Borong, Vox NTT- Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Inpres Borong, Budi Syukur mempertanyakan maraknya praktik rentenir berkedok koperasi harian di Manggarai Timur (Matim).
Dia mengungkapkan para tengkulak yang berkedok koperasi harian di Matim, khususnya di pasar Borong makin hari kian marak. Praktik itu seolah-olah dilegalkan oleh Pemerintah Kabupaten Matim.
Padahal koperasi harian yang beroperasi di Matim itu belum tentu memiliki badan hukum untuk usaha koperasi.
“Ada kesan pembiaran dalam menertibkan koperasi harian di Matim. Praktik ini tidak bisa dibiarkan. Pemerintah harus ambil sikap tegas untuk menertibkan para tengkulak-tengkulak berdasi yang sudah menyusahkan warga. Bila perlu, tangkap saja. Daripada mereka terus berkeliaran mengisap keringat orang kecil,” tegas Budi kepada VoxNtt.com di Borong, Sabtu (10/03/2018).
Dia juga menduga pemerintah melalui dinas terkait main mata dengan para pemodal koperasi harian tersebut.
“Ada apa di balik itu ? Mengapa tidak ambil sikap tegas? Saya duga ada kerja sama pemerintah bersama para pemodal koperasi harian,” ujar Budi mencurigai.
Padahal menurut Budi, hingga kini pemerintah sudah menyiapkan tim terpadu yang terdiri dari pihak kepolisian, TNI, dan PolPP, serta dinas terkait.
“Coba maksimalkan kerja tim ini untuk menertibkan para tengkulak yang disebut koperasi harian itu. Saya pikir pasti bisa. Jika itu ada niat dan komitmen antara pihak-pihak terkait,” pungkas Budi.
Dia mengaku, akibat ulah para tengkulak yang berdasi itu warga khususnya pedagang di Pasar Borong semakin resah.
Kendati jualan pedagang pasar Borong tidak terjual, mereka tetap harus menyetor ke para tengkulak itu setiap hari.
“Bayangkan, hari ini mereka kasih uang ke warga. Esoknya langsung mulai stor iuran. Lebih parahnya, dalam satu hari itu, laku dan tidak laku barang jualan, tetap harus bayar iuran ke mereka. Mereka kerjanya menunggu di pasar sampai sore. Setelah itu jalan untuk tagih di setiap para peminjam,” aku Budi.
Menurut dia, bunga pinjaman koperasi harian itu sangatlah besar yaitu setiap pinjaman bunganya 20 persen. Tentu ini menyusahkan para pedagang di Pasar Borong. Pendapatan mereka kecil, tetapi harus membayar ke koperasi dengan jumlah besar.
“Inilah yang perlu pemerintah awasi. Penentuan bunga sesuka mereka. Fungsi pengawasan itu mesti lebih dimaksimalkan. Kasian masyarakat kecil diperas terus,” katanya.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba