Kota Kupang, Vox NTT-Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) telah menyelesaikan studi Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) 2016 di 32 ibu kota provinsi di Indonesia.
Dalam rangka mensosialisasi hasil studi ini, KPPOD menyelenggarakan seminar di Kota Kupang dengan tema “Tata Kelola Mengatasi Ketimpangan” yang dilaksanakan pada Kamis, 4 Mei 2017 di Hotel Swiss-Belinn, Jln Timor Raya No 59, Kota Kupang.
Seminar yang dimulai Pukul 09.00 – 13.00 Wita ini diawali dengan tarian penjemputan untuk para pemateri dan moderator melalui tarian likurai dari kabupaten Belu. Adapun peserta kegiatan terdiri perwakilan beberapa SKPD di Pemerintah Kota Kupang, DPRD, akademisi, pelaku usaha dan media massa.
Robert Endi Jaweng, Direktur KPPOD dalam kata sambutannya menyampaikan hasil studi lembaga yang dimpimpinnya itu tidak hanya relevan dalam merumuskan kembali hubungan antara pusat dan daerah tetapi juga hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Menurut Endi, selama ini terjadi gejala sentralisasi pembangunan di level pemerintahan daerah ketika dominasi kebijakan pemerintah daerah dalam hal anggaran dan pembangunan secara umum.
“Peran masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembangunan” tegas Endi.
Karena itu, kata dia, pemerintah daerah harus mampu memfasilitasi berbagai komponen itu dalam bentuk kebijakan, regulasi, desain kelembagaan maupun pelayanan. Tujuannya agar semua komponen dilibatkan dan mendapat keuntungan dalam investasi.
Terkait iklim investasi terdapat beberapa kendala yang ditemukan dalam penelitian ini, diantaranya birokrasi yang gemuk, pelayanan yang berbelit-belit, serta regulasi yang rumit. Tantangan ini tidak hanya mengganggu iklim investasi dan pemenuhan hak pelayanan publik tetapi juga membebani anggaran pemerintah.
Selain itu tantangan lain dikemukakan oleh Yeni Sucipto, perwakilan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Kata Yeni, di beberapa kota pihaknya mengalami kendala dalam hal transparansi tata kelola pemerintahan.
“Kita kesulitan dalam melakukan uji akses berbagai dokumen pemerintah” ungkapnya.
Khusus di Kota dan Kabupaten Kupang, kendala yang sama juga terjadi. Bahkan pihaknya harus meminta respon sampai dengan 14 hari kerja namun juga tetap tidak ada respon.
Sementara dari sisi pelaku usaha, Ferdy Ongkos Saputra, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) NTT, mengeluhkan ketidakpastian kebijakan dalam investasi.
“Jadi problem kita adalah orang (pejabat-red) diganti-ganti dan belum tentu tepat”
Rekomendasi
Terkait izin usaha ada beberapa rekomendasi yang ditawarkan dari hasil seminar. Idealnya, proses perizinan usaha yang sederhana dan murah dapat mendorong perkembangan pelaku usaha baru.
Sebaliknya, prosedur pengurusan yang sulit, lama dan mahal akan mengakibatkan keengganan pelaku usaha untuk mengurus perizinan dan menghambat pertumbuhan kegiatan usaha baru.
Karena itu butuh percepatan proses perizinan melalui sistem online, launching mobile service, perlu ada tracking proses perizinan,dan percepatan pengalihan kewenangan izin kepada Dinas Perizinan.
Dalam hal ketenagakerjaan, perlu ada pemberian pelatihan tenaga kerja untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas, pemberian sertifikasi pada tenaga kerja yang berkualitas, koordinasi antara pelaku usaha (APINDO) dan Dinas Tenaga Kerja dan program magang.
Untuk diketahui, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) adalah lembaga independen pemantauan pelaksanaan otonomi daerah. Lembaga ini berdiri sejak tanggal 1 Januari 2001 untuk memantau perkembangan otonomi daerah Indonesia. (Andre/VoN).