Soe, Vox NTT- Sebanyak 120 peserta menghadiri acara Konferensi Perempuan Timor II yang berlangsung selama 2 hari di Aula Mutis Kantor Bupati TTS terhitung sejak hari ini.
Mereka terdiri dari anggota DPRD Perempuan dari Kabupaten/Kota se-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota, perwakilan anggota Forum Pengada Layanan (FPL), Community Social Organisation (CSO), organisasi perempuan di wilayah NTT komunitas pendamping, akademisi, tokoh masyarakat/tokoh adat/tokoh agama
Konferensi yang dimulai sejak tanggal 21-22 November 2017 tersebut dibuka oleh Kepala Dinas P3A Provinsi NTT Dra. Bernadetha Usboko mewakili Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya.
Dalam sambutannya yang dibacakan oleh Bernadetha Usboko, Gubernur Frans Lebu Raya mengatakan, kemiskinan dan kekeresan terhadap perempuan merupakan mata rantai yang saling menguatkan, dimana kemiskinan mengantarkan perempuan pada situasi yang rentan terhadap kekerasan.
Kompleksitas persoalan kemiskinan akan semakin terlihat di daerah-daerah perbatasan, jarak yang jauh dari pusat pemerintahan, minimnya akses terhadap informasi serta layanan dasar dan maraknya kejahatan perdagangan manusia, merupakan bagian dari belantara persoalan kemiskinan di wilayah perbatasan serta masalah-masalah lainnya, yang menghimpit kehidupan perempuan dewasa ini di NTT.
“Saya berharap agar lebih banyak lagi forum-forum yang berdialog tentang persoalan kemiskinan dan kerentanan perempuan terhadap kekerasan, mengingat data kemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan tiap tahunnya terus bertambah,” kata Lebu Raya.
Baca: Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Tahun 2016-2017 Meningkat
Lebih lanjut kata Gubernur Frans, berharap agar konferensi Perempuan Timor II tersebut akan menitikberatkan pada 4 isu, yaitu Perempuan bertahan dalam kemiskinan di Perbatasan dan Wilayah Post Konflik, Peluang akses perempuan korban terhadap layanan komperhensif dan berkelanjutan, Kepemimpinan Perempuan Komunitas, Kerelawanan dan inisiatif kerja sebagai perempuan Pembela HAM serta Migrasi dan tantangan dalam mengatasi perdagangan perempuan.
“Saya sangat merasa gembira dan berterima kasih atas terselenggaranya kegiatan ini, karena dengan kegiatan ini diharapkan dapat menyatukan ide, gagasan dan pengalaman terbaik serta praktek-praktek yang kreatif dan inovatif dalam upaya mengakhiri kemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan di Timor, serta menerapkan strategi selanjutnya ke depan,” harap Lebu Raya.
Sementara Kedutaan Besar Australia, Darrel Hawkins dalam sambutannya, mengapresiasi komitmen dari Forum Pengada Layanan, Komnas Perempuan, BaKTI dan mitra-mitra kerjanya pada kesetaraan gender dan upaya yang dilakukan, untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan di semua lini.
“Diharapkan dalam konferensi ini dapat menjadi medium yang baik, untuk bekerja sama agar upaya-upaya untuk mempercepat penghapusan kekerasan terhadap perempuan dapat terwujud. Konferensi ini juga dapat melahirkan komitmen bersama dan saling mendukung implementasi kebijakan, dalam memberi perlindungan yang komprehensif, khususnya bagi perempuan korban kekerasan,” kata Hawkins.
Pemerintah Australia kata Darrel, memiliki kepedulian dan komitmen untuk mendukung mitra kerja, terutama Forum Pengada Layanan, Komnas Perempuan dan BAKTI dalam upaya menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, dan menegakan hak-hak asasi perempuan dan anak.
Konferensi Perempuan Timor II ini terselenggara berkat kerja sama antara Forum Pengada Layanan dengan Komnas Perempuan dan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BAKTI), dengan tujuan untuk mendorong kerja sama berbagai komponen agar bergerak bersama, dalam upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan dan sebagai forum refleksi atas pelaksanaan rekomandasi Konferensi Perempuan Timor I, yang dilaksanakan di Atambua setahun silam.
Penulis: Paul Resi
Editor: Boni Jehadin