak besar yang meluas.
Di tengah kegembiraan perayaan, kita tidak hanya merayakan kemenangan atas puasa, tetapi juga kemenangan hati yang mengerti arti dari memberi dan menerima.
Dalam setiap pelukan hangat, dalam setiap senyum yang tulus, kita sedang membangun kedamaian, bukan hanya di antara kita, tetapi juga dalam dunia yang lebih luas. One heart at a time, kita merajut kebersamaan.
Dalam perjalanan kita menyebarkan kebaikan ini, kita mengingat bahwa perubahan tidak harus dimulai dari hal besar. Cukup dengan memberikan perhatian lebih kepada orang di sekitar kita, dengan mendengarkan, dengan memberi, dengan memaafkan.
Idulfitri mengajarkan kita bahwa setiap hati yang diluruskan, setiap hati yang dibersihkan, akan menjadi batu loncatan bagi terciptanya keharmonisan.
Dan ketika kita saling memberi kasih, kita bukan hanya merayakan kemenangan pribadi, tetapi juga kemenangan cinta yang melintasi batas-batas, satu hati demi satu hati, menuju perdamaian sejati.
Jaringan Cinta Kasih
Hidup harmonis dalam cinta kasih persaudaraan adalah sebuah simfoni yang mengalun abadi, menciptakan melodi kehidupan yang penuh kedamaian.
Dalam setiap jejak langkah kita, bila dipenuhi dengan kasih sayang, ketulusan, dan saling memahami, maka kebahagiaan sejati pun akan terasa.
Cinta kasih persaudaraan bukanlah sekadar kata-kata indah yang terucap di mulut, tetapi sebuah realitas yang kita ciptakan dalam interaksi sehari-hari.
Ketika kita menyadari bahwa perbedaan bukanlah pemisah, melainkan kekayaan yang saling melengkapi, maka keharmonisan akan hadir sebagai pilar yang menopang kehidupan bersama.
Dalam perjalanan hidup ini, kita tak hanya mencari kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama.
Cinta kasih yang tumbuh di dalam persaudaraan membentuk sebuah ikatan yang kuat dan abadi.
Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya, bukan yang sementara dan rapuh, tetapi yang penuh dengan makna dan tujuan.
Ketika kita saling membantu, menghargai, dan memaafkan, kita menanamkan benih-benih perdamaian yang tumbuh subur di dalam hati setiap individu, yang pada gilirannya membentuk dunia yang lebih baik.
Dengan saling merangkul, kita menciptakan lingkungan yang penuh dengan kasih, di mana kebahagiaan itu tak hanya milik kita, tetapi menjadi milik bersama.
Keharmonisan dalam cinta kasih persaudaraan bukan hanya memberikan kebahagiaan pribadi, tetapi juga menyuburkan perubahan global yang lebih besar.
Perubahan dimulai dari dalam diri kita, satu perasaan cinta dan pengertian pada satu waktu, hingga akhirnya membentuk jaringan kasih yang meluas ke seluruh dunia.
Ketika kita hidup dalam keharmonisan, kita menjadi bagian dari perubahan global yang lebih damai, penuh empati, dan saling mendukung.
Itulah kebahagiaan yang abadi—kebahagiaan yang tidak hanya membahagiakan diri kita sendiri, tetapi juga membawa perubahan positif bagi semua umat manusia, menuju dunia yang lebih penuh kasih dan penuh kedamaian.
Kebersamaan dan Keutuhan
Ketupat dan kue lebaran, dua hidangan yang tak terpisahkan dalam perayaan Idulfitri, menyimpan lebih dari sekadar cita rasa yang lezat.
Di balik setiap helai daun kelapa yang membentuk ketupat dan lapisan gula manis pada kue lebaran, terkandung makna mendalam yang mengajarkan kita tentang kebersamaan dan keutuhan.
Ketupat, yang terbentuk dari beras yang dibungkus daun kelapa, melambangkan kesederhanaan dan ketulusan dalam memberi. Begitu juga kue lebaran yang dibuat dengan penuh cinta, simbol dari kehangatan hati yang ingin berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Dalam setiap sajian ini, kita diingatkan untuk menjalani hidup dengan prinsip “one heart at a time”, satu langkah penuh kasih, satu hati yang memberikan, satu senyum yang menyebarkan kedamaian.
One heart at a time, itulah cara kita menapaki perjalanan menuju kebahagiaan yang abadi.
Ketupat dan kue lebaran mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari sesuatu yang besar atau mewah, tetapi dari ketulusan hati yang sederhana.
Setiap potongan ketupat dan setiap gigitan kue yang dibagikan adalah cerminan dari cinta yang diterima dan diberikan. Ini adalah proses berbagi yang mempererat ikatan di antara kita, satu hati yang saling menguatkan, satu hubungan yang saling melengkapi.
Dengan berbagi, kita memperkuat rasa persaudaraan yang membawa kita pada rasa utuh, atau sense of wholeness, dalam setiap tindakan kita.
Sense of wholeness, rasa keutuhan, tercipta ketika kita menyadari bahwa kebahagiaan bukan hanya milik kita, tetapi juga milik orang lain.
Ketupat dan kue lebaran menjadi simbol bahwa dalam memberi, kita menerima. Dalam berbagi, kita menemukan keseimbangan yang memberi rasa damai.
Ketupat yang dibungkus rapi menggambarkan cara kita menjaga hati, membungkusnya dengan kebaikan dan kasih sayang.
Kue lebaran yang dibuat dengan penuh perhatian menggambarkan bagaimana setiap tindakan yang kita lakukan dengan cinta akan menciptakan harmoni yang menguatkan kita sebagai satu kesatuan, sebagai umat manusia yang saling bergantung satu sama lain.
Kehidupan yang penuh dengan berbagi dan memberi ini adalah jalan menuju sustainable happiness, kebahagiaan yang berkelanjutan.
Ketupat dan kue lebaran mengajarkan kita bahwa kebahagiaan bukan hanya tentang perayaan atau kenikmatan sesaat, tetapi tentang bagaimana kita terus menciptakan kebahagiaan dalam tindakan kita sehari-hari.
Kebahagiaan yang didasarkan pada kasih sayang dan kepedulian akan membawa dampak positif yang tidak hanya dirasakan oleh diri kita, tetapi juga oleh orang-orang di sekitar kita.
Saat kita membangun hubungan dengan hati yang penuh cinta, kita menciptakan sebuah jaringan kebahagiaan yang abadi dan berkelanjutan.
Ketupat dan kue lebaran, meski tampak sederhana, sejatinya membawa pesan tentang cara kita membangun kehidupan yang penuh dengan makna.
Dengan setiap ketupat yang kita nikmati bersama keluarga, dengan setiap kue lebaran yang kita bagikan pada tetangga dan teman, kita sedang merajut benang-benang kasih yang menyatukan kita dalam kedamaian.
Dalam proses berbagi ini, kita menemukan bahwa kebahagiaan yang sejati adalah kebahagiaan yang tumbuh dari cinta dan kepedulian terhadap satu sama lain.
Ini adalah kebahagiaan yang tidak pernah pudar, kebahagiaan yang terus tumbuh, satu hati pada satu waktu, menciptakan dunia yang lebih harmonis dan penuh dengan kasih sayangm agar terasa kebahagiaan berkelanjutan.
Harapan pada Pemimpin Holistik
Dalam gema takbir yang mengalun, setelah hari kemenangan yang suci, harapan kita melambung tinggi, seperti doa yang meluncur dari setiap hati yang tulus.
Idulfitri mengajarkan kita untuk membersihkan hati, untuk membuka diri dan merasakan kedamaian yang datang dari kebersamaan.
Setelah lebaran ini, kita berharap agar pemimpin yang holistik tak hanya memimpin dengan akal, tetapi juga dengan hati yang peka dan penuh kasih.
Pemimpin holistik adalah pemimpin yang tidak hanya melihat angka dan statistik, tetapi juga merasakan denyut nadi rakyatnya, yang memahami bahwa kebahagiaan sejati lahir dari kepedulian mendalam terhadap sesama.
Harapan itu lahir dari dalam sanubari kita yang mendalam, berharap bahwa para pemimpin tidak hanya berorientasi pada kekuasaan atau materi, tetapi pada keberlanjutan kebahagiaan rakyatnya.
Seperti kita yang merayakan Idulfitri dengan hati yang penuh rasa syukur, kita juga ingin agar para pemimpin holsitik mampu merayakan kemenangan atas kepedulian dan keadilan, memimpin dengan empati dan hati nurani.
Mereka adalah cermin dari rakyat yang mereka pimpin—pemimpin yang mendengar bisikan hati nurani rakyatnya, yang merasakan setiap kesulitan dan perjuangan yang tak terlihat oleh mata.
Pemimpin holistik adalah sosok/figur yang mampu menghidupkan kebijakan dengan rasa kasih, yang tidak hanya memperhitungkan angka di atas kertas, tetapi juga melihat kehidupan yang penuh warna dan keberagaman di bawahnya.
Kebijakan yang mereka lahirkan bukanlah kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi kebijakan yang membawa kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat, wong cilik.
Dengan penuh empati, mereka akan menciptakan sebuah sistem yang mendukung tumbuhnya rasa aman dan damai, serta memberikan ruang bagi setiap individu untuk berkembang tanpa rasa takut atau terpinggirkan.
Sebagai pemimpin holistik yang mengayomi, mereka akan menjadi lentera bagi jalan yang gelap, membawa harapan bagi mereka yang terabaikan dan terlupakan.
Pemimpin yang berhati nurani rakyat akan mendengarkan dan merespon dengan bijak, melahirkan keputusan-keputusan yang berpihak pada kesejahteraan bersama, yang menyentuh setiap lapisan masyarakat, dari yang paling kaya hingga yang paling miskin.
Dalam kebijakan mereka, ada keadilan yang terwujud, dan dalam setiap langkah mereka, ada damai yang mengalir dengan lembut, seperti aliran sungai yang menyejukkan jiwa yang dahaga akan kedamaian dan kebahagiaan berkelanjutan.
Kita berharap, setelah lebaran ini, pemimpin-pemimpin yang holistik akan membawa harapan tersebut ke dalam tindakan nyata.
Dengan hati yang penuh kasih sayang, mereka akan menjadikan hati nurani rakyat sebagai kompas untuk setiap keputusan dan kebijakan serta program proyek yang mereka ambil.
Harapan kita bukan sekadar angan-angan, melainkan keyakinan bahwa pemimpin holistik yang mengedepankan empati, kasih, keadilan, dan kedamaian akan mampu menuntun kita menuju kebahagiaan yang berkelanjutan.
Semoga dengan keberanian hati nurani mereka, negeri ini akan terus bergerak menuju masa depan yang penuh dengan damai, sejahtera, dan kebahagiaan abadi untuk semua. Mohon Maaf, Lahir dan Bathin.