Kefamenanu,VoxNTT- Adrianus Mau,warga Desa Oepuah Utara, Kecamatan Biboki Moenleu, Kabupaten TTU mengeluhkan rendahnya harga garam yang dibeli oleh pengusaha.
Selama ini ia dan dan warga lainnya menggantungkan hidup dengan menjadi petani garam.
Adrianus mengaku, saat ini garamnya diberli oleh pengusaha hanya Rp 600/kg. Itu untuk garam yang masih kotor atau tercampur debu.
Sedangkan yang agak bersih dibeli dengan harga Rp 800/kg. Garam kristal dibeli dengan harga Rp 1.050/kg.
“Kalau yang ada ikatan dengan perusahaan karena pakai alat yang disediakan perusahaan itu harganya Rp 650/kg untuk semua jenis garam, kalau kami yang pakai modal sendiri ini harganya masih bisa naik sesuai kesepakatan saja,” ujar Adrianus saat dihubungi VoxNtt.com melalui telepon, Jumat (21/09/2018).
Ia menjelaskan, petani mengusapkan garam lantaran saat sosialisasi, pihak perusahaan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten TTU menjanjikan harga Rp 1.050/kg untuk semua jenis garam.
“Waktu sosialisasi itu dari dinas dan pengusaha bilang harganya Rp 1.050/kg untuk semua jenis garam makanya kami lomba-lomba untuk kerja, sekarang giliran garam sudah banyak baru mulai bermain harga,” sesalnya.
Adrianus menambahkan, pendapatan yang diperolehnya dari hasil penjualan garam saat ini sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup dan keluarga.
Hal itu lantaran dalam dua minggu, dari setiap bentangan hanya mampu menghasilkan 200 kg dan hasil penjualan hanya Rp 200 ribu.
Ia berharap Pemda TTU bisa membantu petani garam untuk menemukan jalan keluar agar garam yang dihasilkan tersebut bisa meningkatkan pendapatan ekonomi dalam keluarga.
“Saya harap pemerintah bisa cari jalan keluar, kalau pengusaha beli dengan harga begini terus kami mau hidup bagaimana?”tuturnya.
Sementara itu, data yang dihimpun VoxNtt.com di stan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten TTU pada pameran HUT Kota Kefamenanu beberapa waktu lalu, luas lahan garapan maupun hasil produksi garam di Kecamatan Biboki Moenleu pada tahun 2018 mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Pada tahun 2017, luas lahan garam yang digarap warga hanya 16 hektare dan menghasilkan 420,76 ton.
Sedangkan pada tahun 2018 luas lahan garapan meningkat menjadi 46 hektare dan menghasilkan 838 ton garam.
Terpisah, anggota DPRD TTU Yasintus Usfal saat dihubungi VoxNtt.com melalui telepon menjelaskan, beberapa waktu lalu dia dan anggota komisi B lain baru kembali melakukan kunjungan kerja di daerah Karawang yang merupakan salah satu daerah produksi garam.
Sesuai hasil pengamatannya, politisi partai Gerindra tersebut mengatakan, kualitas air laut di wilayah Pantai Utara TTU jauh lebih bagus dibandingkan Karawang.
“Kualitas air laut kita lebih bagus dibandingkan yang di Karawang hanya persoalannya kualitas hasil garam yang dihasilkan petani kita itu lebih rendah dibanding mereka, makanya itu salah satu sebab kenapa harga garam kita bisa murah begini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, salah satu kendala yang dihadapi saat ini yakni pemahaman petani untuk menghasilkan garam yang berkualitas baik, juga masih sangat rendah.
Sehingga dirinya sudah mendorong dinas terkait guna mengajukan permohonan anggaran perekrutan pendamping untuk memberikan pelatihan bagi petani untuk menghasilkan garam yang berkualitas baik.
“Saya sudah minta dinas terkait untuk ajukan permohonan dana supaya dilakukan perekrutan tenaga pendamping yang khusus melatih masyarakat supaya bisa menghasilkan garam yang berkualitas baik,kita berharap dengan ini kedepannya hasil produksi garam kita akan semakin baik dan dari situ juga meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat,” tutur legislator asal dapil Biboki itu.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba